EtIndonesia. Pada Minggu (13/10), Iran menyatakan bahwa pihaknya “tidak memiliki garis merah” dalam hal membela diri. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, setelah Israel bersumpah untuk membalas serangan rudal Iran yang terjadi dua minggu sebelumnya.
Menurut laporan Reuters, pernyataan dari Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, tampaknya ditujukan untuk membantah anggapan bahwa Iran akan menerima serangan Israel tanpa memberikan balasan lebih lanjut.
Minggu kemarin, Araqchi menulis di media sosial X : “Meskipun kami telah melakukan upaya untuk mencegah perang besar di wilayah ini, saya dengan tegas menyatakan bahwa kami tidak memiliki garis merah dalam membela rakyat dan kepentingan kami.”
Pada 1 Oktober, di tengah meningkatnya pertempuran antara Israel dan kelompok militan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon, Iran meluncurkan lebih dari 180 rudal balistik ke arah Israel. Sebagian besar rudal berhasil dicegat, tetapi beberapa berhasil menembus sistem pertahanan rudal dan meledak. Korban jiwa dari serangan ini adalah seorang warga Palestina yang tewas akibat puing-puing rudal di Tepi Barat.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memberikan peringatan keras tentang kemungkinan aksi balasan Israel terhadap Iran. Ia menyatakan: “Serangan kami akan mematikan, akurat, dan yang terpenting—tak terduga.”
Selama setahun terakhir, Timur Tengah telah berada dalam ketegangan tinggi akibat pertempuran antara Israel, Hizbullah di Lebanon, dan Hamas di Gaza yang didukung Iran. Semua pihak waspada terhadap kemungkinan eskalasi perang lebih lanjut.
Menurut laporan NBC News pada hari Sabtu (12/10), para pejabat AS percaya bahwa Israel telah menyusun daftar target untuk balas dendam terhadap Iran, dengan fokus pada infrastruktur militer dan energi. Namun, tidak ada indikasi bahwa Israel akan menyerang fasilitas nuklir Iran atau melakukan aksi pembunuhan.
Laporan NBC yang mengutip sumber-sumber pejabat AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Israel belum membuat keputusan akhir tentang kapan dan bagaimana akan bertindak.
Pertempuran antara Israel dan Hizbullah dimulai setahun yang lalu, setelah perang di Gaza pecah dan Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel utara, mengklaim bahwa itu adalah aksi solidaritas terhadap Hamas. Dalam beberapa minggu terakhir, ketika Israel mengumumkan serangan darat, pertempuran antara kedua belah pihak semakin meningkat.
Militer Israel menyatakan akan melanjutkan operasinya di Lebanon selatan untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah.
Pertempuran di kawasan tersebut juga memicu serangan dari kelompok militan lain yang didukung Iran, seperti Houthi di Yaman dan kelompok bersenjata di Irak. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa Amerika Serikat dan Iran dapat terjerumus ke dalam konflik yang lebih besar. (jhn/yn)