Eric Bess
Media sosial adalah sebuah fenomena baru. Segala hal memiliki pro dan kontra, tetapi kita masih tidak tahu apa konsekuensi dari penggunaan yang berlebihan.
Bagi saya, sepertinya media sosial dapat meningkatkan kesombongan kita. Kita dapat mengupdate kepada pengikut kita dengan kesuksesan kita dan mengunggah foto yang sudah diedit untuk mendapatkan like (suka), atau kita mungkin mengeluh tentang kesulitan kita untuk mendulang simpati. Kita mungkin berdebat dengan orang asing tentang politik. Media sosial memberi kita jarak yang cukup dari konflik itu sendiri untuk merasa yakin dengan pendapat kita.
Media sosial telah menjadi cara kita mempercantik diri secara lahiriah kepada orang lain, tetapi apakah ini menghalangi kita untuk mempertimbangkan apa artinya menjadi benar- benar cantik, yaitu memiliki kecantikan dari dalam?
Baru-baru ini saya menemukan sebuah lukisan karya Pompeo Batoni berjudul Time Orders Old Age to Destroy Beauty (Waktu yang Memerintahkan Usia Tua untuk Menghancurkan Kecantikan) yang membuat saya berpikir tentang sisi Ilahi dari kecantikan sejati.
Kecantikan bagi Pompeo
Dalam lukisan “Waktu yang Memerintahkan Usia Tua untuk Menghancurkan Kecantikan,” Pompeo melukis tiga sosok dalam latar yang alami. Karakter utama adalah Kecantikan. Dia berdiri di sebelah kiri komposisi dan memegang gaun merah muda cerah di satu tangan. Kelembutan masa mudanya kontras dengan kekerasan dinding batu di belakangnya.
Gadis itu dihina oleh Sang Waktu, yang digambarkan sebagai pria tua setengah telanjang dengan sayap malaikat. Sang Waktu di atas batu, menunjuk ke Kecantikan dengan satu tangan, dan memegang jam pasir dengan tangan lainnya. Dengan tangan menunjuk, Sang Waktu mengarahkan Si Usia Tua (Old Age), digambarkan sebagai seorang wanita tua yang juga duduk di atas batu, untuk mengubah wajah muda ‘Kecantikan’.
Berbeda dengan Kecantikan, pakaian Si Usia Tua tidak berwarna cerah tetapi berwarna tanah kecoklatan yang kusam. Kulit keriput di tangan dan wajahnya kontras dengan kilau lembut kulit Kecantikan. Keduanya juga memiliki warna kulit yang berbeda: Kulit Kecantikan masih memiliki kilau putih pualam muda, sedangkan kulit Si Usia Tua telah menjadi gelap dan lapuk selama bertahun-tahun. Si Usia Tua meraih wajah Kecantikan, dan Kecantikan bersandar.
Menemukan Kecantikan Sejati Dalam Diri
Kearifan apa yang diberikan lukisan Pompeo bagi kita hari ini? Di permukaan, maknanya mungkin tampak cukup jelas: Kecantikan memudar. Dinding batu di belakang sosok-sosok itu menyapu dari kiri ke kanan dan mengarahkan mata kita dari Kecantikan ke Si Usia Tua.
Cara pengaturan alam dikomposisikan menunjukkan bahwa itu adalah cara alam untuk Kecantikan memudar menuju ke usia yang lebih tua, tetapi mari kita lihat apakah kita dapat mengungkap interpretasi lukisan yang lebih bernuansa menggunakan elemen-elemen dari komposisi.
Mari kita mulai dengan Sang Waktu. Sang Waktu adalah satu-satunya karakter yang digambarkan dengan sayap malaikat, yang menunjukkan bahwa Sang Waktu adalah Ilahi. Kain biru menutupinya dengan longgar, dan biru adalah warna yang terkait erat dengan langit. Karena dia merupakan perwujudan Ilahi, kita dapat menganggap bahwa Sang Waktu mampu mengubah jalannya hal-hal di bumi melalui Surga.
Sang Waktu memegang jam pasir di satu tangan, yang mewakili aliran yang konstan dan perubahan yang dilambangkannya. Dengan kata lain, Sang Waktu berkaitan erat dengan takdir, yang dalam hal ini diatur oleh Surga. Jam pasir itu juga merupakan peringatan bagi semua orang yang melihatnya. Adegan ini menyiratkan, “Waktu Anda terbatas” dan bertanya, “Apakah Anda memanfaatkan nasib Anda sebaik-baiknya?”
Juga, Sang Waktu adalah satu-satunya karakter yang digambarkan hampir telanjang, yang menunjukkan sesuatu yang spesifik tentang sifat waktu. Waktu selalu mengungkap kebenaran telanjang atau cara segala sesuatu.
Nasib kita adalah cara yang mana cerita kita terungkap, dan jika Sang Waktu adalah Ilahi, maka cara cerita kita terungkap pasti memiliki alasan Ilahi. Apakah dia menunjuk Kecantikan untuk mengungkapkan kebenaran Ilahi tentang dia dan nasibnya?
Sang Waktu dan Si Usia Tua keduanya duduk di atas batu. Sementara Kecantikan berdiri dan menghadap penonton. Sang Waktu bahkan menunjuk ke arah Kecantikan saat Si Usia Tua meraih wajahnya. Mengapa Kecantikan berdiri sementara yang lain duduk? Kecantikan juga satu-satunya yang sepenuhnya menunjukkan dirinya kepada pemirsa.
Apakah Pompeo menyiratkan bahwa Kecantikan dapat menyebabkan kesombongan, yaitu mentalitas pamer? Apakah ini sebabnya dia diposisikan lebih tinggi dari tokoh lainnya?
Jika Sang Waktu adalah sosok Dewa, maka dia tidak boleh memerintahkan Si Usia Tua untuk menghancurkan Kecantikan dengan niat jahat. Sebaliknya, dia harus mengingatkan Kecantikan untuk tidak membuang-buang waktunya dengan meninggikan dirinya di atas orang lain dengan kesombongannya.
Bagi saya, tujuannya yang lebih benar sehubungan dengan nasib adalah untuk meningkatkan keimanan—yaitu, untuk memperindah—sang Ilahi. Dengan cara ini, dia dapat mengembangkan rasa keindahan yang tidak dapat dihancurkan oleh Usia Tua atau Sang Waktu. Dia dapat mengembangkan rasa keindahan yang bersifat Ilahi dan abadi.
Apa yang Anda lihat dalam lukisan ini? Di era media sosial ini, bagaimana mungkin kita menganggap Kecantikan yang tidak memudar tetapi tumbuh seiring waktu? (yud)
Pernahkah Anda melihat sebuah karya seni yang Anda anggap indah tetapi tidak tahu apa artinya? Dalam seri kami “Mencapai Ke Dalam: Apa yang Ditawarkan Seni Tradisional untuk Hati”, kami menafsirkan seni visual klasik dengan cara yang mungkin berwawasan moral bagi kita hari ini. Kami mencoba mendekati setiap karya seni untuk melihat bagaimana kreasi sejarah kita dapat menginspirasi kebaikan bawaan kita sendiri