Zhang Ting – Epoch Times
Jenazah seorang wanita tua di Shanghai dibiarkan di kediaman tempat dia tinggal bersama keluarganya selama lima hari, sebelum mobil jenazah tiba untuk membawanya pergi.
“Kami beruntung ini adalah musim dingin,” kata seorang kerabat kepada Bloomberg di rumah duka Longhua Shanghai pada minggu lalu. Saat keluarga menunggu untuk mengucapkan perpisahan, bersama dengan sekitar 300 pelayat lainnya, mereka menggambarkan kesulitan yang mereka alami.
Meskipun tidak meninggal dunia karena COVID-19, kasus ledakan COVID-19 di seluruh daratan Tiongkok telah membebani krematorium, sehingga sulit bagi jenazah untuk dikremasi tepat waktu.
Menurut seseorang yang menghadiri pemakaman, Rumah Duka Longhua sudah mengumumkan pada akhir pekan lalu bahwa krematorium menerima lebih dari 500 jenazah pada hari itu, sekitar lima kali lipat dari jumlah biasanya. Sesudah berjam-jam menunggu, setiap keluarga hanya diberikan waktu lima sampai 10 menit untuk berkabung dalam upacara tanpa dekorasi apa pun. Di sebuah ruangan sempit terdapat banyak jenazah yang terbungkus kantong mayat berwarna kuning. Semuanya membuat orang yang berduka dan mendiang kehilangan martabat yang biasanya diberikan kepada mereka dalam upacara pemakaman di Tiongkok.
Seluruh Sistem Pemakaman Lumpuh
“Seluruh sistem sekarang lumpuh, terlalu banyak yang harus ditangani,” kata seorang karyawan yang menjawab telepon di krematorium Shanghai minggu lalu kepada Bloomberg.
Pemandangan serupa dialami di rumah duka di seluruh Tiongkok. Di sana, banyak keluarga yang berduka dan pekerja yang kelelahan menceritakan kisah nyata tentang korban meninggal dunia akibat wabah di Tiongkok.
Biro Urusan Sipil Distrik Tongzhou di Beijing tenggara mengatakan kepada media Tiongkok pada 22 Desember 2022 bahwa rumah duka besar di daerah tersebut mengkremasi sekitar 140-150 jenazah per hari, dibandingkan dengan 40 jenazah per hari di masa lalu.
Di Shenyang, seorang anggota staf dari perusahaan layanan pemakaman mengatakan kepada AFP bahwa jenazah harus ditinggalkan hingga lima hari karena krematorium dipenuhi dengan jenazah.
Sejak pemerintah Tiongkok meninggalkan kebijakan ‘nol COVID pada awal bulan lalu, hanya sekitar selusin kematian akibat COVID yang telah diakui secara resmi. Kurangnya transparansi telah mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk memberlakukan pembatasan pada wisatawan Tiongkok.
Kesulitan serupa dihadapi di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Guangzhou.
Kematian massal merupakan pukulan bagi Xi Jinping, yang pernah membual bahwa kebijakan “nol COVID” lebih manusiawi daripada AS dan Eropa.
Pada 20 Desember 2022, suasana di luar rumah duka di Beijing. (Noel Celis/AFP melalui Getty Images)
“Tidak Mampu Hidup di bawah Nol COVID, Sekarang Tidak Mampu untuk Mati”
Gara-gara melonjaknya jumlah kematian, rumah duka kelebihan beban dan layanan pemakaman telah mengambil kesempatan untuk menaikkan harga secara signifikan. “Calo” juga bermunculan untuk memanfaatkan peluang demi meraup Yuan.
Ketika Bloomberg News menelepon penyedia layanan pemakaman Deshunxiang Beijing, seorang karyawan mengatakan bahwa kremasi dapat diatur dalam tiga hari dengan biaya RMB.68.000 dan biaya layanan untuk kremasi pada hari yang sama adalah RMB.88.000 . Dalam keadaan normal, biaya pemakaman hanya sekitar beberapa ribu RMB.
“Jenazah ada di mana-mana.” Jika Anda tidak mencari layanan cepat, Anda harus menunggu sebulan, kata seorang staf yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
“Kami tidak mampu hidup di bawah aturan Nol COVID. Kita juga tidak bisa mati sekarang,” Bloomberg mengutip salah satu pengguna di media sosial Weibo.
Rumah Duka Longhua Shanghai: Orang-orang Mengantre untuk Mendapatkan Nomor Antrean Pada Dini Hari
Peliknya membiarkan orang yang dicintai beristirahat dengan tenang bisa semakin meningkatkan ketegangan sosial. Wawancara dengan staf rumah duka di Beijing dan Shanghai menunjukkan bahwa jumlah mayat yang menunggu untuk dikremasi telah meningkat secara dramatis, dengan tungku yang sekarang bekerja semalaman.
Di Rumah Duka Longhua di Shanghai, beberapa keluarga muncul pada pukul 3 pagi bulan lalu, berharap mendapatkan salah satu dari 200 nomor antrean yang dikeluarkan pada siang hari.
Dikarenakan lonjakan permintaan, Rumah Duka Longhua mengumumkan sistem reservasi online pada 27 Desember lalu, memungkinkan keluarga menunggu panggilan dan menghindari antrean panjang.
“Tapi tidak ada jaminan kapan kremasi akan dilakukan,” kata Seorang karyawan kepada Bloomberg, “Kami tidak bisa memberikan tanggal kremasi kepada orang-orang sekarang. Anda hanya perlu bergabung dalam antrian terlebih dahulu.
Situasinya telah menjadi begitu buruk, sehingga beberapa orang yang marah menyatakan akan mengambil tindakan sendiri.
Menurut tangkapan layar yang belum dikonfirmasi yang dibagikan secara luas di media sosial, pada tanggal 28 Desember, seorang penduduk Shanghai mengirim pesan WeChat ke grup lingkungannya yang mengatakan bahwa dia telah mencoba berbagai cara untuk mengkremasi mendiang ayahnya, tetapi tidak berhasil, jadi dia memutuskan untuk menemukan ruang kosong di lingkungannya untuk membakar jenazahnya sendiri. Warga bisa menghubungi polisi jika mereka memiliki komentar.
Menyusul protes dari daerah terdekat, pejabat setempat akhirnya turun tangan untuk memperlancar masalah tersebut, menurut tangkapan layar dari pesan tindak lanjut di obrolan grup.
Pada 22 Desember 2022, di luar rumah duka di Beijing, sebuah mobil jenazah menunggu untuk masuk. (AFP)
Orang Kaya juga Menghadapi Masa-masa Sulit
Ini adalah masa-masa sulit, bahkan untuk orang kaya. Mao Daqing adalah pendiri “Ucommune”. Ia menceritakan sulitnya mencari tempat untuk dikremasi setelah ada anggota keluarga yang meninggal mendadak.
Pada 21 Desember 2022, dia menulis di akun publik WeChat miliknya: “Kesulitan dari semua aspek pemakaman benar-benar di luar imajinasi saya.”
Bloomberg melaporkan bahwa ayah mertua Hu Angang, seorang ekonom dan profesor terkemuka di Universitas Tsinghua, meninggal dunia pada 21 Desember karena pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19, menurut akun seorang teman dekat yang diposting di Weibo. Ketika lelaki tua itu jatuh sakit, keluarga menunggu ambulans selama berjam-jam sebelum membawa lelaki tua itu ke rumah sakit. Setelah kematiannya, keluarganya mencoba untuk mengkremasi jenazahnya di Rumah Pemakaman Babaoshan.
“Babaoshan, Beijing, ada 200-300 jenazah yang menunggu untuk dikremasi setiap hari, dan hari ini kami tak bisa mengantre; tidak ada mobil pemakaman, dan anak-anak diberitahukan bahwa mereka hanya dapat mengirim jenazah ayah mereka ke Babaoshan dengan mobil pribadi. Upacara perpisahan tidak dapat diadakan, dan anak-anak ingin memberikan pemakaman yang layak kepada ayah mereka, tetapi gagal, dan satu-satunya harapan saat ini adalah ayah tua itu dapat dikremasi sendiri,” demikian bunyi postingan itu.
Hu Angang tidak menanggapi email dari Bloomberg yang meminta komentar. (hui)