Analisis: Ledakan Pager, Barat Akan Menghindari Rantai Pasokan Merah Tiongkok

Fei Zhen

Pada 17 dan 18 September, terjadi ledakan pager dan walkie-talkie yang digunakan oleh anggota Hezbollah di Lebanon selama dua hari berturut-turut, menyebabkan lebih dari 30 orang tewas dan hampir 5.000 orang terluka. Hezbollah menuduh Israel sebagai dalang dari dua serangan ini. Israel belum memberikan tanggapan resmi, dan Amerika Serikat juga menyatakan tidak mengetahui apa pun tentang insiden ini.

Para ahli menyatakan bahwa ledakan semacam ini kemungkinan besar dilakukan oleh badan intelijen. Di dunia intelijen, Tiongkok juga dikenal licik dan penuh tipu daya, sehingga ledakan ini bisa menimbulkan kekhawatiran bagi Beijing, jika musuh menggunakan metode serupa untuk menyerang Zhongnanhai (pusat pemerintahan Tiongkok).

Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa pager yang digunakan oleh anggota Hezbollah meledak di berbagai wilayah Lebanon pada tanggal 17 September lalu, menewaskan sedikitnya 12 orang dan melukai hampir 3.000 orang. Pada Rabu (18/9), ledakan walkie-talkie yang digunakan oleh anggota Hezbollah juga terjadi, menyebabkan sedikitnya 20 orang tewas dan hampir 500 orang terluka. Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Türk, mengutuk dua insiden ini, menyebut ledakan tersebut melanggar hukum hak asasi manusia internasional, dan menyerukan penyelidikan yang independen dan transparan.

Hizbullah menuduh Israel bertanggung jawab atas dua serangan ini dan berjanji akan membalas Israel.

Pada Rabu (18/9), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan telah menyerang beberapa “fasilitas infrastruktur” milik Hezbollah di Lebanon Selatan. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menolak berkomentar tentang ledakan tersebut, tetapi menyebut Israel berada di awal “era perang baru.”

Namun, menurut laporan Reuters yang mengutip sumber keamanan Barat, Unit 8200 Israel diduga terlibat dalam tahap perencanaan aksi ini, termasuk pengujian teknis dan pemasangan bahan yang memicu ledakan, yang memakan waktu lebih dari satu tahun.

Hingga laporan ini diterbitkan, militer Israel masih menolak untuk memberikan komentar, dan kantor perdana menteri Israel juga belum menanggapi permintaan dari media internasional.

Mengapa Hezbollah Menyalahkan Israel?

Su Tzu-yun, Direktur Institut Sumber Daya dan Strategi Pertahanan Taiwan, mengatakan kepada the Epoch Times bahwa hanya intelijen dengan kemampuan infiltrasi seperti itu yang dapat memodifikasi produk dalam rantai pasokan dan mendapatkan daftar komunikasi Hezbollah untuk melakukan serangan ledakan yang presisi seperti ini. Hal ini pasti merupakan aksi badan intelijen.

Hizbollah dan pendukungnya, Iran, menduga bahwa pager yang digunakan telah diubah oleh agen Israel. Su Tzu-yun juga berpendapat bahwa walkie-talkie yang telah dihentikan produksinya di Jepang kemungkinan telah dimodifikasi menjadi bahan peledak, yang memerlukan kemampuan teknis tinggi agar tidak terdeteksi. Yang terpenting, mereka harus memiliki kemampuan infiltrasi informasi atau memperoleh daftar komunikasi melalui intelijen manusia, sehingga mereka bisa memanggil pager atau walkie-talkie melalui nomor telepon dan memicu sirkuit tersembunyi untuk meledakkan bahan peledak tersebut.

“Ledakan ini bisa dianggap sebagai contoh klasik operasi intelijen,” kata Su Tzu-yun.

Jenderal Yü Tsung-chi, mantan Dekan Akademi Ilmu Politik dan Perang Nasional Taiwan, juga mengatakan kepada wartawan bahwa lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika ia menghadiri pertemuan pemerintah AS, pager dan ponsel tidak diperbolehkan dibawa ke dalam ruang pertemuan dan harus ditinggalkan di tempat yang ditentukan. Ini karena sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu, pager dan ponsel telah digunakan sebagai alat penting untuk pemicu ledakan dan serangan.

Menurut analisis intelijen Timur Tengah, Yü Tsung-chi bahwa hanya “Mossad” Israel yang memiliki kemampuan untuk melakukan serangan presisi semacam ini.

 Taiwan dan Negara-negara Demokrasi Barat secara Aktif Menghindari Rantai Pasokan Merah

Karena banyaknya produk elektronik buatan Tiongkok di Taiwan, apakah perangkat ini dapat diubah menjadi bom jarak jauh baik saat perang maupun saat damai? Yü Tsung-chi mengakui, “Ini pasti akan terjadi, dan bisa menyebabkan lumpuhnya seluruh Taiwan.”

Ia menambahkan bahwa pemerintah Taiwan selama beberapa tahun terakhir telah memperkuat keamanan informasi dunia maya dan bekerja sama dengan Amerika Serikat serta banyak negara demokrasi lainnya di bidang keamanan siber. Setiap tahun, mereka mengadakan latihan pertahanan dan serangan siber.

Dilaporkan bahwa Kementerian Pengembangan Digital Taiwan secara resmi didirikan pada 27 Agustus 2022, dengan misi utama membangun ketahanan digital untuk seluruh penduduk Taiwan, serta menjadikan Taiwan sebagai “negara cerdas.” Kementerian ini mencakup lima bidang utama: informasi, keamanan siber, telekomunikasi, komunikasi, dan internet.

Su Tzu-yun, yang telah bertahun-tahun aktif di Institut Sumber Daya dan Strategi Pertahanan Taiwan, juga menegaskan bahwa Taiwan setidaknya lima tahun yang lalu telah memulai kebijakan melarang penggunaan produk telekomunikasi buatan Tiongkok di semua fasilitas penting.

Mengingat besarnya penetrasi produk elektronik 3C buatan Tiongkok di seluruh dunia, Su Tzu-yun yakin bahwa insiden ini akan membuat banyak negara lebih waspada dan lebih agresif dalam menghapus “rantai pasokan merah Tiongkok.”

Komisi Eropa pada Juni tahun lalu memperingatkan bahwa raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei dan ZTE, menimbulkan risiko terhadap keamanan Uni Eropa, dan mengumumkan penghentian penggunaan layanan yang bergantung pada dua perusahaan tersebut.

Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) pada 25 November 2022 melarang impor dan penjualan produk dari perusahaan Tiongkok dengan alasan risiko terhadap keamanan nasional. Perusahaan yang disebutkan meliputi Hikvision, Huawei, ZTE, Dahua, dan Hytera.

Pada Senin, 9 September, Dewan Perwakilan Rakyat AS meloloskan undang-undang yang melarang penggunaan produk baru dari produsen drone Tiongkok, DJI, di Amerika Serikat. Undang-undang ini masih harus disetujui oleh Senat sebelum menjadi hukum yang sah.

Yü Tsung-chi juga menambahkan bahwa musuh mungkin tidak selalu meledakkan bahan peledak, tetapi bisa saja menggunakan program pintu belakang untuk meluncurkan serangan DDos (Distributed Denial of Service), menyebabkan beban berlebih pada perangkat dan memicu kebakaran atau ledakan. Ia mencatat bahwa lebih dari sepuluh tahun yang lalu, Israel dan Amerika Serikat berhasil menggunakan “Program Stuxnet” untuk menghancurkan fasilitas pengayaan uranium Iran, menunda program nuklir mereka lebih dari sepuluh tahun.

Ledakan Produk Komunikasi Mungkin Membuat Zhongnanhai Khawatir

Yü Tsung-chi mengatakan, serangkaian ledakan produk komunikasi yang terjadi di Lebanon akan membuat pemerintah Tiongkok waspada dan meningkatkan pengawasan terhadap produk elektronik impor. Tiongkok sangat ketat dalam mencegah serangan siber, jauh lebih ketat dibandingkan negara-negara Barat. Ini juga alasan mengapa mereka memiliki “Great Firewall” dan “Proyek Golden Shield.”

Su Tzu-yun menambahkan bahwa dalam dunia intelijen, Tiongkok adalah pemain berpengalaman dalam hal tipu daya. Ledakan ini bisa membuat mereka khawatir musuh akan menggunakan metode serupa untuk menyerang Zhongnanhai.

Dia juga menyoroti bahwa sejak 20 tahun yang lalu, Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah kebocoran informasi dengan menggantikan sistem operasi Amerika, seperti Windows, dengan sistem buatan sendiri di instansi pemerintah. Namun, meskipun Tiongkok berusaha untuk memproduksi produk teknologi sepenuhnya secara mandiri, mereka tetap menghadapi dilema besar dalam hal produksi chip canggih, yang masih sangat bergantung pada teknologi asing.

Bagi Tiongkok, mereka harus memilih antara memutuskan hubungan sepenuhnya dengan dunia bebas, yang bisa membuat mereka terjebak dalam sistem tertutup ala Soviet, dan hal ini mungkin akan menjadi tirai besi teknologi atau tetap tergantung pada teknologi dari Barat. (jhon)