Jumlah Mahasiswa Amerika Serikat  yang Belajar di Tiongkok Anjlok Hingga 90% Karena Tingginya Risiko 

oleh Li Haoyue

Ketika hubungan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok menjadi semakin tegang, ditambah lagi pemerintah komunis Tiongkok mengkampanyekan gerakan kontra-intelijen secara nasional dan memperketat kontrol sosial, menyebabkan jumlah orang asing yang bepergian ke Tiongkok, termasuk mahasiswa dari Amerika Serikat yang belajar di Tiongkok menurun tajam. Terutama dalam beberapa tahun terakhir, jumlah mahasiswa dari Amerika Serikat telah anjlok sebesar 90%. Saat ini semakin sulit untuk menemukan mahasiswa Amerika Serikat di kampus-kampus universitas Tiongkok.

Meskipun tidak ada data resmi mengenai jumlah mahasiswa Amerika Serikat yang sedang belajar di Tiongkok, tetapi Duta Besar AS untuk Tiongkok Nicholas Burns saat berpidato bulan lalu pernah menyinggung, bahwa jumlahnya sekitar 800 orang. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri juga mengklarifikasi bahwa jumlah tersebut hanya mewakili siswa yang mengambil kursus kredit perguruan tinggi.

Sementara itu, menurut data terbaru Institute of International Education (IIE), ada sekitar 290.000 orang pelajar Tiongkok yang belajar di Amerika Serikat pada tahun ajaran 2022-2023.

Daya tarik mahasiswa AS belajar di Tiongkok turun dari peringkat 7 ke luar 20 besar 

Data Institute of International Education mencatat, bahwa jumlah mahasiswa AS yang belajar di Tiongkok dalam 1 tahun akademik terakhir sebelum pandemi COVID-19 adalah 11.000 lebih orang. Hal ini menjadikan Tiongkok sebagai negara tujuan studi non-Eropa terpopuler bagi para pelajar AS yang ingin belajar di luar negeri. Oleh karena itu Tiongkok sebagai negara tujuan belajar terpopuler ke-7 bagi pelajar AS.

Setelah pandemi COVID-19 melanda luas, Tiongkok menerapkan penutupan diri terhadap sebagian besar orang asing. Jadi data pada Juni 2023 tercatat bahwa, popularitas belajar di Tiongkok bagi mahasiswa AS sudah berada di luar peringkat 20 besar. Demikian “Wall Street Journal” melaporkan.

Namun mahasiswa AS yang belajar di seluruh Tiongkok tidak kunjung balik ke kampus universitas untuk memulai lagi belajar sejak Beijing mencabut lockdown ketat epidemi pada akhir tahun 2022, walau Beijing dan Washington berjanji untuk membangun kembali pertukaran antara masyarakat biasa kedua negara. Bahkan Xi Jinping saat bertemu dengan Joe Biden pada pertemuan puncak  November tahun lalu juga mengatakan, bahwa Tiongkok berharap dapat menarik 50.000 orang pelajar dari Amerika Serikat untuk belajar di Tiongkok dalam 5 tahun ke depan.

Menurut laporan “Wall Street Journal” pada  Kamis (4 Juli), Wu Xinbo, seorang profesor di Universitas Fudan, Shanghai yang telah mengajar mata kuliah kebijakan luar negeri Tiongkok selama lebih dari 10 tahun, mengatakan bahwa mahasiswa dari Amerika Serikat selama ini menyumbang sepertiga dari jumlah mahasiswa negara asing. Namun setelah kelas kuliah kembali normal tahun lalu, tidak ada satu pun mahasiswa dari Amerika Serikat di antara lebih dari 30 lebih siswa di kelasnya.

Mahasiswa AS patah semangat karena di bawah pemerintahan PKT risiko meningkat, kemerosotan ekonomi mengurangi peluang

Sejak  Juli tahun lalu PKT menerapkan UU. Kontra Intelijen yang menargetkan orang asing, Kementerian Luar Negeri AS mengeluarkan peringatan “Reconsider travel” risiko Tingkat 3, (nomor 2 setelah “Do Not Travel”) yang menempatkan Tiongkok pada status negara yang perlu mendapatkan kembali pertimbangan untuk dikunjungi bagi warga negaranya. Ada pun alasannya adalah warga asing berpotensi menghadapi risiko salah ditangkap selain adanya penegakan hukum yang sewenang-wenang.

Menurut Wall Street Journal, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya telah berfokus pada usaha untuk memperluas pertukaran antar masyarakat kedua negara, namun pihak berwenang Tiongkok tidak secara konsisten menunjukkan kerjasamanya dalam upaya untuk membangun jembatan komunikasi antara kedua bangsa.

Juru bicara tersebut menambahkan bahwa sejak KTT November tahun lalu, banyak kelompok pemuda Amerika Serikat telah berpartisipasi dalam kunjungan jangka pendek ke Tiongkok yang didanai oleh Beijing.

“Kami membutuhkan lebih banyak pelajar Amerika Serikat yang pergi ke Tiongkok untuk belajar bahasa Mandarin, mempelajari budaya Tiongkok, dan menjadi generasi ahli Tiongkok berikutnya”, ujar juru bicara Kemenlu AS.

Namun kaum muda AS enggan pergi ke Tiongkok karena berkurangnya peluang akibat kelesuan ekonomi dan ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Banyak pelajar AS yang tertarik pada studi Tiongkok atau mendalami bahasa Mandarin dengan pergi ke Taiwan.

Pada  Februari tahun ini, otoritas Tiongkok merevisi “Undang-undang tentang Perlindungan Rahasia Negara”, yang mulai berlaku pada 1 Mei tahun ini. Undang-undang kerahasiaan yang baru ini semakin memperluas cakupan kendali, bahkan rahasia kerja pun termasuk dalam lingkup kerahasiaan, juga membatasi perjalanan atau mempekerjakan personel rahasia ke luar negeri, dsb.

Pada 12 April, Kementerian Luar Negeri AS memperbarui peringatan perjalanan warga menuju Tiongkok daratan, Hongkong, Makau, tetapi masih mempertahankan peringatan risiko tingkat ke-3 untuk Tiongkok daratan dan Makau. Alasan utamanya adalah bahwa pihak berwenang Tiongkok telah meningkatkan penerapan larangan keluar terhadap para bankir dan eksekutif.

Selain itu, pada  Juni tahun ini, 4 orang guru Amerika Serikat dari “Cornell College” di Iowa telah mengalami penusukan saat mengunjungi sebuah taman di Kota Jilin, Tiongkok. Banyak media di Amerika Serikat yang memberitakan secara luas mengenai hal ini. Beberapa netizen percaya bahwa hasutan sentimen anti-WN Asing dan Anti-AS yang kerap dihembuskan oleh media resmi Partai Komunis Tiongkok mungkin menjadi penyebab utama tragedi tersebut.

Juga terjadi di bulan lalu, seorang ibu dan anak berkebangsaan Jepang yang ditikam oleh seorang pria Tiongkok di halte bus sekolah di Suzhou, Provinsi Jiangsu. Seorang wanita warga Tiongkok yang berusaha menghentikan tindakan tersangka justru tertikam dan meninggal dunia karena lukanya yang serius.

Laporan terbaru dari Institute of International Education (IIE) menunjukkan bahwa hasil surveinya tahun lalu menunjukkan, bahwa kurang dari 30% perguruan tinggi dan universitas Amerika Serikat yang bersedia mengirim mahasiswanya ke Tiongkok. (sin)