Wang Ziqi /Chang Chun/Li Peiling
Presiden maupun perdana menteri telah mengundurkan diri. Presidennya kabur ke luar negeri. Dulunya makmur, negara itu akhirnya jatuh bangkrut, dan Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. Mengapa Sri Lanka sampai ke titik ini? Apakah Inisiatif Belt and Road Tiongkok memperburuk krisis ekonomi Sri Lanka?
Sejumlah besar demonstran yang sudah lama menggelar aksi protes. Mereka mengepung kediaman presiden. Pada 9 Juli, Sri Lanka, negara kepulauan Asia Selatan dengan populasi 22 juta jiwa, berubah dalam semalam. Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri pada 13 Juli, dan perdana menteri juga setuju untuk mengundurkan diri. Rajapaksa memilih kabur ke luar negeri.
Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam tujuh dekade. Pemerintah kehabisan devisa, kekurangan bahan bakar dan pangan, dan negara dalam keadaan stagnasi. Angka inflasi di negara itu tembus rekor 54,6% pada bulan Juni. Diperkirakan akan meningkat menjadi 70% dalam beberapa bulan mendatang. Banyak penduduk Sri Lanka melarikan diri dengan putus asa.
Pengamat percaya bahwa serangkaian buruknya kebijakan ekonomi, ditambah dengan wabah COVID-19, menyebabkan penurunan tajam pada sektor pariwisata dan pendapatan devisa. Faktor internal dan eksternal akhirnya menyebabkan kebangkrutan negara Sri Lanka.
Dalam badai ini, Tiongkok yang kini dikuasai oleh partai Komunis Tiongkok, telah menjadi fokus dunia luar. Sri Lanka adalah salah satu negara penting dalam inisiatif “Belt and Road” Tiongkok. Selama dekade terakhir, Tiongkok telah memberikan pinjaman miliaran dolar untuk pelabuhan laut, bandara, jalan raya, pembangkit listrik dan kota-kota pelabuhan Sri Lanka.
Kolumnis The Epoch Times Wang He mengatakan Beijing telah memainkan peran yang sangat memalukan di sini. Pertama, menandatangani Perjanjian Belt and Road dengan Sri Lanka. Perjanjian ini memiliki sejumlah besar proyek, semuanya milik Proyek Gajah Putih yang membutuhkan banyak investasi. Tetapi tidak ada lagi output, yang mana justru telah menciptakan perangkap utang. Di sisi lain, Beijing memiliki tujuan strategis untuk Sri Lanka. Beijing ingin berekspansi ke Samudra Hindia dan telah menemukan sebuah pelabuhan di Sri Lanka sebagai basisnya.
Untuk melunasi utangnya, pada 2017, Sri Lanka menyewakan pelabuhan laut dalam, Pelabuhan Hambantota, ke Tiongkok selama 99 tahun. Insiden tersebut pernah memicu gelombang opini publik bahwa Sri Lanka jatuh ke dalam “jebakan utang” Tiongkok.
Dan, dari utang luar negeri Sri Lanka yang berjumlah $51 miliar, lebih dari 10 persennya berasal dari Tiongkok.
Tang Jingyuan, seorang komentator isu terkini berpendapat alasan mengapa pemerintah Sri Lanka tidak dapat membayar utang ini adalah bahwa setelah Sri Lanka bergabung dengan Inisiatif Belt and Road, negara itu membangun banyak proyek yang mahal tetapi sebenarnya berumur pendek.
“Ini berakhir dengan urusan yang belum selesai. Dipengaruhi oleh epidemi, pariwisata negara itu dan industri pilar lainnya terpukul keras, sehingga menyebabkan mereka harus memenuhi kebutuhan hidup. Alasan ketiga adalah bahwa Tiongkok sendiri telah menerapkan kebijakan pembersihan dan penutupan kota karena penanggulangan COVID-19. Sehingga menyebabkan perlambatan serius dalam ekonomi Tiongkok. Oleh karena itu, secara langsung mempengaruhi investasi luar negeri Tiongkok. Muncul pertanyaan tentang pendapatan dari sekian banyak proyek besar yang dibangun,” ujarnya.
Pengamatan percaya bahwa negara-negara di mana Tiongkok meminjam uang atau berinvestasi dalam “Inisiatif Belt and Road”, memiliki risiko politik dan ekonomi relatif tinggi, dan kecil kemungkinannya mencapai pengembalian yang tinggi.
Jadi mengapa mau menandatangani kontrak untuk jenis proyek ini dengan Tiongkok?
Wang He mengatakan hal pertama adalah mengekspor korupsi. Risiko proyek ini sangat tinggi, dan tidak akan membawa manfaat besar bagi negara tuan rumah. Pihak lain juga mengetahuinya dengan jelas. Mengapa menandatangani dengan Tiongkok? Di sana ada kepentingan di dalamnya, korupsi yang Kedua. Setelah penandatanganan kontrak, Proyek Gajah Putih terbentuk. Jika Anda berhutang kepada Tiongkok, tentu saja Tiongkok dapat memeras Anda. Ini disebut jebakan utang. Ketiga, karena Partai Komunis Tiongkok mengekspor ini “
Pada April tahun ini, pemerintah Sri Lanka mencari dana talangan US$3 miliar dari berbagai saluran termasuk Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, India dan Beijing. Tiongkok belum menanggapi pinjaman US$1 miliar yang diminta oleh Tiongkok. Dan, ia tampaknya kesal karena Sri Lanka telah meminta bantuan IMF.
Beberapa media daratan juga menerbitkan sebuah artikel yang mengatakan bahwa Tiongkok tak berusaha menyelamatkan nyawa, tetapi mengobati penyakit untuk menyelamatkan orang. Hal ini tidak hanya mengajar politisi Sri Lanka bagaimana berperilaku dalam hubungan internasional, tetapi juga dalam mengajar mereka bagaimana berperilaku dalam pemerintahan nasional.
“Ketika Sri Lanka menghadapi kesulitan kali ini, tidak memberikan dana talangan yang kuat, dan ketika Sri Lanka meminta bantuan Dana Moneter Internasional, PKT menyatakan ketidakpuasan. Sekarang Sri Lanka bangkrut, hubungannya dengan PKT sudah begitu dekat. Kinerja PKT selama krisis ekonomi Sri Lanka juga sangat mengerikan,” tambah Wang He.
Tang Jingyun menyatakan bahwa negara-negara miskin dan lemah yang bergabung dengan “Belt and Road” dapat menjadi tujuan agresi ekonomi Sri Lanka berikutnya. (hui)