oleh Zhu Ying
BA.2 yang dikenal sebagai ‘varian Omicron siluman’ sedang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Statistik menunjukkan bahwa proporsi terinfeksi oleh varian ini sekarang telah melonjak menjadi lebih dari sepertiga kasus, hal mana memicu perbedaan pendapat di antara para ahli yang berpotensi menunda atau rencana membatalkan sepenuhnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
Menurut data yang dirilis oleh Global Initiative for Sharing Influenza Data (GISAID) yang dibentuk oleh beberapa ilmuwan medis yang lebih otoritatif, Bahwa tercatat hingga 22 Februari 2022, varian Omicron BA.2 telah menyumbang 35% dari jumlah total sampel. Ini berarti bahwa varian ini telah menginfeksi lebih dari sepertiga dari kasus COVID-19 global.
‘Wall Street Journal’ pada 24 Februari melaporkan bahwa situasi di atas mengintensifkan perdebatan tentang apakah negara-negara siap untuk membuka secara total kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dibatasi ? Wabah Omicron baru-baru ini telah memuncak di tempat-tempat seperti Eropa dan Jepang, dan otoritas kesehatan AS sedang mempelajari apakah varian subtipe Omicron BA.2 akan membuat gelombang penularan COVID-19 berlangsung lebih lama ?
Menurut ungkapan ahli epidemiologi Organisasi Kesehatan Dunia Maria Van Kerkhove, bahwa sementara ini para ahli sedang mengamati seberapa cepat epidemi akan meningkat menuju ke puncaknya, mereka juga mengamati bagaimana situasinya setelah ia menurun dari puncaknya. “Seiring dengan penurunan jumlah kasus, kita juga perlu mengamati apakah laju penurunan jumlah itu benar-benar merefleksikan bahwa penyebarannya terkontrol ?”
Menurut informasi publik, varian BA.2 ditemukan di banyak negara Afrika pada awal Februari tahun ini, dan kemudian dengan cepat menyebar di Inggris, India, Filipina, dan Denmark. Pada awal Februari varian ini telah melampaui semua varian lainnya, menyita 78% dari kasus pengurutan data.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus infeksi oleh BA.2 kini telah ditemukan di 74 negara, dan 47 negara bagian di Amerika Serikat juga mengalami kasus infeksi varian BA.2.
Para peneliti telah menentukan bahwa BA.2 bukanlah cabang dari Omicron asli, atau BA.1. Para peneliti mengatakan bahwa keduanya berpisah dari varian sebelumnya, tetapi karena BA.2 lebih sulit terdeteksi lewat tes PCR sehingga ia dijuluki ‘varian Omicron siluman’.
Tim peneliti National Institute of Infectious Diseases (NICD) Afrika Selatan yang pertama kali menemukan strain varian ini mengatakan, bahwa kecepatan transmisi varian BA.2 ini lebih tinggi daripada BA.1, meskipun tingkat rawat inap dan tingkat keparahan pasien terinfeksi dari kedua BA ini tidak tampak ada perbedaan yang menonjol, alias hampir sama.
Namun, para ahli WHO telah memperingatkan bahwa dilihat dari perkembangan epidemi di Jepang saat ini, varian BA.2 tetap harus terus diwaspadai.
Baru-baru ini, jumlah infeksi BA.2 di Jepang meningkat secara signifikan. Hasil penelitian terbaru yang dirilis oleh University of Tokyo menunjukkan bahwa dibandingkan dengan varian Omicron, varian subtipe BA.2 tidak hanya menyebar lebih cepat, tetapi juga lebih mungkin menyebabkan penyakit parah.
Sebagaimana dilaporkan bahwa peneliti Jepang yang melakukan uji coba dengan menginfeksi masing-masing hamster dengan virus varian BA.2 dan BA.1, hasilnya menunjukkan, kondisi hamster yang terinfeksi BA.2 lebih parah, karena mengalami kerusakan paru-paru.
Para peneliti juga menemukan bahwa BA.2 bahkan dapat menghindari beberapa antibodi yang diproduksi oleh vaksin dan menjadi resisten terhadap beberapa obat terapeutik. Eksperimen netralisasi menunjukkan bahwa beberapa kekebalan yang diinduksi oleh vaksin dapat bekerja pada BA.1 tetapi tidak pada BA.2.
Temuan dari Universitas Tokyo di Jepang telah membuat khawatir beberapa ahli internasional. Epidemiolog Dr. Eric Feigl-Ding dalam pesan tweet pada Minggu (13 Februari) menyerukan kepada WHO untuk menyatakan varian baru dari BA.2 Omicron layak diwaspadai.
(Screenshot dari Twitter)
Varian BA.2 saat ini menyita hingga 90% dari semua kasus COVID-19 baru di Denmark, dan Mads Albertsen, ahli bioinformatika dari Universitas Aalborg, Denmark mengatakan, bahwa penyebaran BA.2 terus meningkat di beberapa negara, menunjukkan bahwa varian ini memiliki keunggulan dalam penyebarannya dibandingkan dengan varian lainnya.
Troels Lillebaek, seorang ahli epidemiologi dan Ketua Komite Penilaian Risiko Variasi COVID-19 Denmark juga mengatakan bahwa dibandingkan dengan BA.1, individu yang tidak divaksinasi1,2 dan booster lebih rentan terinfeksi oleh BA.2, Sedangkan kelebihan dari kecepatan penyebaran BA.2 mengartikan bahwa akan terjadi perpanjangan waktu kasus Omicron mencapai puncak tingkat infeksi, dengan demikian ia akan meningkatkan risiko terinfeksi bagi para lansia dan pasien yang berpotensi mengidap penyakit parah.
Namun, para ahli virus juga menemukan fenomena yang menarik, yaitu antibodi dalam darah orang yang telah terinfeksi virus Omicron dapat membantu yang bersangkutan terlindung dari infeksi BA.2.
Menanggapi fenomena ini, Deborah Fuller, ahli virologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa meskipun BA.2 tampaknya lebih menular dan lebih patogen daripada Omicron, namun pada akhirnya ia mungkin tidak akan memicu gelombang infeksi COVID-19 yang lebih dahsyat. (sin)