oleh Yi Ru
Selama KTT G20 Roma, pihak berwenang Beijing mengajukan aplikasi untuk bergabung dengan ‘Perjanjian Kemitraan Ekonomi Digital’ (Digital Economy Partnership Agreement. DEPA. Namun, kalangan internasional menduga bahwa apa yang sebutkan demi mengembangkan kerja sama internasional dalam ekonomi digital, tidak lain bertujuan untuk memperkuat kontrol terhadap rakyat dan ingin mendominasi dunia. Sehingga masyarakat internasional harus menolak aksesi Beijing dalam perjanjian tersebut.
DEPA adalah perjanjian internasional pertama di dunia untuk kerja sama ekonomi digital. Sekarang, tampaknya pemerintah komunis Tiongkok juga memiliki minat untuk bergabung dengannya.
Pada 1 November, Kementerian Perdagangan komunis Tiongkok mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa, pihaknya telah secara resmi mengajukan aplikasi untuk bergabung dengan DEPA.
Dalam KTT G20 yang diikuti oleh Xi Jinping melalui video menyatakan bahwa, dirinya berharap dapat bekerja sama dengan pihak internasional untuk mempromosikan pengembangan ekonomi digital.
Ini merupakan langka susulan setelah Beijing mengajukan untuk bergabung dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada bulan September tahun ini. Perjanjian perdagangan global yang tanpa partisipasi Amerika Serikat.
Li Youtan, profesor dan direktur Institut Penelitian Pembangunan Nasional Universitas Nasional Chengchi, Taiwan mengatakan : “Ia ingin bersaing dengan Amerika Serikat untuk mendominasi perkembangan dunia ekonomi digital di masa depan. Jika berhasil, maka besar kemungkinan ia melakukan penekanan, sampai melampaui Amerika Serikat, maka kebebasan semua negara di masa depan akan terpengaruh”.
Selama ini Beijing selalu menghalangi pembagian data internasional, tetapi sekarang mengatakan ingin mempromosikan kerja sama internasional dalam ekonomi digital. Apakah komunitas internasional akan mempercayai ucapan mereka ?
Pakar keuangan Taiwan Edward Huang mengatakan : “Saya pikir itu tergantung pada apakah Beijing bersedia memainkan peran penting. Saat ini, komunis Tiongkok memiliki banyak aspek data, seperti pengenalan wajah, data mobil, atau data konsumsi domestik. Apakah mereka bersedia membagikannya kepada dunia ? Apakah orang lain bisa datang untuk mengumpulkan informasi yang relevan itu ? Jika mereka tidak bersedia, maka Beijing tidak mungkin dapat memainkan peran penting itu”.
Informasi publik menunjukkan bahwa DEPA ditandatangani oleh Singapura, Selandia Baru, dan Chili pada Juni 2020, dan efektif berlaku mulai bulan Januari tahun ini.
Perjanjian ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama ekonomi antar negara di dunia di bidang digital. Konten yang dicakup meliputi : pembayaran elektronik, verifikasi identitas digital dan pengawasan kecerdasan buatan AI, keamanan jaringan, manajemen data, masalah industri dan sosial lainnya.
Edward Huang mengatakan : “Komunis Tiongkok dalam beberapa tahun belakangan ini terus meningkatkan totalitarianisme, sampai batas tertentu, terkait dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi mereka, yang menghasilkan kontrol yang sangat kuat, termasuk mendeteksi apa saja yang Anda lakukan di WeChat, dan mengetahui berbagai informasi lainnya melalui teknologi pengenalan wajah. Saat ini mereka melanggar privasi warga negara Tiongkok. Jika sampai dikaitkan dengan tautan internasional, apakah mereka tidak akan melanggar privasi warga negara asing dengan cara yang sama ?”
Saat ini, selain Beijing yang secara resmi mengajukan aplikasi, Kanada dan Korea Selatan juga telah menyatakan minatnya untuk bergabung dalam perjanjian DEPA ini. (sin)