25 Tahun Penindasan Terhadap Falun Gong, Ketua Umum YLBHI :  Kita Harus Beri Dukungan, Indonesia Jangan Tunduk untuk Ikutan Melarang

JAKARTA –  Memasuki 20 Juli 2024, penganiayaan dan penindasan yang dialami oleh praktisi Falun Gong telah berlangsung selama 25 tahun di Tiongkok. Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyerukan kepada semuanya agar memberikan dukungan dan pemerintah juga diimbau untuk tidak ikut terlibat dalam menindas para pengikut latihan tersebut. 

“Jadi, kita harus kasih dukungan kepada para praktisi Falun Gong untuk terus berjuang dan mendesak pemerintah China (Tiongkok) untuk menghentikan praktek kekerasan dan penyiksaan lainnya kepada praktisi Falun Gong,” ujarnya dalam sebuah kesempatan. 

Ia juga mengutarakan,  LBH/ YLBHI sudah lama mendampingi dan menemani rekan-rekan praktisi Falun Gong dalam mencoba mengkampanyekan dan menjelaskan ke publik bahwa praktisi Falun Gong  mengalami represi, kekerasan serta penyiksaan yang luar biasa di Tiongkok. 

Penindasan ini, kata Isnur, memiliki banyak bukti yang terjadi pada era Jiang Zemin Hingga Xi Jinping. Namun demikian, sangat disayangkan masih banyak yang belum mengetahui praktik penindasan tersebut. 

BACA JUGA : Peringatan 25 Tahun Penganiayaan Terhadap Falun Gong  : Komisioner Komnas HAM RI Anis Hidayah Bicara Tentang Konvensi Anti Penyiksaan PBB

BACA JUGA Lebih dari 20 Organisasi Mengirimkan Surat Bersama yang Menyerukan kepada PM Australia untuk Menghentikan Penganiayaan Terhadap Falun Gong di Tiongkok

BACA JUGA : Praktisi Falun Gong Mencari Bantuan Masyarakat Internasional untuk Menyelamatkan Wanita yang Diculik di Tiongkok karena Keyakinannya

BACA JUGA : Penyintas yang Selamat dari Pengambilan Organ Secara Paksa Partai Komunis Tiongkok Berbicara di Washington,  Menceritakan Langsung Pengalamannya

BACA JUGA : Peringatan 25 Tahun Anti Penganiayaan dan Penindasan Terhadap Falun Gong  Secara Global : Seruan Anggota Kongres AS Greg Stanton dan Legislator Taiwan Huang Shan-shan

Ia juga menyerukan agar pemerintah Indonesia memberikan hak sama kepada para praktisi Falun Gong dalam rangka menyuarakan tuntutan mereka agar penindasan yang dialami para rekan mereka segera dihentikan.  

“Pun di Indonesia, pemerintah harus memberi ruang yang bebas, ruang yang inklusif, ruang yang menjamin hak berekspresi aktivis Falun Dafa tersebut, untuk mereka menyampaikan aksinya, kita menjamin kebebasan berekspresi, demonstrasi,” ujarnya. 

Selain itu,  Isnur menyerukan kepada pemerintah agar tidak ikut serta dalam praktek pelarangan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh para praktisi Falun Gong.  

“Oleh karena itu, Indonesia jangan mau tunduk, jangan mau takut, jangan mau ditekan oleh kedutaan dan diplomat China untuk melarang Falun Gong menyampaikan ekspresinya.,” tegasnya. 

BACA JUGA : 25 Tahun Penindasan Terhadap Falun Gong, Koordinator KontraS :  Penyiksaan Ini Tidak Manusiawi dan Dijauhi Seluruh Masyarakat Internasional Modern

Lebih jauh lagi, Isnur menuturkan  bahwa Indonesia harus mendukung perjuangan hak asasi manusia dari para praktisi Falun Dafa. Langkah ini, kata dia, bisa dilakukan oleh kalangan  masyarakat sipil secara luas, para pelajar,  mahasiswa,  guru,  dosen dan seluruhnya atas dasar bahwa setiap kekerasan serta pelanggaran HAM yang terjadi pada setiap warga negara merupakan pelanggaran HAM menyeluruh pada umat manusia. 

“Kita harus sama-sama berteriak, sama-sama menjaga, sama-sama melindungi. Semoga, teman-teman Falun Gong (Falun Dafa) di Indonesia terus konsisten, bisa terus menyuarakan dan mencari cara bagaimana bisa terus bertahan di tengah represi seperti itu,” imbuhnya.

Tak hanya dalam skala nasional, Isnur menyerukan agar ada tindakan nyata dalam kancah internasional oleh lembaga dunia sebagai rangka mendorong pemajuan Hak-hak asasi manusia.  Bahkan tindakan tersebut, kata dia, sudah semestinya dilakukan oleh negara-negara lainnya di dunia.  

“Badan HAM internasional, baik itu Komite HAM maupun Dewan HAM PBB, harus melakukan serangkaian penyelidikan yang serius, dilakukan upaya-upaya proteksi, upaya perlindungan terhadap segenap praktisi Falun Gong, jangan sampai ada anak manusia di belahan bumi China yang tak terlindungi oleh Badan HAM PBB. Dan negara-negara dan pemerintah lain harus membantu para praktisi Falun Gong untuk bersuara di level internasional,” katanya. 

Pada kesempatan itu, Isnur menegaskan pemuliaan terhadap hak atas asasi manusia  berlaku bagi semua manusia tanpa membedakan apapun. 

“Dengan demikian tidak ada standar ganda. Tidak ada warga negara, manusia yang mendapatkan represi, penganiayaan dan penyiksaan tanpa perlindungan. Karena hak asasi manusia untuk semua,” tegasnya. 

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan spiritual yang melibatkan lima perangkat latihan meditasi dan ajaran moral yang didasarkan pada prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar. Diperkenalkan kepada publik di Tiongkok pada awal 1990-an oleh Master Li Hongzhi, latihan ini dengan cepat mendapatkan popularitas yang luas, sebagian besar karena manfaat kesehatannya dan hampir seluruhnya dari mulut ke mulut. Menurut perkiraan resmi, antara 70 juta dan 100 juta orang telah melakukan latihan ini sebelum akhir dekade tersebut.

Terancam oleh popularitas ini, Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada tahun 1999 memulai kampanye massal untuk “membasmi” Falun Gong dengan memfitnah latihan ini dan menahan, menyiksa, serta menghancurkan reputasi para praktisi yang menolak untuk meninggalkan keyakinan spiritual mereka. Tanggal 20 Juli menandai tanggal ketika PKT meluncurkan penganiayaan, sebuah kampanye yang masih berlangsung hingga hari ini.

Pada tahun 2006, The Epoch Times pertama kali melaporkan pengungkapan bahwa rezim Tiongkok telah memanen organ tubuh praktisi Falun Gong yang ditahan untuk bahan bakar industri transplantasi yang menguntungkan. Pada tahun 2020, sebuah pengadilan rakyat independen menyimpulkan bahwa Beijing telah membunuh para tahanan hati nurani untuk diambil organ tubuhnya “dalam skala yang signifikan,” dengan praktisi Falun Gong yang dipenjara sebagai sumber utama. (Fajar/asr)