Voices of Influence – Epochtimes.com
Apakah hal ini benar atau salah ucap ? Tiongkok membuat situasi menjadi keruh dengan mengedepankan prinsip satu Tiongkok, yang langsung mendapat “tamparan” dari Amerika Serikat.
Kali ini di program ‘Voices of Influence’ Tamu hari ini adalah orang media veteran Fang Wei dan kolumnis Epoch Times Wang He.
Sejak 20 Mei, Joe Biden melakukan perjalanan Asia pertamanya sebagai presiden AS. Dan, salah satu langkah besarnya yang dicapai adalah meluncurkan Kerangka Ekonomi Asia Pasifik (IPEF) pada 23 Mei di Tokyo, Jepang.
Selain AS, ada 12 negara yang ikut bergabung, termasuk Australia, Brunei, Filipina, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Dalam pengumuman yang diberikan oleh Gedung Putih disebutkan bahwa kemitraan akan menciptakan ekonomi yang saling terhubung, tangguh, bersih dan adil di antara anggota IPEF.
Pengumuman selain tidak secara langsung menyinggung soal keberadaan Tiongkok, tetapi menyebutkan bahwa model interaksi ekonomi sebelumnya tidak membahas isu-isu seperti rantai pasokan yang rapuh dan korup.
Namun di sisi lain, pemerintah komunis Tiongkok telah menganggap IPEF sebagai ancaman. Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa Tiongkok menyambut baik inisiatif yang kondusif untuk memperkuat kerja sama regional, tetapi menentang upaya untuk menciptakan situasi perpecahan dan konfrontasi.
Saat ini, babak baru konfrontasi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok di kawasan Asia Pasifik telah menjadi fokus perhatian dunia.
Selain itu, mengapa Taiwan tidak ikut masuk menjadi salah satu anggota inti dari kerangka ekonomi tersebut, dan pernyataan Biden bahwa ia akan menggunakan kekuatan militer untuk melindungi Taiwan juga menjadi topik hangat opini publik.
Dalam kesempatan ini kami menghadirkan 2 orang pengamat untuk memberikan pandangan mereka tentang masalah tersebut.
[IPEF, AS melakukan serangan balik dan membangun kembali pengaruhnya di Asia Timur]
Fuyao : Pertama mari kita mempersilakan Mr. Fang Wei untuk memberikan pandangan tentang apa tujuan AS meluncurkan strategi baru berupa IPEF ini ?
Mr. Fang Wei : Saya pikir kita perlu menghubungkan kerangka ekonomi tersebut dengan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang diusulkan pemerintahan Obama pada 6 tahun silam. Jadi IPEF ini juga merupakan perpanjangan tangan strategi pemerintahan Obama untuk menyeimbangkan pengaruh AS di Asia pada saat itu, tujuannya adalah untuk menciptakan aliansi ekonomi baru di Asia, dan menyingkirkan pengaruh PKT.
Ketika pembahasannya hampir rampung, Trump yang naik jadi presiden AS mengumumkan penarikan diri AS, karena baik dalam hal kerjasama ekonomi dan pembukaan pasar, TPP dianggap kurang bermanfaat bagi Amerika Serikat.
Setelah AS mundur, 11 negara yang tersisa berpikir untuk tidak membubarkan diri, dan terus mengikatkan diri dalam kesepakatan CPTPP yang berhasil disahkan pada akhir bulan Desember 2018. Namun kesepakatan ini sebenarnya sangat lemah, karena tanpa partisipasi Amerika Serikat, sulit dicapai dalam banyak aspek. Itu pada dasarnya adalah akhir dari masalah ini.
Namun, kesepakatan lain yang dinamakan ‘Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement’ (RCEP) mulai muncul ke permukaan.
RCEP ini dibentuk dalam KTT ASEAN pada akhir tahun 2011. Mereka kemudian menarik masuk selain Tiongkok, juga Korea Selatan dan Jepang, sehingga menjadi perjanjian perdagangan bebas di Asia Timur.
Kesepakatan ini agak mirip dengan negosiasi WTO (World Trade Organization) yang menggunakan putaran negosiasi, sudah berapa putaran, pembicaraan putaran di Doha dan seterusnya. Setelah 31 putaran negosiasi, mereka menghabiskan banyak energi. Setelah 31 putaran negosiasi itu, 15 negara akhirnya secara resmi meluncurkan RCEP pada 1 Januari tahun ini.
Mengapa RCEP ini perlu saya angkat dalam pembicaraan ini, adalah karena tanpa AS, Tiongkok terus-menerus melakukan intervensi pada tahap akhir negosiasi, sampai akhirnya Tiongkok-lah yang mendominasi kerangka kerjasama tersebut.
Ini adalah perjanjian kerjasama yang masih mempertahankan cara kuno. Seluruh idenya pada dasarnya adalah kesepakatan untuk menurunkan hambatan perdagangan, dan untuk saling menjual barang. Tidak melibatkan komponen sistem ekonomi yang lebih sempurna dan sehat, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual.
Karena tidak sepemahaman, India yang ekonominya tidak dapat diremehkan akhirnya juga menarik diri. Dengan demikian efektivitas RCEP menjadi semakin terbatas.
Tetapi, bagi Tiongkok yang menganggap dirinya mampu mendominasi pengaruhnya pada perekonomian di Asia Timur dan mengesampingkan AS adalah suatu prestasi. Ini sebenarnya tindakan balasan terhadap TPP. Entah berapa besarnya upaya yang dihabiskan Tiongkok untuk mencapainya. Tetapi sesungguhnya tanpa Amerika Serikat dan India, secara umum efektivitasnya jadi sangat terbatas.
Nah ! Sekarang kita balik membicarakan soal IPEF. Ini dapat dikatakan sebagai tanggapan ketiga dari pemerintah Biden terhadap TPP dan RCEP. Setara dengan saya meninju anda, anda lalu meninju saya, kemudian saya kembali meninju anda. Pemerintah Biden ingin menampilkan sebuah kerangka ekonomi baru yang menguntungkan Amerika Serikat. Kerangka ekonomi yang dapat melindungi lingkungan tenaga kerja, hak kekayaan intelektual dan aspek lainnya, juga mencakup konsep baru ekonomi digital.
Inilah langkah dengan pemikiran jelas yang ditempuh Biden untuk menghadapi komunis Tiongkok dengan menyatukan semua negara sekutunya. Sekarang ada 12 negara pendiri, bersatu membuat struktur ekonomi yang khusus ditargetkan untuk melawan Tiongkok.
Ini juga ciri khas dari pemerintahan Biden, karena Biden berbeda dari Trump. Trump tidak suka … Sebut saja melakukan persekongkolan. Dia pikir Amerika Serikat bisa melakukannya sendiri, tapi Biden lebih suka dengan membentuk aliansi dan melibatkan aliansi untuk mencapai keinginan bersama. Bagaimanapun juga menurut pendapat saya, inilah gaya dan karakteristik dari pemerintahan yang berbeda.