Moskow Buka Suara Seusai Korea Utara Meledakkan Dua Jalan yang Menghubungkan Korea Selatan

EtIndonesia. Pada Selasa (15/10), Korea Utara menanam bahan peledak dan meledakkan dua jalan yang menghubungkan dengan Korea Selatan, hanya 10 meter dari garis demarkasi militer antara kedua Korea. Korea Selatan segera menembakkan tembakan peringatan sebagai respon.

Di saat ketegangan di Semenanjung Korea semakin memanas, Kremlin menyatakan bahwa Rusia dan Korea Utara telah menandatangani sebuah perjanjian pada Juni 2024 lalu, yang menormalkan “kerjasama strategis” secara komprehensif. Namun, Kremlin menolak untuk menjelaskan lebih lanjut bagaimana mengimplementasikan ketentuan pertahanan bersama yang dinyatakan dalam perjanjian tersebut.

Reuters mengutip juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa berdasarkan perjanjian yang ditandatangani antara Rusia dan Korea Utara, kedua pihak akan melakukan kerjasama strategis di semua bidang. 

Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Korea Utara pada 19 Juni lalu, pertama kali dalam 24 tahun, dan bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang untuk menandatangani “Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif Rusia-Korea Utara,” yang mencakup bantuan timbal balik dalam menghadapi agresi eksternal.

Apakah ini berarti Rusia akan mendukung Korea Utara dalam konflik di Semenanjung Korea? Apakah Korea Utara akan berdampingan dengan Rusia dalam menghadapi konflik dengan Barat? Peskov menyatakan bahwa perjanjian itu “sangat jelas” dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dia mengatakan kepada para wartawan bahwa perjanjian Rusia-Korea “mewakili kerjasama nyata antara kedua pihak di semua bidang, termasuk keamanan.” Peskov juga menyebutkan bahwa Moskow berencana menandatangani perjanjian dengan Iran, dan detail lebih lanjut akan dijelaskan setelah perjanjian itu selesai.

Menurut laporan dari kantor berita Rusia TASS dan Yonhap Korea Selatan, “Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif Rusia-Korea Utara” ditandatangani di Pyongyang pada tanggal 19 Juni 2024, dan Presiden Putin telah mengirimkan rancangan perjanjian itu ke Dewan Negara Duma pada hari Senin (14/10) untuk persetujuan parlemen, salinan sudah dipublikasikan di database legislatif Rusia. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa akan berlaku sejak tanggal pertukaran dokumen ratifikasi dan berlaku tanpa batas waktu.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa kedua pihak, dengan mempertimbangkan hukum nasional dan kewajiban internasional masing-masing, akan selamanya menjaga dan mengembangkan kemitraan strategis komprehensif berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah, tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, kesetaraan dan saling menguntungkan, serta prinsip lainnya. 

Memorandum perjanjian menunjukkan bahwa Rusia dan Korea Utara berusaha mendirikan sistem internasional multipolar yang strategis dan adil. Jika salah satu pihak menghadapi ancaman agresi militer yang mendesak, dan atas permintaan salah satu pihak, kedua pihak harus segera memulai konsultasi untuk koordinasi posisi masing-masing dan mencari kesepakatan tentang tindakan timbal balik yang mungkin diambil untuk mengeliminasi ancaman tersebut.

Jika salah satu pihak berada dalam keadaan perang karena diserang oleh satu atau beberapa negara, pihak lainnya akan segera memberikan dukungan militer dan semua dukungan lainnya yang tersedia sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB dan hukum Rusia dan Korea Utara. Kedua pihak berkomitmen untuk tidak menandatangani perjanjian dengan negara ketiga yang merugikan kedaulatan, keamanan, integritas wilayah, hak pilih bebas, atau kepentingan besar lainnya dari pihak lain, dan tidak akan terlibat dalam tindakan semacam itu. Kedua pihak tidak boleh mengizinkan negara ketiga menggunakan wilayahnya untuk melanggar kedaulatan, keamanan, atau integritas wilayah masing-masing.

Kim Jong-un dan Putin Saat Berkunjung ke Korea Utara

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, pada Senin (14/10) secara terbuka menuduh Korea Utara tidak hanya menyediakan senjata bagi pasukan Rusia yang ditempatkan di Ukraina untuk berperang, tetapi bahkan juga mengirimkan personel militer, dan menyatakan bahwa agen intelijen Ukraina telah melaporkan kepadanya tentang “partisipasi aktual Korea Utara dalam perang di Ukraina.”

Profesor Kim Seun-rae (transliterasi-red) dari Universitas Bahasa Asing Korea, dalam wawancara dengan “Arirang News” milik negara, menyatakan bahwa sejak tahun 2019, Korea Utara terus menghadapi sanksi komprehensif dari PBB, dan perjanjian kerjasama strategis Rusia-Korea memberikan kesempatan besar bagi Korea Utara, Pyongyang mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkan dengan membentuk aliansi militer dengan Rusia, yang tentu saja menguntungkan secara strategis. Dia mengatakan bahwa perjanjian ini memiliki dampak besar bagi keamanan Semenanjung Korea, Rusia mungkin adalah satu-satunya negara yang saat ini mampu menghentikan provokasi dan ancaman militer Korea Utara. Korea Utara saat ini menyediakan dukungan militer bagi pihak Rusia dalam perang di Ukraina, dan sulit bagi dunia luar untuk memperkirakan apakah Korea Utara akan lebih terlibat dalam perang Rusia-Ukraina.(jhn/yn)