25 Tahun Penindasan Terhadap Falun Gong, Koordinator KontraS :  Penyiksaan Ini Tidak Manusiawi dan Dijauhi Seluruh Masyarakat Internasional Modern

JAKARTA- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya mengatakan penindasan yang dialami oleh praktisi Falun Gong sebagai bentuk pelanggaran berat. Penindasan  yang sudah memasuki tahun ke 25 pada Juli 2024 ini,  sangat tidak manusiawi serta dijauhi di kehidupan modern. 

“Ini merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Karena lagi-lagi ketika kita berbicara soal penyiksaan, penyiksaan itu merupakan salah satu bentuk tindakan yang sangat tidak manusiawi, dan dijauhi oleh seluruh masyarakat internasional modern,” ujarnya dalam sebuah kesempatan. 

Dimas menuturkan, penyiksaan yang dialami oleh praktisi Falun Gong termasuk dalam kategori pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terutama sekali penyiksaan yang dialami dikarenakan adanya diskriminasi terhadap kebebasan menentukan agama dan kepercayaan serta pandangan atau pikiran. 

Apalagi, kata Dimas, apa yang terjadi menimpa komunitas Falun Gong di Tiongkok berupa penyiksaan dan ancaman, ternyata menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu,  hal ini merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan dijauhi di era zaman ini. 

“Karena lagi-lagi ketika kita berbicara soal penyiksaan, penyiksaan itu merupakan salah satu bentuk tindakan yang sangat tidak manusiawi, dan dijauhi oleh seluruh masyarakat internasional modern,” tambahnya.

BACA JUGA : Peringatan 25 Tahun Penganiayaan Terhadap Falun Gong  : Komisioner Komnas HAM RI Anis Hidayah Bicara Tentang Konvensi Anti Penyiksaan PBB

BACA JUGA : 25 Tahun Penindasan Terhadap Falun Gong, Ketua Umum YLBHI :  Kita Harus Beri Dukungan, Indonesia Jangan Tunduk untuk Ikutan Melarang

BACA JUGA Lebih dari 20 Organisasi Mengirimkan Surat Bersama yang Menyerukan kepada PM Australia untuk Menghentikan Penganiayaan Terhadap Falun Gong di Tiongkok

Untuk diketahui, Falun Gong, yang juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sebuah disiplin meditasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar. Setelah menyaksikan popularitasnya yang meningkat pesat, Partai Komunis Tiongkok yang dipimpin Jiang Zemin saat itu, meluncurkan kampanye brutal untuk membasmi keyakinan spiritual tersebut. Sejak tahun 1999, para pengikut Falun Gong telah menghadapi berbagai macam penindasan, termasuk pemenjaraan, penyiksaan, kerja paksa, dan pengambilan organ tubuh secara paksa. Diperkirakan hingga 100 juta orang – termasuk anggota Partai Komunis Tiongkok yang berpangkat tinggi – pernah mengikuti latihan ini.

Tanggal 20 Juli menandai tanggal ketika PKT meluncurkan penganiayaan, sebuah kampanye yang masih berlangsung hingga hari ini.

Pada level global, Dimas mengutarakan bahwa komunitas internasional melalui otoritas organisasi internasional  yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat melakukan sejumlah investigasi dan rekomendasi kepada pemerintah Tiongkok untuk segera menghentikan tindakan diskriminasi serta penyiksaan yang dilakukan kepada praktisi komunitas Falun Gong. Apalagi, kata dia, hal ini merupakan salah satu mandat dari PBB untuk dapat memajukan dan mempromosikan perdamaian serta kemanusiaan di dunia. 

Dimas juga menegaskan tindakan mengingkari semangat perdamaian dan kemanusiaan adalah sebagai bentuk penyangkalan  komitmen bangsa-bangsa di seluruh dunia dalam rangka menghentikan tindakan keji dan tidak manusiawi bagi peradaban kemanusiaan. 

Peranan Indonesia 

Walaupun, kata Dimas, penindasan yang dialami oleh praktisi Falun Gong terjadi di Tiongkok, Indonesia semestinya bisa menyoroti untuk mendorong penghentian praktek penindasan tersebut. Lebih jauh lagi, ketika berbicara dalam konteks penghormatan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. 

“Seharusnya pemerintah Indonesia mendorong supaya praktek-praktek penghormatan kepada kebebasan beragama dan berkeyakinan itu bisa dilakukan dan juga bisa diterapkan terhadap komunitas Falun Gong terutama sekali ketika kita bicara soal perlindungan warga negara yang ada,” tuturnya. 

“Karena saya juga yakin komunitas Falun Gong ada cukup besar di Indonesia,” lanjutnya. 

“Kedua, pemerintah Indonesia bisa bergerak aktif, berperan aktif untuk mendorong supaya pemerintahan China (Tiongkok) dapat melakukan evaluasi dan tindakan untuk menghentikan persekusi diskriminasi  dan penyiksaan terhadap komunitas Falun Gong yang ada di China,” imbuhnya. 

Tak hanya sebatas itu, dorongan pemajuan HAM yang dilakukan pemerintah memiliki peranan besar. Pasalnya, Indonesia memiliki pengaruh yang tidak bisa diremehkan dalam kawasan regional serta kedekatan dengan Beijing.  

“Indonesia sangat punya peran yang penting, karena dipandang punya peran yang sangat signifikan dalam kawasan, dalam region Asia,  memiliki kedekatan yang yang cukup kuat dengan pemerintahan China, sehingga Indonesia juga punya peran untuk dapat menghentikan tindakan tidak manusiawi dan praktek diskriminasi terhadap komunitas Falun Gong,” pungkasnya. (Fajar/asr)