Bom Waktu sudah Berdetak, Beijing tak Berdaya

Menurut pemberitaan terbaru surat kabar Wall Street Journal, pada semester pertama 2023, produk yang dibeli AS dari Tiongkok terus berkurang, nilai impor telah turun ke titik terendah selama 20 tahun terakhir. Berita juga menyebutkan, setelah menganalisa data perdagangan yang dirilis oleh badan sensus penduduk, pembeli AS sedang beralih ke Meksiko dan Eropa, serta negara Asia selain Tiongkok untuk membeli produk kebutuhannya, termasuk cip komputer, ponsel pintar, busana dan lain-lain. Dari data itu dapat dilihat, menurunnya nilai impor AS dari Tiongkok adalah dampak beralihnya rantai pasokan dari puluhan industri. Sekarang ini, Meksiko telah menjadi rekan dagang pertama AS, dan Tiongkok telah merosot ke posisi ketiga.

Dengan tanpa adanya investasi, teknologi, dan produk dari AS, tanpa adanya pasar AS yang luas, bagaimana Tiongkok akan menyalip di tikungan? Bagaimana menjamin industri militer dan produk teknologi tinggi mempertahankan standarnya? Berapa banyak perusahaan yang berorientasi keluar akan gulung tikar karenanya? Berapa banyak warga akan kehilangan pekerjaan? Berapa banyak pendapatan PKT akan berkurang? Bisa dipastikan, pukulan terhadap politik, militer, dan ekonomi PKT akibat “cekikan” AS dan decoupling ekonomi ini, tidak bisa diremehkan.

2. Nasional: Perusahaan Properti dan Investasi Keuangan Satu Persatu Keok

Pada 10 Agustus lalu, perusahaan properti Evergande Group yang berlatar belakang para petinggi elite PKT berturut-turut mengeluarkan beberapa pengumuman, menyatakan total hutang mencapai 1,83 trilyun yuan, dan total asset 1,47 trilyun yuan, secara terbuka perusahaan tersebut mengakui kondisi tidak mampu membayar hutang. Bahkan sejak dua tahun lalu, Evergrande telah mengalami wanprestasi, namun berkat dilindungi oleh para petinggi PKT, masih bisa bertahan dengan disuntik dana dari perbankan. Sekarang perusahaan itu sendiri telah mengungkap aset yang dimiliki tidak cukup membayar hutang, hal ini menandakan kondisinya sangat parah.

Hanya sehari kemudian, harga saham perusahaan pengembang properti yakni Country Garden anjlok drastis, dan predikatnya diturunkan menjadi obligasi sampah. Sebelumnya, pemilik Country Garden yakni Yang Huiyan telah mengumumkan akan menyumbangkan 20% sahamnya di Country Garden kepada sebuah yayasan di Hong Kong yakni Guoqiang Foundation senilai 6,4 milyar yuan, tindakan ini bisa melindungi sebagian dananya saat diumumkan kepailitan, karena yayasan sosial tidak boleh diperhitungkan. Ada berita menyebutkan hutang Country Garden sebesar 1,65 trilyun yuan, begitu bangkrut, dampaknya akan lebih besar daripada Evergrande Group.

Seorang pekerja migran melewati People’s Bank of China di Beijing pada 1 Mei 2013. (Mark Ralston/AFP via Getty Images)

Seperti diketahui, perekonomian Tiongkok hampir 29%-nya ditopang dari sektor properti, jika kedua raksasa properti ini meledak bersamaan, bisa dibayangkan guncangannya terhadap masyarakat dan dampaknya pada ekonomi yang sudah retak.

Pada saat properti meledak, sistem investasi keuangan Tiongkok juga akan kembali mengalami masalah serius. Selain hutang bank BUMN yang tinggi, dan gejolak akibat rush money yang dialami bank di Provinsi Henan dan banyak pengusaha properti mangkrak yang mengumumkan penangguhan pembayaran kredit, pada 2 Agustus lalu juga beredar kabar bahwa grup investasi yakni Zhongzhi Enterprise Group mengalami wanprestasi senilai lebih dari 200 milyar yuan, sebelumnya grup ini juga terutama berinvestasi di sektor properti dan saham. Terimbas dampak ini, anak perusahaannya Zhongrong International Trust pada 11 Agustus lalu telah mengumumkan penghentian semua penjualan produk asetnya.

Bangkrutnya perusahaan properti dan grup investasi saling berkaitan satu sama lain, karena bisnis properti hancur, produk investasi akan hancur satu persatu, investasi saham merugi, produk investasi juga akan hancur. Sedangkan yang terefleksi adalah investor sangat kehilangan kepercayaan terhadap pasar.