oleh He Yating
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (21/2/2022) mengadakan pertemuan untuk mendengarkan pendapat para pejabat senior dari badan-badan keamanan, pertahanan dan intelijen Rusia, dan mengumumkan pengakuan kemerdekaan dua negara republik terpisah yang berada di wilayah bagian timur Ukraina yakni Donetsk dan Lugansk. Uni Eropa dan NATO langsung mengeluarkan kecaman keras.
Sebelumnya, para pemimpin yang mengaku dari dua negara republik yang memproklamirkan diri, menuntut agar para pemimpin Kremlin mengakui kemerdekaan dan kedaulatan mereka. Dalam pertemuan hari itu, anggota komite keamanan Putin menyatakan dukungan terhadap prakarsa tersebut.
Pernyataan Kremlin menyebutkan bahwa keputusan itu terkait dengan “agresi militer” Ukraina di kedua wilayah itu. Pemerintah Ukraina kemudian mengeluarkan pernyataan yang secara terbuka menyangkal klaim Moskow, dan menegaskan bahwa Moskow dan separatis di Ukraina timur harus bertanggung jawab atas meningkatnya ketegangan di kedua wilayah itu.
Kanselir Jerman Olaf Schultz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan kekecewaan mereka, segera setelah Rusia mengakui kemerdekaan kedua wilayah di Ukraina itu.
Pada hari yang sama, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengeluarkan pernyataan yang mengecam langkah Rusia yang semakin merusak kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, merusak upaya semua pihak untuk menyelesaikan konflik di Ukraina timur, dan melanggar perjanjian Minsk dimana Rusia terlibat.
“Pada tahun 2015, Dewan Keamanan PBB, termasuk Rusia, menegaskan kembali bahwa mereka sepenuhnya menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Ukraina, dan bahwa Donetsk dan Lugansk adalah bagian dari Ukraina”, tegasnya.
Jens Stoltenberg mengatakan bahwa, NATO mendukung kedaulatan dan integritas teritorialnya dalam batas-batas yang diakui secara internasional dan mendesak Rusia untuk memilih jalur diplomatik dan segera menarik pasukannya dari daerah perbatasan dekat Ukraina sesuai dengan kewajiban dan komitmen internasionalnya.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen juga mentweet pada hari Senin, menyebutkan bahwa pengakuan (kemerdekaan) dua wilayah separatis Ukraina adalah pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional, integritas wilayah Ukraina dan perjanjian Minsk.”
Josep Borrell Fontelles, diplomat senior Uni Eropa berpendapat bahwa langkah Rusia mungkin merupakan pendahulu dari rencana pencaplokan wilayah Donetsk dan Lugansk.
Borrell memperingatkan Moskow : “Jika [Ukraina timur] dicaplok, maka Moskow akan dijatuhi sanksi. Jika [wilayah seperatis] diakui, saya akan membeberkan sanksi di atas meja dan membiarkan para menteri memutuskan.”
Pada April 2014, kelompok sipil bersenjata yang berada di wilayah Donetsk dan Lugansk di daerah perbatasan antara Ukraina dan Rusia terlibat bentrokan berdarah dengan pasukan pemerintah Ukraina. Dua wilayah yang semula milik Ukraina kemudian dikendalikan oleh kelompok bersenjata lokal, dan kelompok bersenjata lokal selanjutnya mengumumkan pembentukan apa yang disebut “Republik Rakyat Donetsk” dan “Republik Rakyat Lugansk.”
Setelah mediasi masyarakat internasional, kedua pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Minsk, ibu kota Belarus pada September 2014 dan Februari 2015. Namun baru-baru ini, ketika situasi di Ukraina semakin tidak kondusif, baku tembak antara kedua belah pihak kembali terjadi secara intensif.
Sebelumnya, para pemimpin dari kedua “republik” di wilayah Ukraina timur secara terbuka menuntut agar pemerintah Rusia mengakui kemerdekaan, kedaulatan mereka. Negara-negara Barat telah memperingatkan Rusia untuk tidak mengakui kedua “republik” itu.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken secara terbuka memperingatkan belum lama ini bahwa jika Kremlin mengakui kemerdekaan kedua wilayah, itu akan berarti bahwa pemerintah Rusia secara total menolak perjanjian Minsk, dan merusak kedaulatan Ukraina. Hal itu adalah masalah pelanggaran hukum internasional yang serius. (sin)