Rasionalisasi dan Imunisasi

Theodore Dalrymple

Orang yang rasional, kata Bertrand Russell, memegang keyakinannya dengan sebuah kekuatan yang proporsional dengan bukti yang menguntungkannya: yang dapat ditambahkan bahwa orang yang rasional juga takut akan bahaya yang sebanding dengan kemungkinan datang.

Sayangnya, pada definisi-definisi ini tidak ada manusia rasional yang pernah ada atau mungkin pernah ada. Bahkan jika dimungkinkan untuk mengukur kekuatan keyakinan atau ketakutan seseorang pada skala yang valid dan dapat direproduksi, faktanya tidak satupun dari kita melakukan atau dapat memanfaatkan pengalaman hidup orang yang rasional itu dalam memeriksa bukti untuk semua yang ia percaya atau ia takuti. Paling banter, kita dapat melakukannya hanya sesekali dan heboh. Kita wajib untuk mengambil banyak kepercayaan atau menurut prasangka-prasangka kita.

Kini tidak ada subjek yang lebih membangkitkan gairah daripada imunisasi melawan penyakit epidemi, seperti yang selalu dilakukan. Mungkin gerakan sosial yang paling populer dan gigih di Inggris selama abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh adalah melawan vaksinasi cacar, beberapa bentuk vaksinasi cacar akhirnya benar-benar membebaskan dunia dari penyakit tersebut.

Tentu saja, para pencela prestasi itu mungkin akan mengatakan bahwa selama  pasokan virus ada di mana saja di dunia (memang demikian), atau di beberapa ilmuwan gila atau pemerintah yang cenderung jahat dapat merekayasa virus tersebut, hilangnya herd immunity terhadap penyakit tersebut sebagai akibat dari pemberantasan virus tersebut membuat  umat manusia sangat rentan terhadap kemunculan kembali kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, atau bahkan rentan terhadap pemerasan politik oleh orang-orang yang memiliki virus yang mengancam akan menyebarkannya.

Tetapi, seperti yang dikatakan salah satu karakter Dokter Johnson  dalam “Rasselas,” “Tiada yang akan pernah diupayakan, bila semua kemungkinan keberatan harus diatasi terlebih dahulu.” Dengan demikian, umat manusia tidak pelak lagi adalah penerima dan korban dari tawar-menawar Promethean.

Penegasan, sering dibuat, oleh karena itu efek-efek jangka panjang dari vaksin Pfizer dan vaksin Moderna adalah tidak diketahui benar dalam arti yang paling sempit tetapi tidak masuk akal.

Efek-efek jangka panjang dari banyak hal yang kita lakukan adalah tidak diketahui. Selain itu, kita sering salah mengira alasan-alasan rasional untuk melakukan apa yang kita lakukan.

Misalnya, jutaan, mungkin puluhan juta, orang kini mengkonsumsi obat-obatan tanpa memahami alasan-alasan untuk melakukannya. Orang-orang tersebut secara mental terjebak pada hari-hari ketika dokter-dokter meresepkan obat-obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit (apakah dokter-dokter menyembuhkan penyakit-penyakit itu atau tidak) dan membuat pasien-pasiennya merasa baik.

Jadi, ketika orang-orang mengonsumsi obat-obat untuk menurunkan kadar kolesterol atau tekanan darahnya, mereka berpikir bahwa obat-obat adalah bermanfaat bagi mereka sebagai individu: jika tidak berpikir demikian, mereka mungkin tidak akan mengkonsumsi obat-obat itu. (Saat ini, sekitar setengah pasien menebus  pil-pil yang diresepkan untuk menurunkan tekanan darah menyerah dalam waktu satu tahun.)

Tetapi pada kenyataannya, dalam sebagian besar kasus, obat-obatan ini tidak bekerja sama sekali baik sebagai individu, meskipun jika anda memberikan obat-obatan ini kepada cukup banyak orang untuk waktu yang cukup lama, beberapa dari mereka — minoritas — akan terhindar dari serangan jantung atau stroke yang seharusnya dideritanya.

Banyak orang harus tahan dengan sedikit ketidaknyamanan mengonsumsi obat-obatan setiap hari atau dengan efek samping agar mendapat memperoleh manfaat yang sangat besar. Ini adalah sangat berbeda dengan pasien pneumonia yang mengonsumsi antibiotik atau pasien hipotiroidisme yang menggunakan tiroksin.

Terkadang seorang dokter harus menjadi paternalis. Saya pernah memiliki seorang pasien yang menderita sedikit  peningkatan tekanan darah dan oleh karena itu, secara statistik, meningkat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke. Saya memberinya informasi statistik terbaik semampu saya dan bertanya apakah ia ingin dirawat.

“Saya tidak tahu,” katanya. “Anda adalah dokter.”

Saya pikir jawabannya adalah sangat masuk akal. Saya memutuskan bahwa ia tidak seharusnya mengkonsumsi pil-pil itu, sebagian karena risiko yang dideritanya tidak terlalu meningkat, sebagian karena saya pikir ia akan mendapat efek samping dan mutu hidupnya terganggu, dan sebagian karena saya tidak berpikir ia akan mengkonsumsi pil-pil itu dengan tepat dan tidak ingin ia merasa bersalah karena tidak mengkonsumsi pil-pil itu dengan tepat. Ia bahagia dengan anjuran saya.

Imunisasi adalah berbeda. Keputusan pasien di atas terutama dipengaruhi oleh dirinya sendiri, meskipun tanpa ada orang lain, ada sedikit kemungkinan bahwa orang-orang akan mempengaruhi keputusannya juga.

Sebaliknya, imunisasi tidak hanya mengurangi secara drastis kesempatan pasien untuk menderita sebuah penyakit, tetapi juga mengganggu penularan penyakit tersebut dan bila memungkinkan imunisasi akan melenyapkan penyakit tersebut. 

Hal ini hampir saja terjadi pada polio. Untungnya, polio tidak membutuhkan setiap orang terakhir diimunisasi: bila sebuah proporsi penduduk cukup besar telah diimunisasi, selebihnya manfaat seolah-olah setiap orang terakhir itu telah diimunisasi. Imunisasi adalah sebuah pilihan pribadi maupun pilihan sosial.

Ketakutan akan imunisasi terhadap Covid-19 menurut saya adalah berlebihan dan tidak masuk akal. Fakta bahwa tidak seorang pun dari kita yang dapat sepenuhnya rasional tidak meniadakan perlu bagi kita untuk berupaya menjadi serasional mungkin.

Berikut adalah beberapa angka dari  British Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA), organisasi yang bertugas melacak efek-efek berbahaya dari obat-obatan dan peralatan medis. Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris memiliki sebuah skema yang melalui skema ini semua dokter, perawat atau anggota masyarakat dapat melaporkan setiap dugaan adanya efek-efek berbahaya dari obat-obatan dan peralatan medis.

Pada 5 April, 31.622.367 orang telah menerima dosis pertama vaksin, dan 5.496.716 orang telah menerima dosis kedua vaksin. Secara keseluruhan, ada 43.890 laporan efek samping vaksin Pfizer, dan 126.577 laporan efek samping vaksin Astra-Zeneca. 11 Juta orang telah menerima vaksin Pfizer, dan 20,6 juta orang telah menerima Astra-Zeneca.

Sebagian besar efek samping yang dilaporkan itu adalah tidak serius dan, karena liku-liku pelaporan, yang dipengaruhi misalnya oleh publisitas, tidak ada kesimpulan mengenai frekuensi relatif yang dapat diambil dari angka-angka mentah ini.

Dalam sebulan, ada 314 kematian setelah imunisasi menggunakan vaksin Pfizer dan ada 521 kematian menggunakan vaksin Astra-Zeneca, yang dicurigai oleh seseorang memiliki suatu hubungan dengan imunisasi tersebut, yaitu satu dari 35.032 untuk vaksin Pfizer, dan satu dari 39.539 untuk vaksin Astra-Zeneca.

Namun, angka-angka ini sendiri tidak ada artinya, karena memang tidak ada bukti sebuah hubungan kausatif antara vaksin dengan kematian; dalam setiap bulan tertentu jumlah orang di antara 31.000.000, terutama termasuk bagian tertua dari populasi diperkirakan akan meninggal, menurut perhitungan saya minimal ada 25.000 kematian. Jadi vaksin yang diikuti dengan kematian dalam sebulan tidak mungkin dianggap sebagai indikasi sebab dan akibat.

Satu-satunya pengecualian tampaknya adalah trombosis (bekuan darah), khususnya, tetapi tidak secara eksklusif, di sinus vena serebralis. Ada 100 kasus yang dilaporkan, dengan 22 kematian, artinya angka kematian adalah satu dari 936.364 dosis yang diberikan.

Jika kita memperhatikan 1 dari 936.364 kemungkinan kematian karena sesuatu, semua aktivitas manusia akan berhenti. Bahkan jika separuh kasus tersebut meleset, angka tersebut masih menjadi 1 dari 468.182 dosis yang diberikan. Untuk sedikit mengadaptasi Dr.Johnson, tiada yang akan pernah diupayakan, bila semua kemungkinan yang berbahaya harus dihindari terlebih dahulu.

Theodore Dalrymple adalah seorang pensiunan dokter. Dia berkontribusi editor City Journal of New York dan penulis 30 buku, termasuk “Life at the Bottom.” Buku terbarunya adalah “Embargo and Other Stories”

FOKUS DUNIA

NEWS