oleh Luo Ya
Pada 18 Februari, CPTPP mengadakan konferensi video pertama tahun ini antar pejabat senior untuk membahas implementasi CPTPP dan bertukar pandangan tentang proposal keanggotaan yang diajukan oleh beberapa negara.
Usai pertemuan tersebut, Singapura yang menjadi presiden bergilir tahun ini tidak menyatakan kesimpulan spesifik, kecuali menegaskan kembali bahwa mereka yang tertarik untuk bergabung harus memenuhi standar tinggi yang ditetapkan oleh CPTPP.
Inggris telah mengajukan proposal untuk bergabung dengan CPTPP pada bulan Februari tahun lalu, diikuti oleh Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Tiongkok (Taiwan) pada bulan September, kemudian Ekuador juga secara resmi menyampaikan minatnya untuk bergabung pada Desember tahun lalu.
Untuk bergabung dengan CPTPP harus disetujui oleh 11 negara anggota yang ada. Doong, Sy-Chi, wakil kepala eksekutif Taiwan think tank menganalisis bahwa di antara 11 negara anggota, siapa yang menjadi pendukung utama Taiwan adalah sangat penting.
“Ketika mereka melakukan penyensoran, itu berarti perlu ada negara yang menjadi pendukung utama. Bagi Taiwan, negara yang dapat mempromosikan aksesinya Taiwan adalah Jepang. Taiwan juga telah memulai kontak bilateral dengan negara-negara anggota CPTPP lainnya sejak September tahun lalu. Jadi dari hasilnya, potensi untuk Taiwan tampak lebih terbuka,” katanya.
Tahun lalu Jepang adalah presiden bergilir dari CPTPP. Setelah Taiwan secara resmi mengajukan aplikasi untuk bergabung dengan CPTPP, Menteri Luar Negeri Jepang saat itu Toshimitsu Motegi menyatakan sambutannya. Selanjutnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida juga menyambut baik aplikasi Taiwan untuk bergabung dengan CPTPP pada Oktober tahun lalu, tetapi menunjukkan sikap waspada terhadap keinginan masuknya Tiongkok. Fumio Kishida dengan tegas mempertanyakan : “Dapatkah Tiongkok memenuhi syarat CPTPP yang tinggi ? Hal ini masih tidak transparan”.
Pada 8 Februari, Eksekutif Yuan Taiwan telah mengumumkan pembukaan kembali impor makanan yang diproduksi oleh kelima prefektur Jepang termasuk Fukushima, yang sebelumnya terkena pembatasan dengan alasan risiko kontaminasi radioaktif.
Su, Tzu-yun, seorang sarjana di Institut Keamanan Pertahanan Nasional Taiwan (Institute for National Defense and Security Research. INDSR) mengatakan bahwa ini membuktikan bahwa Taiwan akan menerapkan langkah-langkah ekonomi dan perdagangan sesuai dengan norma-norma internasional yang akan mampu mendorong Taiwan diterima masuk CPTPP.
“Taiwan telah menghilangkan masalah stagnasi dan overprotektifnya sendiri, termasuk impor produk daging babi dari Amerika, dan produk dari Fukushima Foods, dan menghapusnya sebagai penghalang. Karena itu melibatkan semangat terpenting dalam CPTPP, menghilangkan apa yang disebut hambatan teknis. Ini membuat ekonomi kita lebih sehat dan lebih matang,” kata Su, Tzu-yun
Selain peraturan yang didasarkan pada ekonomi, CPTPP juga memberlakukan banyak peraturan berstandar tinggi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, perlindungan lingkungan dan penyelesaian perselisihan. Misalnya, standar CPTPP yang belum pernah ada sebelumnya, mensyaratkan transparansi dan keadilan tentang aliran data, melarang negara tertentu mewajibkan perusahaan asing untuk menyiapkan server di negara tersebut, dan melarang pengungkapan “kode sumber” terkait perangkat lunak. Seperti ‘Hukum Keamanan Data’ yang diberlakukan oleh pemerintah Tiongkok saat ini jelas tidak memenuhi standar data CPTPP.
Selain itu, CPTPP juga mensyaratkan penghapusan kerja paksa, melarang perlakuan istimewa seperti subsidi kepada perusahaan milik negara dan sebagainya. Sedangkan pemerintah Tiongkok mendapat sanksi dari banyak negara karena menganiaya hak asasi manusia di Xinjiang, dan pemerintah Tiongkok belakangan ini juga kian gencar dalam mendukung pengembangan usaha milik negara daripada usaha milik swasta, yang mana bertentangan dengan CPTPP.
“Dalam situasi seperti ini, saya pikir sulit bagi Tiongkok untuk memenuhi beberapa persyaratan dan norma yang ditetapkan CPTPP. Kecuali jika Beijing bersedia untuk melakukan reformasi politik dan meningkatkan transparansi, baru dapat memenuhinya. Terutama ketika untuk pengadaan pemerintah, e-commerce, ini akan melibatkan transparansi pemerintah,” ujara Su, Tzu-yun.
Pendahulu CPTPP adalah Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Ini pada awalnya merupakan perjanjian yang dipromosikan oleh mantan Presiden AS Barack Obama. Tujuannya, demi menjaga keseimbangan pengaruh ekonomi Tiongkok yang memiliki ambang batas cukup tinggi untuk liberalisasi perdagangan.
Jepang telah memimpin negosiasi untuk merestrukturisasi CPTPP, setelah Amerika Serikat di bawah Presiden Trump mengumumkan penarikannya dari TPP. Pada tahun 2018, 11 negara termasuk Australia, Kanada, Chili, Jepang, Meksiko, dan Selandia Baru menandatangani CPTPP di Ibukota Chile Santiago.
Kiyoyuki Seguchi, Direktur Peneliti dari Canon Institute for Global Studies (CIGS), Jepang dalam sebuah artikelnya menyebutkan bahwa upaya Jepang untuk CPTPP, merupakan batu ujian untuk mengetahui apakah Jepang dapat memainkan peran yang diharapkan oleh komunitas internasional, dan juga merupakan batu ujian untuk memastikan tentang kemandirian Jepang. (sin)