Kanselir Jerman Scholz Menolak Memberikan Rudal Taurus kepada Ukraina, Oposisi Buka Suara

EtIndonesia. Kanselir Jerman, Olaf Scholz, kembali menegaskan bahwa Jerman tidak akan memberikan rudal jelajah jarak jauh Taurus kepada Ukraina, sementara sejumlah permintaan dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, masih belum mendapat tanggapan. Meskipun Jerman menghadapi tekanan dari sekutu internasional dan dari dalam negeri, Scholz tetap pada pendiriannya, khawatir bahwa pemberian rudal tersebut akan lebih jauh melibatkan Jerman dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

Selama kunjungan Zelenskyy ke Berlin bulan ini, dia kembali mengajukan dua permintaan penting kepada Pemerintah Jerman: mengizinkan Ukraina menggunakan senjata yang sudah diberikan untuk menyerang target yang lebih dalam di wilayah Rusia, serta mempercepat proses keanggotaan Ukraina di NATO. Namun, menurut laporan Bild, permintaan ini diabaikan dalam pertemuan tersebut. Meskipun Scholz tidak secara tegas menolak, dia juga tidak memberikan tanggapan positif.

Jerman menolak memberikan rudal Taurus KEPD350, yang memiliki jangkauan lebih dari 500 kilometer dan dirancang khusus untuk menghancurkan target yang kokoh. Jika digunakan, rudal ini akan memungkinkan Ukraina menyerang target penting di belakang garis pertahanan Rusia, seperti infrastruktur utama dan gudang amunisi, serta kemungkinan menghancurkan jembatan Kerch di Crimea yang merupakan jalur transportasi penting. Rudal ini dilengkapi dengan hulu ledak ganda yang mampu menembus beton berat dan meledak di dalam target, yang sangat penting untuk menghancurkan pusat komando Rusia dan jembatan.

Jerman menolak menyediakan rudal Taurus KEPD350, sehingga Ukraina tidak memperoleh rudal jelajah dengan jangkauan lebih dari 500 kilometer yang dirancang untuk serangan presisi terhadap target pertahanan yang kokoh. Sumber gambar: akun X @Saab

Meskipun Prancis dan Inggris telah memberikan rudal sejenis kepada Ukraina, Scholz menyatakan bahwa situasi Jerman berbeda dengan negara lain, sehingga menolak permintaan krusial Ukraina. Scholz khawatir bahwa pemberian rudal tersebut dapat memicu pembalasan yang lebih keras dari Rusia, terutama jika digunakan untuk menyerang aset strategis seperti jembatan Kerch.

Keputusan ini menimbulkan kontroversi di dalam negeri Jerman dan memecah opini publik. Berdasarkan survei Forsa pada April 2023, 56% rakyat Jerman menolak pemberian senjata semacam itu kepada Ukraina, yang semakin memperkuat posisi Scholz meskipun terus ditekan Ukraina dan sekutunya.

Sementara itu, pasukan Rusia terus meningkatkan serangan di medan perang. Mereka melancarkan serangan di wilayah Zaporizhzhia, Ukraina, dan memperoleh kemajuan di poros Velyka Novosilka, salah satu wilayah yang direbut kembali oleh Ukraina dalam serangan balik musim panas 2023. Saat ini, pasukan Rusia sedang bergerak menuju Desa Levadne dan Velyka Novosilka, berupaya merebut kembali wilayah yang dikuasai.

Situasi yang dihadapi Ukraina memperlihatkan perpecahan di dalam negeri Jerman terkait dukungan militer. Pemimpin partai oposisi CDU, Friedrich Merz, menyatakan bersedia memberikan rudal Taurus kepada Ukraina dengan syarat tertentu. Merz menegaskan bahwa jika Rusia terus menyerang Ukraina, menghapus batasan jangkauan dan memberikan rudal mungkin merupakan langkah yang tepat. Dia juga menyatakan bahwa keputusan ini seharusnya dibuat oleh Eropa, bukan hanya bergantung pada Amerika Serikat.

Merz menekankan bahwa dengan mendekatnya pemilihan Presiden AS, jika Donald Trump kembali terpilih, Eropa harus mengambil peran kepemimpinan yang lebih besar dan menjadi lebih mandiri dalam memberikan dukungan kepada Ukraina. (jhn/yn)