Kaum Muda Tiongkok Kini Memilih Berhenti Berkerja Tanpa Pertimbangan, Bosan dengan Kehidupan 2 Titik dalam Segaris

oleh Lin Yan

Kaum muda Tiongkok sudah bosan dengan kehidupan kerja berintensitas tinggi yang “2 titik dalam segaris”, kini mereka memilih untuk berhenti bekerja tanpa pertimbangan lebih jauh. “2 titik dalam segaris” tak lain adalah rute perjalanan antara rumah dengan tempat kerja yang harus ditempuh setiap hari.

Ada banyak diskusi hangat tentang berhenti bekerja tanpa pertimbangan di media sosial daratan Tiongkok “Weibo”. Misalnya, ada yang bertanya : “Berapa banyak uang simpanan sebaiknya dimiliki sebelum berhenti bekerja ?”, “Tiga hal penting yang perlu dipikirkan sebelum berhenti bekerja”, “20 pekerjaan yang perlu dicoba setelah berhenti bekerja”, dan lain sebagainya. Berhenti bekerja yang dimaksudkan di sini adalah resign dari pekerjaan secara tiba-tiba tanpa mempertimbangkan ada tidaknya pekerjaan berikutnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, karena harus berjibaku dengan jam kerja yang panjang dan upah yang rendah, membuat kaum muda Tiongkok menggunakan media sosial untuk berbagi pemikiran mereka tentang hidup, pekerjaan, dan arti kehidupan manusia.

“Mendapatkan pekerjaan yang layak di perusahaan teknologi besar adalah impian umum bagi generasi muda yang lulus dari universitas elit”, kata Jenny Chan, seorang profesor sosiologi dari Universitas Politeknik Hongkong kepada reporter “Business Insider”.

Namun, agar bisa sukses di industri teknologi Tiongkok yang penuh dengan kesulitan, Anda perlu mencurahkan seluruh waktu dan energi Anda untuk mencapainya. Ini akhirnya yang mengaburkan batasan antara kepentingan pekerjaan dengan keluarga, katanya.

Laurence Lim, pendiri “Cherry Blossoms Intercultural Branding”, sebuah perusahaan konsultan pemasaran di New York, juga mengatakan kepada “Business Insider”, bahwa kemerosotan ekonomi dan budaya perusahaan telah membuat generasi muda Tiongkok merasa bahwa mereka hanya dijadikan roda penggerak dalam mesin perusahaan besar.

“Mereka sering merasa kecewa dan kehilangan semangat,” kata Laurence Lim.

Hal terpenting dalam hidup bukanlah bekerja

Perasaan monoton dan letih berlebihan membuat sebagian kaum muda benar-benar sulit untuk beradaptasi dengan keadaan. Akhirnya mereka memposting di Internet video dirinya yang resign tanpa pertimbangan, dengan harapan bisa beradaptasi dan menyesuaikan sikap diri mereka melalui pergi “mengungsi” ke tempat jauh untuk jangka waktu tertentu, alias keluar dari kenyataan.

Dalam kolom diskusi di Weibo dengan tag “Seorang perawat muda yang sudah 6 tahun bekerja di rumah sakit tersier tiba-tiba meninggalkan pekerjaannya”, seorang dokter menulis begini : “Silakan saja pergi jika memang tidak lagi mau bekerja. Pergilah ! Bahkan saya sendiri juga termasuk yang bertindak serupa. Saya merasa seperti akan mati jika saya tidak melakukannya. Setelah berhasil pergi dunia terasa lebih luas. Saya percaya tidak akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain jika aku memiliki pengalaman kerja di rumah sakit tersier”.

Banyak diskusi tentang berhenti bekerja tanpa pertimbangan di Weibo. Salah satu netizen mengatakan bahwa dia memilih berhenti bekerja karena terdorong keinginan untuk sementara waktu bisa keluar dari kondisi tertekan.

“Dalam dua tahun terakhir, gaji saya dinaikkan setiap enam bulan, tapi pendapat saya tetap berupa, hal terpenting dalam hidup saya bukanlah bekerja”, tulisnya.

Dia membagikan rencananya setelah meninggalkan pekerjaannya, yakni belajar bahasa Inggris, berolahraga, menjadi koki yang baik, dan berwisata untuk “melihat semua pemandangan indah yang belum pernah saya jumpai”.

Seperti kalimat yang cukup populer di Internet : “Selagi sudah melepaskan pekerjaan dan punya waktu, temukan kembali saat-saat indah di masa lalu yang hilang dirampas oleh pekerjaan !”

“Saya tidak tahu apakah hidup saya akan lebih baik setelah saya berhenti bekerja tanpa banyak pertimbangan. Tetapi saya tahu bahwa jika saya tetap begitu, tidak berani berubah, maka hal-hal yang tidak berani saya lakukan ketika saya berusia 28 tahun akan menyertai saya sampai tua”, tulis orang tersebut. “Hidup ini singkat dan tidak ada waktu yang lebih baik daripada sekarang”.

Pandangan masyarakat Tiongkok terhadap tindakan berhenti bekerja tanpa pertimbangan

Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi muda sekarang lebih cenderung mempertanyakan status quo karier mereka melalui media sosial dan mendapatkan empati.

Sebelum fenomena berhenti bekerja tanpa pertimbangan ini, kaum muda Tiongkok banyak yang memilih “Tang ping” (tren yang disebut sebagai penentangan terhadap penekanan masyarakat Tiongkok untuk kerja keras). Saat ini, muncul kata kunci populer baru di Internet – “Gai Liuzi”. Ini adalah istilah dialek Timur Laut yang digunakan untuk menertawakan diri sendiri yang tidak memiliki rencana dalam hidup kecuali menjalankan rutinitas keseharian.

“Ini adalah cerminan dari sikap santai generasi muda sekarang yang bangga dengan kemampuan mereka melepaskan diri dari hiruk pikuk tradisional demi menikmati hidup”, kata Laurence Lim.

Namun prospek pekerjaan bagi kaum muda di Tiongkok saat ini memang tidaklah bersahabat. Menurut data dari Biro Statistik Nasional Tiongkok, tingkat pengangguran pemuda usia 16 hingga 24 tahun pada Desember 2023 adalah sebesar 14,9%, tingkat pengangguran pemuda usia 25 hingga 29 tahun adalah 6,1%, dan tingkat pengangguran penduduk usia 30 hingga 59 tahun adalah 3,9%.

Oleh karena itu, di media sosial, kita juga dapat menemui postingan dari para senior yang menegur generasi muda agar tidak bertindak gegabah berhenti bekerja tanpa pertimbangan.

“Dalam masyarakat seperti Tiongkok saat ini, tidak banyak peluang untuk melakukan trial and error dan menyia-nyiakan peluang dalam kehidupan individu”, demikian bunyi salah satu postingan. (sin)