Terungkap Apa yang Dialami Pesawat Singapore Airlines Selama Turbulensi

The Associated Press

Pesawat  Singapore Airlines yang mengalami turbulensi parah pada minggu lalu mengalami perubahan besar dalam gaya gravitasi dalam waktu kurang dari lima detik. Insiden tersebut kemungkinan besar menyebabkan luka-luka pada penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman di kursi mereka. Hal demikian diungkapkan menurut laporan awal pada Rabu 29 Mei dari Kementerian Transportasi Singapura.

Pesawat tersebut turun setinggi 178 kaki (54 meter) dalam waktu kurang dari satu detik, yang “kemungkinan besar menyebabkan para penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman melayang di udara” sebelum akhirnya turun kembali , demikian ungkap Kementerian Transportasi.

Seorang pria Inggris berusia 73 tahun meninggal dunia akibat dugaan serangan jantung dan puluhan lainnya terluka setelah pesawat Boeing 777, yang terbang dari London ke Singapura pada 21 Mei lalu, mengalami turbulensi yang membuat orang-orang dan barang-barang di dalam kabin terlempar. Pesawat dengan 211 penumpang dan 18 awak tersebut melakukan pendaratan darurat di Bangkok.

Kementerian Transportasi Singapura mengatakan bahwa para penyelidik, termasuk dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, Administrasi Penerbangan Federal, dan Boeing, telah menyusun kronologi kejadian berdasarkan analisis awal data penerbangan dan perekam suara kokpit.

Temuan awal menunjukkan bahwa ketika pesawat melaju di ketinggian sekitar 37.000 kaki di atas Myanmar bagian selatan, pesawat mulai mengalami sedikit getaran akibat perubahan gaya gravitasi, kata kementerian tersebut. Ketinggian pesawat meningkat – kemungkinan disebabkan oleh aliran udara, bukan karena tindakan pilot – menyebabkan sistem autopilot mendorong pesawat kembali turun ke ketinggian yang dipilih, demikian bunyi laporan itu.

Para pilot juga menyadari adanya peningkatan kecepatan udara yang tidak diperintahkan, yang berusaha mereka periksa dengan mengulurkan panel yang disebut rem kecepatan, dan “pilot memberitahukan bahwa tanda kencangkan sabuk pengaman telah diaktifkan.”

Beberapa detik kemudian, pesawat mengalami penurunan tajam yang menyebabkan penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman keluar dari tempat duduk mereka sebelum kembali jatuh.

“Rangkaian kejadian ini kemungkinan besar menyebabkan luka-luka pada kru dan penumpang,” kata laporan itu.

Pilot melepaskan autopilot untuk menstabilkan pesawat, kata laporan itu, dan menerbangkannya secara manual selama 21 detik sebelum kembali ke autopilot.

Pesawat turun dengan normal dan terkendali serta tidak mengalami turbulensi lebih lanjut hingga mendarat di Bangkok hampir satu jam kemudian, kata kementerian Singapura, seraya menambahkan bahwa penyelidikan sedang berlangsung.

Para penumpang menggambarkan “teror yang mengerikan” saat pesawat berguncang, barang-barang beterbangan dan orang-orang yang terluka tergeletak tak berdaya di lantai pesawat.

Sebanyak 26 orang masih dirawat di rumah sakit di Bangkok pada Rabu. Pihak berwenang rumah sakit sebelumnya mengatakan bahwa korban cedera termasuk kerusakan tulang belakang atau sumsum tulang belakang, cedera tengkorak atau otak serta kerusakan pada tulang atau organ dalam.

Belum diketahui secara pasti menyebabkan turbulensi tersebut. Kebanyakan  menghubungkan turbulensi dengan badai besar, tetapi penyebab paling berbahaya adalah apa yang disebut turbulensi udara jernih atau Clear Air Turbulence (CAT). Geseran angin dapat terjadi di awan cirrus yang halus atau bahkan di udara yang jernih di dekat badai petir, karena perbedaan suhu dan tekanan menciptakan arus udara yang bergerak cepat dan kuat.

Menurut laporan tahun 2021 dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, turbulensi menyumbang 37,6 persen dari semua kecelakaan pada maskapai penerbangan komersial yang lebih besar antara tahun 2009 dan 2018. Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengatakan bahwa terdapat 146 cedera serius akibat turbulensi dari tahun 2009-2021. (asr)