Bank Sentral Tiongkok Membeli Obligasi Negara Senilai RMB. 400 Miliar : Pakar Membongkar Makna di Baliknya

Luo Ya, Song Feng, Gao Yu – NTD

Bank Sentral Tiongkok membeli obligasi negara khusus senilai RMB.400 miliar atau Rp 876 Triliun dari dealer utama di pasar terbuka, yang menarik perhatian publik terhadap pasar keuangan Tiongkok. Mengapa bank sentral membeli obligasi negara dan sinyal apa yang ditunjukkan oleh tindakan ini?

Pada 29 Agustus, Bank Sentral Tiongkok mengumumkan bahwa mereka telah melakukan transaksi pembelian obligasi di pasar terbuka dengan metode lelang kuantitas. Mereka membeli obligasi negara khusus senilai RMB.400 miliar atau 56,3 miliar dolar AS dari dealer utama di pasar terbuka, termasuk “Obligasi Negara Khusus Perpanjangan 24 Seri 01” senilai RMB.300 miliar dan “Obligasi Negara Khusus Perpanjangan 24 Seri 02” senilai 100 miliar yuan. Obligasi tersebut memiliki jangka waktu masing-masing 10 dan 15 tahun, dengan harga masing-masing RMB.100 .

Pada hari yang sama, Kementerian Keuangan Tiongkok juga mengumumkan penerbitan obligasi negara khusus senilai RMB.400 miliar , dengan rincian RMB.300 miliar untuk jangka waktu 10 tahun dan RMB.100 miliar untuk jangka waktu 15 tahun, serta tingkat bunga masing-masing 2,17% dan 2,25%.

“Tindakan bank sentral membeli obligasi adalah langkah yang cukup unik, seperti menerbitkan obligasi baru untuk membayar obligasi lama. Namun, proses ini tidak bisa dilakukan dengan cepat, sehingga bank sentral menyediakan likuiditas kepada bank komersial utama untuk membeli kembali obligasi tersebut,  pada dasarnya memberikan dana kepada bank komersial, yang kemudian digunakan untuk membeli obligasi baru yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan,” kata Ekonom Amerika, David Huang.

David Huang menunjukkan bahwa ini adalah proses perdagangan obligasi bergulir, yang sepenuhnya merupakan cara operasi utang bergulir.

Profesor Sun Guoxiang, Direktur Institut Penelitian Asia-Pasifik di Universitas Nanhua, Taiwan, menyatakan bahwa peran bank sentral terutama adalah menyesuaikan likuiditas pasar dan suku bunga melalui instrumen kebijakan moneter. Ketika bank sentral membeli obligasi negara dari dealer utama, bukan langsung dari Kementerian Keuangan yang menerbitkan obligasi, ini menunjukkan bahwa bank sentral Tiongkok benar-benar telah mulai memasuki pasar sekunder. Operasi ini dapat dilihat sebagai bentuk pelonggaran kuantitatif, yaitu dengan menginjeksi dana ke pasar untuk mengurangi tekanan di pasar keuangan.

“Meskipun pembelian obligasi negara oleh bank sentral di pasar sekunder bisa dilihat sebagai pencetakan uang, karena ini melibatkan peningkatan pasokan uang untuk membeli aset, ini merupakan bagian dari kebijakan moneter dan tidak berarti ekonomi akan segera runtuh. Tingkat keseriusan situasi saat ini dan prospek ekonomi terletak pada kenyataan bahwa tindakan bank sentral Tiongkok membeli obligasi negara di pasar sekunder memang menunjukkan tekanan yang dihadapi oleh ekonomi Tiongkok,” tambahnya.

Sun Guoxiang menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok saat ini menghadapi tantangan serius, termasuk pertumbuhan ekonomi yang lemah, kurangnya kepercayaan pasar terhadap masa depan, dan penurunan permintaan investasi. Di sisi lain, utang pemerintah pusat dan daerah sangat tinggi, dan ruang untuk kebijakan fiskal terbatas. Ini memaksa bank sentral untuk mengambil kebijakan moneter yang lebih agresif.

“Operasi semacam ini dapat mengurangi tekanan likuiditas di pasar, menstabilkan imbal hasil obligasi jangka panjang, mengurangi risiko pasar, dan dengan demikian meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas pasar jangka pendek. Dalam hal dampak negatif, jika investor percaya bahwa bank sentral terlalu bergantung pada pencetakan uang untuk menyelesaikan masalah ekonomi, mereka mungkin khawatir tentang risiko inflasi di masa depan dan devaluasi mata uang, yang akan melemahkan kepercayaan mereka terhadap aset dalam mata uang RMB., menyebabkan arus keluar modal dan gejolak pasar,” jelasnya.

Sun Guoxiang menyatakan bahwa banyak bank sentral di negara lain juga mengambil langkah serupa di bawah tekanan ekonomi. Namun, perlu dicatat bahwa jika bank sentral terus melakukan operasi seperti ini, maka dapat memicu inflasi, devaluasi mata uang, dan penurunan lebih lanjut dalam kepercayaan investor, yang mana akan membuat ekonomi Tiongkok menghadapi tantangan yang lebih besar, terutama dalam situasi ketidakpastian lingkungan ekonomi global.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2007, Kementerian Keuangan Tiongkok menerbitkan obligasi negara khusus senilai RMB.1,35 triliun secara khusus kepada Bank Pertanian Tiongkok, yang kemudian dibeli oleh bank sentral dari Bank Pertanian, menjadi “piutang terhadap pemerintah pusat” dalam neraca bank sentral. Hingga Juli 2024, saldo “piutang terhadap pemerintah pusat” dalam neraca bank sentral telah mencapai RMB.1,52 triliun .

David Huang menambahkan: “Situasi ini menunjukkan bahwa pendapatan fiskal saat ini tidak cukup untuk menutupi pengeluaran, defisit anggaran semakin parah, dan mengindikasikan tanda-tanda penurunan ekonomi di pasar. Secara keseluruhan, ini berarti bahwa utang pemerintah yang terus meningkat dan penurunan ekonomi saat ini merupakan dua hal yang saling berkaitan.”

David Huang menunjukkan bahwa semakin banyak obligasi negara yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan menunjukkan semakin buruknya kondisi ekonomi dan keuangan pemerintah. (hui)