Pinnacle View
Setelah pandemi COVID-19 melanda, Tiongkok mungkin salah satu negara yang paling awal mengeluarkan vaksin, serta paling banyak terjual, dan yang paling banyak disuntikkan adalah vaksin jenis Sinovac, tidak hanya disuntikkan pada warga Tiongkok, juga telah dijual ke seluruh dunia. Tetapi belum lama ini Tiongkok justru mengumumkan dihentikannya produksi vaksin Sinovac untuk selamanya.
Ada pakar Tiongkok yang menyebutkan, awalnya Sinovac dibuat untuk menanggulangi virus yang paling awal menyebar, setelah beberapa kali virus tersebut mengalami mutasi maka Sinovac pun tidak lagi efektif, benarkah sesederhana itu?
Banyak ilmuwan pakar vaksin Tiongkok, termasuk ilmuwan yang mengembangkan Sinovac telah mengalami kondisi naas, bahkan beberapa di antaranya meninggal mendadak, apakah hal itu ada kaitannya dengan dihentikannya vaksin Sinovac tersebut?
Produksi Sinovac Secara Ganjil Distop, Kualitas Diragukan, Banyak Pakar Meninggal Satu Persatu
Pemberitaan terkait banyaknya efek samping dari vaksin Sinovac buatan dalam negeri Tiongkok sebelumnya sudah sering muncul, vakni Sinovac menimbulkan banyak sekali masalah, bahkan juga banyak terjadi fenomena meninggal mendadak setelah disuntik vaksin Sinovac.
Komentator politik sekaligus pakar teknologi biokimia yakni Heng He dalam acara “Pinnacle View” di stasiun televisi NTDTV menuturkan analisanya, jika vaksin Sinovac memang efektif, dengan kecepatan pengembangan pada masa awal, maka dari vaksin tersebut dapat terus dikembangkan berbagai jenis vaksin untuk mengatasi mutasi virus yang berbeda, dan tidak sampai mengalami dihentikannya produksi, tetapi sekarang perusahaan itu sudah dihentikan secara total dan tidak lagi mengembangkan vaksin.
Sebagai sejenis vaksin yang pengalamannya begitu matang, dan menguasai pangsa pasar yang begitu besar, mendadak telah dihentikan produksinya, dijelaskan dengan alasan mutasi, sungguh tidak masuk akal. Penyebab utamanya seharusnya adalah kualitas vaksin yang bermasalah.
Sinovac diluncurkan paling awal dengan kecepatan yang mengagumkan, tidak hanya dipromosikan ke seluruh dunia, bahkan dijadikan taktik diplomasi vaksin. Sekarang pihak penguasa kembali mempromosikan vaksin jenis lain dengan berbagai keunggulannya. Berarti kualitas jenis vaksin dengan virus non aktif yang dulu dipromosikan oleh pemerintah adalah palsu. Kecuali pemerintah menjelaskan bahwa kualitas vaksin jenis ini tak layak atau proses produksi vaksin mengalami masalah, jika tidak, maka akan sangat sulit menjelaskannya.
Produser televisi independen Li Jun dalam acara “Pinnacle View” menyatakan, saat vaksin Sinovac ini baru saja diluncurkan sudah menuai banyak keraguan, kasus kematian mendadak setelah disuntik vaksin juga sangat tinggi. Hong Kong pada 2022, pernah melakukan statistik, dan dari 1.300 pasien yang meninggal akibat vaksin, 87% di antaranya disuntik dengan Sinovac.
Beberapa waktu lalu ada pemberitaan yang menyebutkan, di kota Nantong Provinsi Jiangsu ada seorang warga bernama Jiang Yong (nama samaran) mengatakan bahwa satu dua tahun belakangan ini belasan orang sanak keluarganya meninggal mendadak setelah divaksin. Pamannya pada pagi hari divaksin, sore hari setibanya di rumah merasa tidak enak badan, lalu malamnya meninggal dunia. Bibinya bersikukuh mendapatkan vaksin ketiga, sekembalinya di rumah dia mendadak merasa kepayahan, lalu diantarkan ke rumah sakit, dan meninggal dunia akibat pendarahan otak.
Namun pemerintah Tiongkok tidak mengizinkan adanya kecurigaan. Di internet ada kasus anak perempuan berusia 12 tahun meninggal dunia dua hari setelah divaksin. Ibunya meminta penjelasan kematian putrinya, pemerintah justru menangkapnya. Ada lagi berita beredar di internet, tentang warganet yang ibunya meninggal mendadak setelah divaksin dan ia sebarkan di medsos Weibo, akibatnya dia ditangkap polisi dan dipaksa untuk mengaku telah berbohong. Ia berkata, “Ibuku telah meninggal, bagaimana bisa saya berbohong tentang kematian ibu saya?”
Li Jun juga mengemukakan suatu fenomena aneh yang terjadi belakangan ini, yakni sekelompok pakar vaksin Tiongkok berturut-turut meninggal dunia. Pada 1 Oktober 2023 lalu, Cao Xiaobin, raja vaksin COVID-19 dari Beijing Sinovac Biotech Ltd. meninggal dunia di usia hanya 45 tahun.
Pada 27 Oktober 2023, kepala ilmuwan CDC Tiongkok yakni Wu Zun’you meninggal dunia di usia 60 tahun. Pakar virus dari Wuhan University bernama Wu Jianguo juga mendadak meninggal dunia pada Oktober juga. Sebelumnya sejumlah pakar vaksin COVID-19 yang telah lebih dulu meninggal dunia adalah Zhao Zhendong (53), Zeng Bing (52), Liu Bin (37), dan pakar penelitian uji asam nukleat (PCR) bernama Bai Xiaohui (42). Mereka semua adalah para ahli yang terkenal di bidang penelitian vaksin dan virus di Tiongkok, yang meninggal dunia berturut-turut di usia yang relatif tidak begitu tua.
Mengenai para pakar yang meninggal mendadak, Heng He juga secara khusus menyebutkan tentang seorang pakar vaksin dari Academy of Military Medical Sciences yakni Zhou Yushen, sejak sebulan lebih pandemi itu merebak, ia adalah yang pertama mengajukan hak paten atas vaksinnya, tapi beberapa bulan kemudian ia mendadak meninggal dunia.
Pembawa acara “Pinnacle View” yakni Shi Shan mengatakan, awalnya setelah pandemi merebak di Wuhan, pihak militer mengirimkan seorang perwira wanita berpangkat mayor jenderal untuk memimpin sekelompok ilmuwan biokimia ke Wuhan. Vaksin yang dikembangkan oleh pihak militer, diinjeksikan secara terbuka terhadap setiap pakar, termasuk mayor jenderal wanita tersebut. Mereka adalah orang yang paling besar dosis vaksinnya, dan paling sering disuntik vaksin.
Vaksin Masuk Rantai Korupsi, Bahaya Vaksin Asli Lebih Besar daripada Vaksin Palsu
Mengenai kasus kematian akibat vaksin dari Tiongkok, pemimpin redaksi The Epoch Times bernama Guo Jun berkata dalam acara “Pinnacle View”, seorang teman baiknya di Hong Kong divaksin pada siang hari, lalu meninggal di sore hari itu. Informasi lebih rinci mengenai kasus ini bisa ditemukan di surat kabar Hong Kong, karena pihak pemerintah Hong Kong telah menetapkan, informasi seperti ini harus dipublikasikan, tidak seperti PKT yang tidak pernah mengungkap data mengenai efek samping setelah disuntik dengan dua jenis vaksin jenis Sinovac dan juga Sinopharm.
Guo Jun mengatakan, seorang kerabatnya yang lain setelah divaksin juga mengalami Lung Nodule. Ada teman di daratan Tiongkok yang mengatakan, dirinya lebih rela disuntik dengan vaksin palsu yang mungkin isinya hanya air suling, daripada disuntik dengan vaksin asli buatan Tiongkok yang berefek samping bahkan berisiko mengakibatkan kematian itu.
Banyak pekerja medis di Tiongkok yang sebenarnya tidak divaksin. Dia mengenal sejumlah pekerja medis yang menolak mentah-mentah dirinya divaksin. Khususnya para profesional yang meneliti vaksin tersebut. Dia juga memperoleh informasi yang mengatakan, para pejabat tinggi PKT, khususnya pejabat setingkat deputi nasional ke atas, mereka tidak divaksin dengan vaksin produksi dalam negeri, juga tidak divaksin dengan vaksin buatan luar negeri. Sejumlah pakar medis menganalisa, diterapkannya kebijakan Nol COVID secara ketat oleh petinggi PKT, adalah dikarenakan mereka sendiri tidak divaksin, dan tidak mau ada kontak dengan lingkungan yang ber-virus.
Ada kabar menyebutkan, Wakil Direktur Komisi Kesehatan Beijing bernama Lu Ming telah dilengserkan, karena menerima suap dari Sinovac Biotech, membiarkan vaksin yang tidak memenuhi syarat beredar di pasaran. Masalah vaksin Tiongkok sebenarnya tidak hanya masalah proses pengembangannya, masalah pada proses produksi dan distribusinya juga sangat serius. Vaksin virus seharusnya dibekukan, tapi biaya penyimpanan beku itu sangat tinggi, banyak vaksin menjadi rusak karena tidak disimpan dengan baik dalam penyimpanan beku, tapi tetap saja disuntikkan pada manusia. Di bawah pemerintahan dengan pola aksi seperti pemerintah Tiongkok ini, masalah seperti ini sulit diselesaikan.
Baru-baru ini dalam rapat besar Komisi Pusat Inspeksi Disiplin, pemimpin PKT Xi Jinping mengemukakan, dalam lima bidang utama anti korupsi yang difokuskan tahun ini meliputi biofarmasi. Mengapa farmasi menjadi fokus pemberantasan korupsi? Pimred The Epoch Times Guo Jun menyatakan, selama empat tahun virus COVID-19 ini menyebar, segala bisnis di Tiongkok mengalami depresi, hanya bidang farmasi yang meraup keuntungan besar, salah satunya adalah vaksin, termasuk juga reagen PCR, berbagai produk sanitasi, juga alat-alat medis, antara lain ventilator, masker, dan lain-lain. Yang lebih hebat lagi adalah membangun kabin bergerak juga salah satu industri besar. Belum lagi berbagai jenis obat-obatan untuk menyembuhkan COVID-19 yang belum tentu efektif. Ada yang mempromosikan dengan status seorang pakar, yang sebenarnya mempromosikan obat yang dimiliki sahamnya oleh keluarganya. Hal semacam ini terus berkembang di internal PKT, dan menimbulkan reaksi keras, jadi para produsen obat tahun ini mungkin akan mengalami kejadian tidak mengenakkan.
Pandemi Gelombang Baru Kompleks & Ganas, Pandemi Tanda Pergantian Dinasti
Sejak akhir tahun lalu di Tiongkok terjadi gelombang pandemi baru yang diawali dengan banyaknya anak-anak yang mengalami demam panas. Kemudian pandemi dari anak-anak itu menyebar pula ke kaum muda dan kalangan usia paruh baya. Pandemi kali ini menyerang lebih ganas. Belakangan ini berbagai pelosok di Tiongkok terjadi banyak fenomena kasus kematian mendadak. Termasuk sejumlah kota besar seperti Beijing juga demikian, dan karena banyak sekali warga meninggal dunia pada saat hampir bersamaan, krematorium kembali beroperasi 24 jam seperti masa puncak pandemi sebelumnya.
Heng He mengomentari, secara teoritis, setelah divaksin kekebalan tubuh akan dapat dirangsang. Tapi dalam praktiknya bukan berarti setelah divaksin akan terbebas dari masalah.
Tingkat efektivitas vaksin berikut berbagai macam efek sampingnya harus diamati dan diperiksa dengan uji klinis jangka panjang. Tiongkok dengan cepat mengeluarkan vaksin yang harus disuntikkan pada setiap orang, sebenarnya sama artinya dengan tidak melakukan uji klinis, langsung melakukan eksperimen cepat berskala besar terhadap sekelompok manusia.
Berdasarkan hukum, melakukan eksperimen harus dengan sukarela. Tapi di Tiongkok tak bisa dibiarkan ada suara yang berbeda, warga tidak ada hak untuk bersuara, vaksin apapun yang disuntikkan harus diterima oleh warga.
Masalah di Tiongkok adalah pemerintah yang tidak transparan, semua orang tidak mendapat informasi yang pasti, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dalam kondisi pandemi seperti ini, pasti didominasi satu macam virus tertentu, walaupun terdapat juga virus lain, tergantung besar kecil komposisinya, apakah mencapai taraf pandemi, apakah beberapa jenis virus menyebar bersamaan, ini sama sekali tidak kita ketahui, inilah yang dimaksud dengan pemerintah tidak transparan dan tidak bertanggung jawab, inilah yang menyebabkan masalah ini terlihat sangat membingungkan.
Jika dikatakan seseorang terjangkit beberapa macam virus adalah suatu fenomena umum, maka yang harus dipertimbangkan lagi adalah satu kemungkinan lainnya, yaitu imunitas warga Tiongkok rata-rata telah menurun, maka penurunan imunitas ini apakah ada kaitannya dengan metode pengobatan atau pencegahan tertentu yang diterapkan oleh pemerintah. Ini adalah suatu faktor sosial yang sangat kompleks.
Pandemi 1918, telah mengalami 3 puncak gelombang dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, tapi setelah 3 puncak gelombang itu mendadak lenyap tak berbekas. Tidak seperti kali ini walaupun awalnya tingkat kematian tidak begitu tinggi, tapi terus berlanjut berkepanjangan, dan sepertinya tidak ada kemungkinan akan menghilang.
Maka dalam sejarah manusia, berbagai jenis pandemi yang meraja-lela, acap kali baru akan berakhir setelah terjadi pergantian dinasti. Pandemi flu Spanyol juga berhenti seiring dengan berakhirnya PD-I, begitu perang usai penyakit itu pun lenyap. (sud/whs)