oleh Andrew Thornebrooke
Sebuah robot Tiongkok berguling-guling di dalam debu. Robot tersebut mengumpulkan sampel-sampel batuan, mengukur senyawa kimia, dan mengamati kawah yang belum pernah terlihat sebelumnya oleh umat manusia. Hal itu berada di luar jangkauan sensor Amerika Serikat. Hal itu berada di luar aturan hukum dan norma internasional. Robot tersebut sedang berada dalam sebuah misi.
Robot tersebut berada di sisi gelap Bulan.
Partai Komunis Tiongkok telah mengoperasikan Yutu-2 di sisi jauh Bulan sejak tahun 2019.
Seolah-olah bagian program eksplorasi Bulan oleh Partai Komunis Tiongkok,penjelajah seperti Yutu-2 sedang mempersiapkan jalan untuk pembangunan sebuah pangkalan penelitian robotik yang baru di bulan. Pangkalan itu, pada gilirannya, akan mempersiapkan jalan untuk sebuah pendaratan di Bulan yang diawaki dan sebuah pangkalan yang baru di Bulan yang dikelola bersama oleh Tiongkok dan Rusia.
Fase eksplorasi proses ini, di mana Yutu-2 adalah sebuah bagian, adalah direncanakan untuk diperpanjang hingga tahun 2025 dengan enam misi lagi yang dilakukan oleh Tiongkok dan Rusia. Setelah itu, pembangunan di pangkalan tersebut diharapkan berlangsung hingga setidaknya tahun 2035, dengan kapasitas operasional penuh dicapai pada tahun 2036.
Ambisi tersebut menarik minat para ilmuwan, yang selalu haus akan pengetahuan baru mengenai satu-satunya Bulan milik Bumi. Namun, kerahasiaan yang menyelimuti proyek tersebut membuat bingung para ahli strategi yang tidak melihat penjelajah kecil ini sebagai satu langkah kecil bagi umat manusia, tetapi sebagai satu lompatan raksasa bagi kemampuan militer Tiongkok.
Memang, beberapa ahli percaya bahwa koleksi batu di Bulan oleh Yutu-2 bukan hanya sebuah kelanjutan persaingan Tiongkok–Amerika Serikat, tetapi mungkin benar-benar memberikan kunci kemenangan dalam sebuah perang di masa depan.
Antariksa Adalah Sebuah Domain Peperangan
Michael Listner adalah seorang pengacara yang sangat aneh. Ia mengkhususkan diri dalam kebijakan antariksa dan, selama beberapa tahun, memimpin publikasi “The Précis,” sebuah buletin hukum yang mengkaji dasar hukum antariksa dan akibatnya bagi kebijakan internasional di setiap bidang mulai dari bidang bisnis hingga keamanan nasional.
Michael Listner mengatakan Partai Komunis Tiongkok sedang memperluas strategi “Tiga Peperangan” di antariksa. Perbatasan baru yang luas ini akan menjadi pusat perluasan kampanye media rezim Tiongkok, subjek perang psikologis, dan, yang terpenting, inti pertempuran-pertempuran hukum baru yang akan membentuk kembali tatanan internasional ketika Tiongkok berusaha untuk mengklaim status hegemoni global Amerika Serikat menjadi miliknya.
Michael Listner mengatakan strategi tersebut dirancang untuk melemahkan dan mungkin mengalahkan musuh tanpa melepaskan sebuah tembakan.
“Antariksa adalah sebuah domain peperangan, Antariksa akan menjadi bagian perjuangan dan antariksa akan menjadi bagian sebuah konflik di masa depan,” kata Michael Listner.
“Mereka bertempur di semua lini ini sekarang,” tambah Michael Listner mengenai tiga strategi peperangan Partai Komunis Tiongkok di antariksa.
“Faktanya, saya benar-benar melihat Partai Komunis Tiongkok seakan sedang mempersiapkan medan perang,” imbuhnya.
Upaya untuk membentuk medan perang itu, yang penting bagi militer mana pun, khususnya yang berarti bagi ahli strategi militer Tiongkok yang, setidaknya sejak abad kelima Sebelum Masehi, telah mempelajari tulisan-tulisan filsuf perang yang terkemuka Sun Tzu, yang berpendapat bahwa mempersiapkan medan perang adalah cara untuk menguasai musuh.
Dengan demikian, dikhawatirkan rezim Tiongkok akan secara efektif memastikan bahwa jika konflik pecah, rezim Tiongkok memiliki keunggulan strategis dengan mempersiapkan sebuah lanskap hukum yang menguntungkan, penempatan aset-aset di orbit, dan membangun aliansi dalam operasi antariksa miliknya.
Alasan untuk melanjutkan upaya di bulan ini adalah cukup sederhana: Amerika Serikat tidak dapat bekerja tanpa antariksa.
“Ketergantungan dan kepercayaan Amerika Serikat terhadap antariksa adalah hampir mutlak,” kata Paul Crespo, Presiden Center for American Defense Studies.
“Dari komunikasi-komunikasi hingga perbankan hingga perjalanan udara dan darat serta GPS, ekonomi, masyarakat, dan militer kita tidak dapat bertahan tanpa dominasi Amerika Serikat terhadap antariksa.”
Paul Crespo, seorang veteran Marinir yang bertugas di Badan Intelijen Pertahanan AS, telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memeriksa pengaruh jahat Partai Komunis Tiongkok di luar negeri dan upaya Partai Komunis Tiongkok untuk menghina dan melemahkan musuhnya melalui penggunaan-ganda perang teknologi dan perang hukum.
Baik Paul Crespo maupun Michael Listner khawatir bahwa Bulan akan menjadi “garis putus-putus kesembilan” berikutnya di Tiongkok dan khawatir bahwa Bulan akan digunakan untuk membengkokkan aturan hukum yang menguntungkan Partai Komunis Tiongkok, seperti yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan.
Rezim Tiongkok mengklaim sekitar 85 persen wilayah Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan dibatasi oleh sembilan garis putus-putus miliknya, sebuah klaim yang ditolak oleh sebuah pengadilan internasional pada tahun 2016. Beberapa negara lain juga mengklaim bagian Laut Tiongkok Selatan.
Terlepas dari keputusan itu, Beijing telah membangun pos-pos militer di pulau-pulau buatan dan terumbu karang di wilayah tersebut, dan mengerahkan kapal penjaga pantai Tiongkok dan kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok untuk mengintimidasi kapal-kapal asing, memblokir akses ke Laut Tiongkok Selatan, dan merebut kawanan ikan dan terumbu karang.
Para ahli khawatir Partai Komunis Tiongkok akan menggunakan infrastruktur Bulan dan luar angkasa miliknya untuk sama-sama menutup persaingan dan mengendalikan kejadian-kejadian di kawasan tersebut, melanggar hukum dan norma internasional.
“Partai Komunis Tiongkok telah membuktikan bahwa pihaknya tidak menghormati hukum atau norma internasional, dan niat untuk menggertak, mengancam, memaksa dan mendorong caranya di mana pun yang dianggap penting untuk tujuan-tujuan strategisnya,” kata Paul Crespo.
“Hal itu adalah sangat jelas dengan ekspansi ilegal Partai Komunis Tiongkok ke sebagian besar Laut Tiongkok Selatan, dan mengklaim sebagian besar Laut Tiongkok Selatan,” ujarnya.
“Hal ini tentu akan lebih benar untuk Tiongkok di antariksa di mana norma-norma jauh lebih tidak mapan dan disusun,” katanya.
Tanggapan Amerika Serikat terhadap petualangan Partai Komunis Tiongkok di antariksa adalah beragam.
Selama pemerintahan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat mengambil sebuah sikap garis keras dan berusaha untuk mengalahkan Partai Komunis Tiongkok ke Bulan. Memang, Kesepakatan Artemis pada awalnya dirancang untuk memandu negara-negara yang mengambil bagian dalam Program Artemis, sebuah upaya yang dipimpin Amerika Serikat untuk membangun sebuah pangkalan di Bulan.
Arahan Kebijakan Antariksa-1 Donald Trump, juga, berusaha untuk “memimpin sebuah program eksplorasi yang inovatif dan berkelanjutan dengan mitra-mitra komersial dan internasional untuk memungkinkan ekspansi manusia melintasi sistem tata surya dan untuk membawa pengetahuan dan peluang-peluang baru kembali ke Bumi.”
Untuk mengakomodasi ambisi ini, NASA berusaha untuk meningkatkan tujuan awalnya untuk membangun sebuah kehadiran Bulan dari tahun 2028 hingga 2024. Namun, jadwal tersebut dengan cepat didorong kembali ke tahun 2025. Sejak itu, NASA mengubah arah lagi, dan dijadwalkan tahun 2025 sebagai tanggal paling awal untuk penerbangan Amerika Serikat mengelilingi Bulan, tetapi tidak akan mendarat di Bulan.