Chen Juncun
Seiring dengan semakin tingginya kesadaran pelestarian lingkungan hidup, semakin banyak orang mencari metode wisata dengan mengurangi jejak karbon (carbon footprint, red.), yakni emisi karbondioksida yang ditimbulkan akibat aktivitas individu, agar dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat berwisata, membuat dirinya dapat menikmati liburan sembari tetap melindungi bumi. Tren wisata hijau (green travel) pun mulai bangkit karenanya.
Apa yang dimaksud dengan Wisata Hijau?
Menurut surat kabar HuffPost, Manajer Proyek Lingkungan dari Sustainable Hospitality Alliance yakni Anna Decam menyatakan, wisata hijau akan lebih mampu berkembang secara berkesinambungan daripada wisata konvensional, sasarannya adalah sebisa mungkin mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan masyarakat terhadap lingkungan alami.
Decam mengatakan, melakukan wisata hijau mungkin dapat mengurangi jejak karbon Anda, konsumsi air Anda, sampah yang Anda hasilkan, serta segala dampak terhadap spesies maupun ekosistem setempat. Cara ini tak hanya dapat menekan tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada lingkungan hingga paling rendah, bahkan dapat secara aktif mendorong kemakmuran masyarakat, daerah, dan juga planet ini.
Dosen dari Toronto Metropolitan University yang juga pakar wisata bernama Rachel Dodds menjelaskan, saat ini ada banyak kosa kata yang digunakan untuk menyebut konsep ini, antara lain wisata hijau, wisata regeneratif (regenerative travel), dan wisata berkelanjutan (sustainable travel). Walaupun cara penamaannya berbeda, tapi pesan yang disampaikannya adalah sama, yakni metode wisata yang menitik-beratkan perlindungan linkungan.
Brian McMahon, seorang pakar wisata AS mengatakan, wisata hijau secara keseluruhan dapat dipandang sebagai “wisata yang bertanggung jawab (green travel)”, yang secara bersamaan mempertimbangkan faktor lingkungan, komunitas lokal, ekonomi, dan budaya wisata.
“Semua ini saling berkaitan satu sama lain, jadi Anda tidak bisa hanya membahas salah satunya dan mengabaikan yang lain. Beruntung tren wisata kini semakin mengarah ke arah perkembangan ini, sekarang masyarakat kerap melihat penginapan, maskapai penerbangan, dan biro wisata dengan bangga menunjukkan komitmen mereka yang berkesinambungan dalam hal ini,” tuturnya.
Sejak Kapan Tren Wisata Hijau Dimulai?
Wakil Direktur Tim Iklim Global dari The Nature Conservancy yakni Rebecca Benner mengemukakan, wisata hijau telah muncul cukup lama dengan berbagai wujud yang berbeda, sejak era 1980-an sudah tersedia penginapan ramah lingkungan (ecolodge). Namun beberapa tahun terakhir ini masyarakat semakin memperhatikan dampak yang ditimbulkan manusia terhadap alam, jadi ia yakin wisata hijau akan semakin mendapat sambutan, juga akan semakin diperhatikan.
Decam juga mengemukakan, masyarakat sedang menghadapi sejumlah tantangan besar, di antaranya termasuk efek rumah kaca yang menghabiskan terlalu banyak sumber daya alam. Tak terkecuali pula di sektor pariwisata, emisi karbon yang ditimbulkan dari industri ini mencapai sekitar 8% dari total emisi karbon global. Pada saat dampak yang ditimbulkan oleh manusia terhadap lingkungan menjadi semakin signifikan, perusahaan dan individu mulai tersadarkan, dan mengambil tindakan antisipasi, untuk melindungi generasi penerus di masa mendatang. Ia memberi contoh, perusahaan e-commerce wisata Booking.com pada 2023 ini telah merilis laporan yang menunjukkan, sekitar 76% wisatawan mengatakan, mereka berharap dalam setahun mendatang dapat melakukan lebih banyak perjalanan wisata yang berkelanjutan. Dibandingkan dengan setahun sebelumnya, rasio ini telah meningkat drastis.
Bagaimana Melakukan Wisata Hijau?
Paula Espinoza, Direktur Kreatif dari biro wisata Naya Traveler mengatakan, terlebih dahulu Anda harus memahami mengapa harus melakukan wisata hijau, dan membuat wisata hijau menjadi nilai-nilai Anda, dengan cara ini Anda akan lebih dapat melakukan riset dan menerapkannya. Espinoza mengusulkan kepada masyarakat agar bisa membeli kuota carbon offset untuk menurunkan emisi karbon yang tak terhindarkan, misalnya emisi karbon yang ditimbulkan akibat bahan bakar pesawat terbang.
Ketika Anda mulai mengemas barang bawaan, cobalah membawa botol yang dapat digunakan ulang, dan membawa tas belanjaan Anda sendiri saat pergi berbelanja. Matikan AC atau alat elektronik lainnya ketika tidak digunakan. Jika melihat sampah, pungut dan buanglah di tempat sampah. Saat bepergian Anda bisa menggunakan moda transportasi umum, dan memilih aktivitas yang paling rendah emisi karbonnya, seperti lintas alam, bersepeda, atau mendayung. Memastikan interaksi antara Anda dengan hewan liar dilakukan dengan benar dan bertanggung jawab. Selain itu, ketika Anda memilih hotel dan aktivitas, seharusnya Anda dapat secara langsung mempertimbangkan komunitas dan lingkungan setempat sebagai prioritas Anda. Misalnya, Anda bisa bersantap di rumah makan yang menggunakan bahan makanan hasil setempat.
Koordinator Manajemen Kuliner & Pariwisata dari University of New Haven yakn Jan Louise Jones berkata, besar atau kecilnya upaya, jika dilakukan, maka akan mendatangkan perubahan. Ia mengusulkan masyarakat agar memilih biro wisata yang memiliki visi dan misi berkelanjutan, sebisa mungkin melakukan daur ulang, menggunakan moda transportasi yang rendah emisi karbonnya, dan membelanjakan uang pada sektor usaha setempat, serta berinteraksi dengan cara yang positif dan bermakna dengan warga setempat.
Direktur Center for Sustainable Tourism dari Arizona State University yakni Kelly Bricker menghimbau wisatawan agar mendukung usaha setempat, menghormati budaya di setiap tempat tujuan wisata, dan melindungi lingkungan alam, maka dengan demikian dapat membantu masyarakat hidup dengan lebih sehat serta lebih sejahtera.
“Rekomendasi saya adalah, wajib jadikan setiap tempat yang kita datangi benar-benar sebagai tempat yang masih selalu dapat dikunjungi oleh anak cucu kita selama beberapa generasi mendatang,” pungkasnya. (sud/whs)