Pelabuhan-pelabuhan dipadati kontainer kosong dan pabrik-pabrik bangkrut karena berkurangnya order perdagangan luar negeri
Kathleen Li dan Lynn Xu
The China Container Freight Index (CCFI) atau Indeks Kargo Kontainer Tiongkok dilaporkan anjlok di Januari setelah merosot di empat bulan sebelumnya, mengindikasikan penurunan secara keseluruhan pada tarif angkutan internasional di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok, perdagangan ekspor yang lesu, dan krisis saat perusahaan-perusahaan perdagangan luar negeri Tiongkok menghadapi kemunduran bisnis atau bahkan gulung tikar karena sepinya pesanan.
Pada 13 Februari, Pelabuhan Peti Kemas merilis CCFI untuk Januari, yang menunjukkan penurunan 11,2 persen year-over-year (YoY) dalam indeks komposit, di antaranya indeks untuk rute Eropa turun 16,7 persen, dan rute Barat AS dan Timur AS masing-masing turun 7,8 persen dan 9,8 persen.
Ini adalah penurunan month-over-month (MoM) berturut-turut sejak CCFI merosot di semua rute pada September lalu, diikuti oleh sebulan berikutnya (Oktober 2022) yang mengalami penurunan 24,8 persen YoY dalam indeks pengiriman komposit, penurunan terbesar dalam lima bulan terakhir.
CCFI adalah indikator kompleks dari tarif angkutan laut dari pelabuhan peti kemas Tiongkok ke 12 rute pengiriman di seluruh dunia, yang secara kasar mencerminkan status ekspor Tiongkok.
Kontainer Menganggur yang Menumpuk
Kementerian Transportasi Tiongkok merilis data pelabuhan pada Januari yang menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan throughput kargo di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok turun 1,9% pada Desember lalu YoY.
Namun, kenyataannya lebih buruk dari angka resmi tersebut, dengan banyak pelabuhan di Tiongkok yang sudah menumpuk lebih banyak peti kemas kosong.
Pada awal Desember lalu, jumlah peti kemas kosong di Pelabuhan Nansha, di kota Guangzhou selatan, meningkat secara dramatis, melebihi 90 persen dari jumlah peti kemas yang ditimbun di dermaga, rekor tertinggi sejak Maret 2020, selama tahap awal wabah COVID-19 di Tiongkok.
Kemudian pada awal Januari, Pelabuhan Yantian di kota Shenzhen selatan terlihat kontainer kosong menumpuk setinggi enam hingga tujuh lantai – sesuatu yang tidak pernah terlihat dalam 29 tahun sejak pelabuhan mulai beroperasi, menurut laporan 4 Januari dari media pemerintah China National Shipping.
Kelesuan besar dalam perdagangan luar negeri saat ini dimanifestasikan dalam melemahnya permintaan eksternal dan berkurangnya order, dibandingkan dengan tahun lalu yang disebabkan oleh rantai pasokan yang terputus dan ketidakmampuan untuk memenuhi kontrak. “Ini adalah perubahan yang penting,” kata Li Xingqian, direktur jenderal departemen perdagangan luar negeri di Kementerian Perdagangan, pada sebuah konferensi pers yang diadakan oleh Dewan Negara pada 2 Februari.
Prospek Ekspor
Menurut Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur untuk Januari yang diterbitkan oleh U.S. Bureau of Labor Statistics atau Biro Statistik Tenaga Kerja AS, indeks order ekspor baru naik ke 46,1, sedikit lebih tinggi daripada 44,2 pada Desember lalu.
Namun, angka ini lebih rendah dari 46,7 di bulan November lalu, kata Li Songyun, seorang ekonom yang telah lama mengamati perekonomian Tiongkok, dan menambahkan bahwa “angka ini masih di bawah 50-nilai ambang batas yang memisahkan kontraksi dan ekspansi-yang berarti bahwa order-order ekspor baru bergerak ke periode kontraksi.”
Mengenai tren ekspor Tiongkok, Li mengatakan kepada The Epoch Times pada 17 Februari bahwa “meskipun ekspor secara keseluruhan tumbuh pesat selama dua tahun terakhir, tingkat pertumbuhan mulai menurun month by month, setelah mencapai puncaknya pada Juli tahun lalu dan menjadi negatif pada Oktober, dan penurunannya semakin memburuk.”
Sebuah laporan terbaru dari Institut Ekonomi Akademi Ilmu Sosial Tiongkok memprediksi bahwa pertumbuhan ekspor negara ini akan berbalik negatif tahun ini, demikian lapor media ofisial The Paper pada 4 Februari.
Li percaya bahwa penurunan ekspor akan tetap sama tahun ini, mencatat bahwa ekspor Tiongkok
Migrasi Keluar dari Lini Manufaktur
Li Songyun menuturkan, Tiongkok kehilangan statusnya sebagai pabrik dunia, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lesunya ekspor, dan juga fakta yang cenderung dihindari oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT).
Dalam satu atau dua tahun terakhir, rantai pasokan manufaktur bergerak keluar, dan pergerakannya kini semakin melesat.
Eksodus manufaktur dapat disalahkan pada langkah-langkah anti-epidemi PKT yang ekstrem dan pemadaman listrik yang mengganggu rantai pasokan industri, serta meningkatnya konfrontasi AS-Tiongkok serta meningkatnya risiko geopolitik di Selat Taiwan.
Contoh yang paling mencolok, menurut Li, adalah penarikan rantai pasokan Apple, yang diwakili oleh Foxconn Taiwan, perakit iPhone terbesar di dunia. “Faktanya, sebagian besar pesanan ekspor daratan Tiongkok berasal dari perusahaan-perusahaan Taiwan, dan penarikan diri mereka pasti akan berdampak besar pada ekspor Tiongkok.”
Berkurangnya Order
Sejak 2022, sejumlah besar perusahaan perdagangan luar negeri Tiongkok sudah berada dalam posisi untuk menanggung beban akibat penurunan order secara drastis.
Quanzhou, yang terletak di pantai tenggara Provinsi Fujian, adalah salah satu dari 100 kota teratas di Tiongkok untuk perdagangan luar negeri. Asosiasi produsen peralatan lokal mengatakan bahwa mereka menggelar pertemuan mobilisasi pada Agustus 2022 yang bertujuan untuk “merebut order dari luar negeri” dan telah mengorganisir delegasi untuk menghadiri pameran di luar negeri untuk mendapatkan order pada September, November, dan Januari ini.
Media keuangan ofisial Tiongkok, Yicai, melaporkan pada 27 Januari bahwa sektor-sektor seperti alat-alat kebugaran, produk outdoor, dan masker di Quanzhou, Xiamen, dan Zhangzhou-semua kota di Provinsi Fujian-menderita kerugian besar karena gelombang penundaan shipment dan order yang terbengkalai di paruh pertama tahun 2022 yang menyebabkan ketidakseimbangan input bahan mentah yang berlebihan dan penumpukan inventaris.
Kebangkrutan Perusahaan
Terus menurunnya ekspor Tiongkok, dan bagi banyak perusahaan perdagangan luar negeri milik swasta, dapat menjadi rintangan besar yang akan menentukan apakah mereka dapat bertahan atau tidak.
Zhaofeng Knitting Garment Co, Ltd, misalnya, adalah salah satu korbannya. Perusahaan ini baru-baru ini bangkrut setelah lebih dari 20 tahun berkecimpung dalam bisnis perdagangan luar negeri. Pada 8 Februari, sebuah video yang menunjukkan para pekerja yang menuntut gaji mereka di luar perusahaan beredar di internet, memberikan gambaran suram tentang perdagangan ekspor yang berujung pada kebangkrutan perusahaan Tiongkok.
Salah satu perusahaan wol yang terkenal dengan jangkauan dan kekuatannya di Tiongkok Selatan, Zhaofeng Knitting Garment didirikan pada tahun 2002 di kota Dalang, pesisir kota Dongguan, yang terkenal dengan produk wolnya. Perusahaan ini memiliki area pabrik seluas 15.000 meter persegi dan lebih dari 300 karyawan.