oleh Xue Fei
Ketika Gerakan Kertas Putih terjadi di banyak tempat di daratan Tiongkok, mahasiswa Universitas Wuhan juga menggelar unjuk rasa besar-besaran yang menuntut kebebasan untuk pulang ke kampung halaman.
Dalam unjuk rasa pada 4 Desember, mahasiswa Universitas Wuhan meneriakkan motto : “Proses Terbuka, informasi transparan !”





Menurut informasi yang dikeluarkan oleh departemen pencegahan epidemi Wuhan, telah terjadi penambahan jumlah kasus infeksi baru sebanyak 300 orang di Wuhan pada 3 Desember. Namun, dunia luar umumnya tidak percaya terhadap data epidemi resmi yang dirilis ke publik, karena angkanya selalu diperkecil.
Menurut rekaman percakapan mahasiswa Universitas Wuhan, bahwa situasi epidemi di Kota Wuhan masih serius dalam beberapa hari terakhir, setiap hari ada penambahan 100 kasus baru, begitu pula situasi dalam kampus Universitas Wuhan. Tetapi pihak Universitas Wuhan selain belum bersedia mengatur kepulangan mahasiswa, malahan mahasiswa diminta tetap tinggal untuk melanjutkan pengajaran offline. Padahal universitas lainnya yang berada di Kota Wuhan sudah mengumumkan kepulangan bersama seluruh mahasiswanya demi mencegah penularan.
Mahasiswa mengklaim bahwa mereka telah berulang kali mendatangi Komite Partai di universitas dan kantor universitas untuk mempertanyakan ihwal kepulangan mahasiswa ke rumah masing-masing karena pandemi telah sangat mengganggu kehidupan mereka, termasuk dihentikannya pengiriman ekspres, kesulitan mendapatkan makanan, sebagian asrama mahasiswa tidak berair panas, dan sebagainya. Tetapi staf terkait hanya “saling melempar bola” dan tidak memberikan solusi. Di bawah tekanan ganda dari epidemi dan studi, mental para mahasiswa tersiksa. Namun pihak universitas masih menutup telinga terhadap himbauan mahasiswa dan tidak mau mendengarkan saran mereka.

Seorang meninggalkan pesan di Weibo : “Para mahasiswa tidak bermaksud memaksa pihak universitas untuk memulangkan siswa, tetapi akibat semua toko ditutup kecuali yang dikelola oleh kampus. Dan terhentinya layanan pengiriman ekspres, sehingga banyak mahasiswa tidak dapat membeli pakaian hangat secara online. Di tambah lagi staf terkait tidak menanggapi secara positif, mereka hanya saling “melempar bola”. Beberapa gosip yang beredar di kampus cukup membingungkan dan meresahkan para mahasiswa”.
Ada yang cemas mengatakan : “Mahasiswa di Kota Wuhan menaruh perhatian soal pengaturan kepulangan, karena tidak mudah untuk bisa membeli tiket angkutan umum, semakin mendekati akhir tahun, atau menjelang hari raya Imlek harga tiket semakin mahal. Selain itu, mahasiswa khawatir jika mereka belum bisa pulang lalu terjadi perubahan sehingga mereka terpaksa harus bertahun baru di kampus”.

Selain itu, mahasiswa Akademi Kejuruan dan Teknik Wuhan juga secara online menuntut pihak universitas lain untuk mengatur kepulangan siswa, tetapi karena ada mahasiswa di universitas tersebut yang dinyatakan positif terinfeksi, sehingga ada satu gedung universitas tersebut yang diblokir, tetapi pelajaran tetap berjalan seperti biasa hanya saja dilakukan lewat jaringan internet. (sin)