MICHELLE PLASTRIK
Jauh sebelum franchise film “Night at the Museum”, The Metropolitan Museum of Art membuat film “ksatria di museum” Hollywood yang dinamis berjudul “A Visit to the Armor Galleries”. Film tersebut dirilis pada tahun 1924 sebagai bagian dari program untuk membuat koleksi senjata dan baju zirah spektakuler mereka menjadi hidup untuk pendidikan publik.
Adegan yang mempesona termasuk baju zirah abad pertengahan yang meninggalkan “pelindung kotak kaca”nya untuk menjawab keingintahuan pengunjung, seorang kesatria berbaju zirah lengkap di atas kuda berlari kencang melalui Central Park dengan Kastil Belvedere di latar belakang, dan para kurator mengenakan pakaiannya sendiri mulai dari helm hingga sabaton, untuk sebuah pertarungan pedang dan joust (kontes olahraga abad pertengahan di mana dua lawan menunggang kuda bertarung dengan tombak). Ada catatan tentang aktor Hollywood, Douglas Fairbanks Sr., yang terkenal dengan film bisu petualang, terkesan dengan film tersebut.
Koleksi Ronald Lauder
Pencinta materi petualang saat ini adalah pengusaha, kolektor, dan dermawan Ronald Lauder. Koleksi seni pribadi Ronald yang luas dan beragam dianggap sebagai salah satu yang terbesar di dunia, menceritakan dalam sebuah wawancara dengan Artnet News, bahwa dia telah terpesona oleh departemen persenjataan and baju zirah di museum The Met sejak dia masih remaja.
“Saya akan menghabiskan waktu berjam-jam di [museum] Met, membayangkan kisah para ksatria, raja, dan pangeran. Belakangan, saya menyadari bahwa senjata dan baju zirah memiliki keindahan tersendiri, yang mewakili patung terbaik abad ke-15 dan ke-16.”
Sejak itu Ronald telah mengumpulkan koleksi senjata dan baju zirahnya yang luar biasa, dan telah menjanjikan 91 koleksinya kepada museum The Met. Beberapa diantaranya pernah dipajang dalam pameran “Koleksi Ronald S. Lauder”, di Neue Galerie New York, yang ditutup pada 20 Maret 2023 lalu.
Untuk menghormati peringatan 20 tahun museum yang ia dirikan (terletak di bekas rumah besar Vanderbilt di Upper East Side), Ronald memamerkan 500 karya dari koleksinya. Pameran tersebut mencakup benda-benda beragam seperti mahakarya patung Yunani dan Romawi, lukisan tanah emas Italia abad ke-13 dan ke-14, benda-benda untuk Kunstkammer (kabinet keingintahuan), karya seni Austria dan Jerman modern, serta memorabilia dari film favoritnya, “ Casablanca”.
Ronald terkenal dengan manifesto pengumpulannya bahwa ada tiga kategori seni: dari yang mengesankan hingga yang menakjubkan. Dia hanya mengumpulkan dari kategori yang terakhir. Pameran ini memang dipenuhi dengan superlatif dan tablo yang memesona, seperti pajangan senjata dan baju zirah yang dikuratori di ruang berpanel kayu di lantai dua museum.
Perisai bersejarah digantung seperti lukisan di dinding, segala macam senjata dan helm bersinar dalam pengelompokan yang dinamis secara visual, dan baju zirah penuh hiasan berdiri menarik perhatian.
Keintiman ruangan memberikan kesempatan untuk melihat dengan cermat dan kurasi kreatifnya membantu penonton menghargai bagaimana pembuat baju zirah ini tidak hanya pengrajin yang bagus, tetapi juga seniman yang inovatif. Satu yang menjadi sorotan adalah 1550 Field Armor, kemungkinan dibuat untuk Heinrich V, Duke of Brunswick-Wolfenbüttel, dan dibuat dengan indah. Baju zirah lapangan yang dibuat untuk penggunaan fungsional dan, dalam hal ini, juga memiliki kualitas estetika yang tinggi.
‘Ksatria Terakhir’
Pameran ini membangkitkan ingatan pada pameran tahun 2019–2020 di The Met, “The Last Knight: The Art, Armor, and Ambition of Maximilian I” (Ksatria Terakhir: Seni, Baju Besi, dan Ambisi Maximilian I), di mana Ronald Lauder adalah pemberi pinjaman koleksinya. Seperti yang dijelaskan The Met dalam ikhtisar pameran itu, baju zirah Eropa pada abad ke15 dan ke-16 sangat penting, memainkan peran dalam ambisi politik, strategi, dan cita-cita kesatria.
Pameran Met menyatukan senjata dan baju zirah dari istana Kaisar Maximilian I (1459–1519) bersama lukisan, patung, permadani, dan manuskrip.
Peluang untuk melihat contoh fisik baju zirah di samping karya seni yang menampilkan benda-benda ini dapat sangat meningkatkan pengalaman menonton selanjutnya. Sorotan mencolok dari pameran “The Last Knight” adalah lukisan yang merupakan bagian dari koleksi permanen The Met yang berjudul “Saint Maurice”, karya pelukis maestro era Renaisans Jerman, Lucas Cranach the Elder dan bengkelnya. Saint Maurice adalah seorang komandan legiun Romawi, yang berasal dari Afrika Utara dan menjadi martir pada tahun 280 M atau 300 M. Pada abad ke-13 di Jerman, ia mulai digambarkan dalam karya seni sebagai orang kulit hitam.
Dalam lukisan Lucas Cranach, santo Kristen awal digambarkan secara anakronistik mengenakan baju zirah lapangan awal abad ke-16. The Met mencatat bahwa “shading dan artikulasi bentuk baju zirah ditangani secara sensitif” oleh sang seniman. Baju zirah dalam karya seni tersebut, pada kenyataannya, dianggap didasarkan pada yang dikenakan oleh cucu Kaisar Maximilian I, Charles V, ketika ia dimahkotai pada tahun 1520. Pedang yang dipegang Saint Maurice mungkin merupakan pedang seremonial yang dipersembahkan oleh paus kepada Maximilian. Lukisan ini adalah contoh yang menggetarkan hati tentang bagaimana senjata dan baju zirah dapat memainkan peran strategis dalam mengomunikasikan simbolisme sebuah karya seni.
Museum dan kolektor sering membeli senjata dan baju besi dari para dealer swasta. Salah satu kolektor tersebut adalah pemilik galeri Inggris, Peter Finer, yang baru-baru ini memamerkan “The Winter Show” tahunan ke-69, sebuah pameran seni, barang antik, dan desain terkemuka yang diadakan setiap Januari di New York City.
Di pameran tersebut, ada baju zirah lapangan “Maximilian” panjang tiga perempat bergalur awal yang luar biasa. Galeri tersebut mencatat bahwa perlindungan kuat Kaisar Maximilian terhadap pembuat senjata memengaruhi desain dan produksi mereka sedemikian rupa sehingga “namanya identik dengan baju besi bergalur di awal abad ke-16” dan berkontribusi pada periode ini sebagai puncak kebangkitan ksatria yang ideal.
Gagasan tentang keberanian ideal ini berlanjut hingga hari ini dengan kolektor seperti Ronald Lauder memajang dan me- nyumbangkan karya seni bersejarah. Seperti yang dikatakan Ronald dalam sebuah wawancara, “Mendukung museum dan institusi budaya telah menjadi fokus utama saya. Saya menganggap diri saya sebagai penjaga sementara dari karya-karya dalam koleksi saya, yang pada akhirnya menjadi milik publik.” (jen)
Michelle Plastrik adalah penasihat seni yang tinggal di New York City. Dia menulis tentang berbagai topik, termasuk sejarah seni, pasar seni, museum, pameran seni, dan pameran khusus