Perencana Pleno Ketiga Partai Komunis Tiongkok Menghadapi Masalah Besar Selain Krisis Properti

Pemerintah daerah Tiongkok mendukung pertumbuhan melalui pinjaman besar dan belanja besar, namun beban-beban utang pemerintah daerah merupakan hambatan lain bagi pembangunan Tiongkok

Oleh Milton Ezrati 

Ketika Sidang Pleno Ketiga yang telah lama tertunda berakhir minggu lalu, masih belum jelas rencana lima tahun seperti apa yang akan dilakukan rezim Tiongkok.

 Beijing tampaknya berpikir bahwa upaya-upayanya sebelumnya untuk menangani krisis properti adalah sudah cukup.

Pertemuan tersebut hanya menghasilkan sedikit berita mengenai hal ini. Hal ini sangat disayangkan, karena dibutuhkan lebih banyak berita lagi. Ada baiknya pertemuan-pertemuan tersebut menyebutkan perlunya menangani utang pemerintah daerah, juga program yang diusulkan, jika memang ada, sangat kekurangan rincian-rinciannya. 

Tanpa sebuah program yang efektif, utang pemerintah daerah yang menggantung ini akan menghambat pertumbuhan Tiongkok bahkan dalam keadaan yang tidak terduga di mana krisis properti terungkap.

Permasalahan utang pemerintah daerah berpusat pada apa yang disebut dengan sarana pembiayaan pemerintah daerah. Selama bertahun-tahun, perencana di Beijing mempromosikan sarana pembiayaan pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat meminjam dana dalam jumlah besar yang dibutuhkan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang diinginkan Beijing. 

Karena utang tersebut dalam bentuk sarana-sarana pembiayaan pemerintah daerah, bukannya ada di neraca pemerintah daerah, maka proses tersebut memperbolehkan  peminjam pemerintah daerah untuk menghindari batasan-batasan utang menurut undang-undang dan kebiasaan dan, dalam banyak hal, bahkan pengawasan publik. Karena hubungan dengan pemerintah juga membuat pemberi-pemberi pinjaman sangat kurang berhati-hati dibandingkan yang seharusnya, “utang bayangan” yang tidak tercatat, selama bertahun-tahun, berkembang menjadi sangat besar. Jika dihitung, jumlahnya berkisar antara U$D 7 triliun hingga U$D 11 triliun. Jumlah ini adalah dua kali lipat besarnya utang pemerintah pusat Tiongkok di Beijing.

Dalam banyak hal, sarana pembiayaan pemerintah daerah ini berada di balik proyek-proyek infrastruktur besar Tiongkok yang begitu menakjubkan pengamat Barat selama bertahun-tahun–—kompleks-kompleks apartemen yang sangat besar, pusat-pusat provinsi yang mempesona, jalan raya yang lebar, jembatan, jalur kereta api, pelabuhan, kereta bawah tanah, sistem kereta api lintas raya terpadu, dan sejenisnya. Pengeluaran dan lapangan kerja yang terlibat dalam proyek-proyek ini meningkatkan angka-angka pertumbuhan Tiongkok dan membuat Partai Komunis Tiongkok mendapat pujian atas pertumbuhan tersebut. 

Dan, terutama pada tahap awal, kemajuannya itu adalah nyata. Namun seiring berjalannya waktu, keuntungan dari setiap proyek baru semakin berkurang kemampuannya untuk mendukung utang yang terjadi untuk memajukannya. Utang yang tidak dapat dibayar ini kini mengancam terungkapnya praktik-praktik sebelumnya.

Pada tingkat yang paling mendasar, kesalahan dari kekacauan ini terletak pada perencanaan terpusat di mana Partai Komunis Tiongkok bergantung dan di mana mengarahkan pinjaman dan belanja pemerintah daerah. Karena proyek-proyek datang di luar pengambilan keputusan pemerintah, proyek tersebut cenderung mencerminkan prioritas politik dibandingkan prioritas-prioritas ekonomi. 

Pada awalnya, perbedaan ini tidak terlalu berarti. Negara Tiongkok yang terbelakang memperjelas kebutuhan akan hal ini. Tetapi sudah berakhir, pilihan politik Beijing tidak terlalu berkaitan dengan kebutuhan ekonomi dan akibatnya berdampak pada pengembalian yang kurang dari memadai.

Sebagian besar diperkirakan bahwa utang sarana-sarana pembiayaan pemerintah daerah senilai U$D 800 miliar tidak akan pernah terbayar adalah sebagian besar mengapa lembaga-lembaga pemeringkat kredit, Fitch dan Moody’s, menurunkan peringkat prospek-prospek keuangan Tiongkok. 

Pemerintah daerah sangat terguncang karena beban kewajiban yang tidak dapat dikelola ini. Bahkan beberapa pemerintah daerah mengalami kesulitan menyediakan layanan penting bagi masyarakatnya. Sementara itu, Beijing telah kehilangan sumber utama pertumbuhan.

Jika Beijing ingin menghidupkan kembali perekonomian Tiongkok, Beijing perlu menemukan sebuah cara untuk mengatasi masalah ini. Jika dibiarkan tidak ditangani, masalah sarana-sarana pembiayaan pemerintah daerah berpotensi menimbulkan lebih banyak kerugian bahkan dibandingkan krisis properti yang menjadi berita utama. Bahkan jika sebuah rencana muncul, kemungkinan besar rencana tersebut tidak akan cukup untuk melaksanakan tugas tersebut. 

Setidaknya, itulah pesan dari sikap Beijing yang tertahan-tahan dan ragu-ragu dalam mengatasi krisis properti. Sekalipun perencana membuktikan dirinya mampu melakukan tindakan secara langsung dan tegas untuk mengatasi masalah ini, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk membereskan permasalahan ini, dan Tiongkok akan membutuhkan waktu bertahun-tahun tidak memiliki cara untuk mencapai kembali laju pertumbuhan yang pernah dicapai sebelumnya, dan hal ini adalah penting bagi ambisi Partai Komunis Tiongkok. (Vv)

Milton Ezrati adalah editor kontributor di The National Interest, afiliasi dari Center for the Study of Human Capital di University at Buffalo (SUNY), dan kepala ekonom di Vested, sebuah firma komunikasi yang berbasis di New York. Sebelum bergabung dengan Vested, ia menjabat sebagai kepala strategi pasar dan ekonom untuk Lord, Abbett & Co. Dia juga sering menulis untuk City Journal dan menulis blog untuk Forbes. Buku terbarunya adalah “Thirty Tomorrows: The Next Three Decades of Globalization, Demographics, and How We Will Live.”