oleh Jack Phillips dan Xiao Jing
Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris dan diterbitkan di ‘The Lancet’, baru-baru ini menunjukkan bahwa varian Delta dari virus komunis Tiongkok (COVID-19) mudah ditularkan dari orang yang divaksinasi kepada anggota keluarga mereka.
Jurnal medis otoritatif Inggris ‘The Lancet’ pada Kamis 28 Oktober, menerbitkan sebuah studi yang berlangsung selama satu tahun menemukan, bahwa virus varian Delta pada populasi yang divaksinasi ternyata masih sangat menular.
Imperial College London, yang menjadi pemrakarsa penelitian telah melakukan survei terhadap 621 orang responden, menemukan bahwa 38% diantara anggota keluarga yang belum divaksinasi dari 205 orang yang pernah terinfeksi virus Delta telah dikonfirmasi positif tertular virus Delta. Dan sekitar 25% diantara anggota keluarga yang sudah divaksinasi dari 205 orang juga dikonfirmasi positif terinfeksi virus Delta.
Co-leader penelitian, Dr. Anika Singanayagam mengatakan dalam sebuah pernyataan : Melalui berulang kali mengambil sampel dari orang yang berkontak dengan kasus COVID-19, kita menemukan bahwa orang yang telah divaksinasi pun dapat terinfeksi dan menyebarkan virus kepada anggota keluarga, termasuk kepada anggota keluarga yang telah mendapatkan vaksinasi.
Dr. Anika Singanayagam menambahkan, temuan ini memberikan tambahan wawasan berupa “Virus varian Delta terus menyebabkan peningkatan angka konfirmasi terinfeksi COVID-19”, bahkan terjadi juga di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis, para peneliti mengatakan bahwa jumlah virus dalam tubuh orang yang telah divaksinasi dengan vaksin varian Delta, dapat menurun lebih cepat dibandingkan dengan orang yang belum divaksinasi dengan vaksin varian Delta. Tetapi, tingkat puncak dari penularan virus Komunis TIongkok mirip dengan orang yang tidak divaksinasi. Mungkin itu sebagai alasan mengapa varian Delta masih dapat menyebar setelah vaksinasi.
Karena varian Delta masih dapat dengan mudah menyebar di antara orang yang divaksinasi, Dr. Ajit Lalvani, peneliti lain yang berpartisipasi dalam penelitian ini, percaya bahwa orang perlu menerima perawatan intensif untuk mengurangi gejala parah yang ditimbulkan akibat terinfeksi COVID-19.
Penelitian juga menemukan bahwa orang yang divaksinasi lengkap, akan mengalami penurunan kekebalan hanya dalam waktu 3 bulan. Namun penelitian tidak menyebutkan apakah hal ini harus menjadi acuan untuk memperkuat kebijakan pemerintah Inggris.
Namun, dalam proses mempromosikan vaksinasi, beberapa ahli imunologi dan dokter percaya bahwa kekebalan alami perlu ditanggapi dengan lebih serius dan harus dimasukkan dalam keputusan sebuah kebijakan.
Steve Templeton, seorang ahli imunologi dari Indiana University School of Medicine, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 22 Oktober menyebutkan : Sistem kekebalan masih merupakan kunci utama untuk mengakhiri pandemi ini.
Begitu banyak orang yang telah pulih dari infeksi. Mereka ini telah terbukti memiliki kekebalan yang kuat dan bertahan lama. Ini seharusnya adalah hal yang baik, tulis Steve Templeton.
Tetapi tampaknya ada kekuatan yang mencoba untuk membatalkan manfaat dari kekebalan alami. Akibatnya, seakan ada kekuatan yang mendorong orang yang telah divaksinasi untuk takut berkontak dengan orang yang belum divaksinasi, dan enggan memperlakukan masyarakat sebagai orang dewasa yang dapat memproses informasi kecil dan membuat keputusan tentang kesehatan mereka. (sin)