Para Orang Kaya Ikut  Memperketat Pengeluaran, Lesunya Konsumsi di Tiongkok Berdampak Terhadap Barang Mewah

Zhang Ting

Sentimen konsumen yang lesu di Tiongkok telah merambah ke industri barang mewah. Perusahaan barang mewah terbesar di dunia, LVMH (Louis Vuitton Moët Hennessy) mengumumkan pendapatannya pada paruh pertama tahun ini lebih rendah dari ekspektasi pasar. Pada saat yang sama grup internasional, Kering,  yang memiliki merek Gucci dan Yves Saint Laurent, mendapat lampu merah. Perusahaan memperkirakan pendapatan akan turun sekitar 30% pada semester kedua setelah anjlok 42% pada semester pertama.

LVMH dianggap sebagai pemimpin dalam industri barang mewah karena skala bisnisnya. Di bawah naungannya, lebih dari 75 perusahaan mencakup berbagai bidang barang mewah mulai dari jam tangan, tas kulit, hingga perlengkapan perjalanan. 

Pertumbuhan penjualan LVMH melambat pada kuartal terakhir karena pembeli kaya menghabiskan lebih sedikit uang untuk membeli tas mahal Louis Vuitton dan haute couture Christian Dior.

Kering melaporkan penurunan penjualan kuartal kedua yang lebih besar dari perkiraan dan memperkirakan paruh kedua lebih lemah. Grup barang mewah ini mencoba menghidupkan kembali merek andalannya, Gucci, ketika menghadapi lesunya permintaan dari pembeli Tiongkok.

Grup tersebut mengatakan bahwa setelah pendapatan operasional turun 42% menjadi 1,6 miliar euro pada semester pertama, pendapatan operasional pada paruh kedua tahun ini mungkin turun sekitar 30%.

Pada Rabu 24 Juli 2024, LVMH memimpin penjualan saham barang mewah secara global. Harga saham LVMH sempat turun lebih dari 5%. Karena kekhawatiran investor terhadap permintaan konsumen Tiongkok dan prospek industri barang mewah, saham barang mewah lainnya juga mengalami penurunan.

Harga saham Hermès dan Brunello Cucinelli masing-masing sempat turun 2,2%; Kering turun 3,7%; Richemont, pemilik Cartier, turun 2,3%; dan Prada turun 5,5%.

LVMH melaporkan pada hari Selasa bahwa pendapatan organik pada kuartal kedua naik 1% menjadi 20,98 miliar euro (sekitar 22,66 miliar dolar AS), dengan laju pertumbuhan lebih lambat dibandingkan kuartal pertama dan di bawah perkiraan konsensus sebesar 3%. Pendapatan keseluruhan semester pertama turun 1% dibandingkan tahun lalu menjadi 41,68 miliar euro (sekitar 45 miliar dolar AS).

Pada kuartal kedua, penjualan organik LVMH di Asia (kecuali Jepang), yang didominasi oleh Tiongkok, turun 14%, memburuk dibandingkan penurunan 6% pada kuartal pertama. Sementara itu, penjualan organik LVMH di pasar AS tumbuh 2%, di pasar Jepang tumbuh 57%, dan di pasar Eropa tumbuh 4%.

Chief Financial Officer LVMH, Jean-Jacques Guiony, menyatakan dalam konferensi pers bahwa konsumen Tiongkok sedang menunggu perjalanan berikutnya ke Jepang untuk membeli merek-merek di bawah LVMH guna memanfaatkan keuntungan dari pelemahan yen. Dia menambahkan bahwa pergeseran ini memberi tekanan pada keuntungan grup.

Thomas Chauvet dari Citibank menulis, “Pemimpin barang mewah tidak menunjukkan keajaiban, dan industri ini mungkin akan terus ‘tidak disukai’ dalam jangka pendek.”

Semakin banyak konsumen kelas menengah berhati-hati dalam membelanjakan uang untuk barang-barang mahal, mendorong merek-merek mewah seperti Burberry dan Versace memberikan diskon besar di platform e-commerce Tiongkok, hingga mencapai 50%.

Menurut data dari Luxurynsight, pada tahun 2024, diskon rata-rata untuk produk Versace dan Burberry di semua saluran distribusi di Tiongkok terkadang melebihi 50%, naik dari 30% dan 40% pada 2023.

Beberapa eksekutif perusahaan barang mewah menyatakan bahwa kelemahan struktural ekonomi dapat berlanjut, mendorong konsumen beralih dari barang mewah ke merek murah, sehingga memberikan tekanan lebih lanjut pada raksasa industri seperti Louis Vuitton dan Gucci.

(Artikel ini mengacu pada laporan dari Reuters, Wall Street Journal, Financial Times dan Bloomberg)