ETIndonesia. Perekonomian Tiongkok yang lesu menyebabkan lonjakan insiden aksi protes dan tuntutan hak oleh warga. Data terbaru menunjukkan bahwa pada Oktober tahun ini saja, terjadi lebih dari 300 aksi protes. Menjelang akhir tahun, gelombang tuntutan pembayaran gaji pun semakin marak.
Gelombang Aksi Tuntutan Gaji
Warga Tiongkok yang menuntut pembayaran gaji kerap meneriakkan slogan seperti: “Memperjuangkan hak sesuai hukum, kami butuh makan, bersatu, bertahan, pasti menang!”
Belakangan, aksi tuntutan pembayaran gaji bermunculan di berbagai wilayah, termasuk kota besar seperti Shenzhen dan Shanghai. Pada 21 November, pekerja di Shanghai Guoli Automotive Leather Decoration Co., Ltd. turun ke jalan memprotes penundaan gaji oleh perusahaan serta pemaksaan pengunduran diri. Namun, aksi mereka dibubarkan secara paksa oleh polisi, yang menggunakan kekerasan untuk menghalau pekerja yang memblokir jalan. Dalam insiden tersebut, beberapa pekerja ditangkap.
Pekerja yang protes berseru: “Polisi memukul orang! Polisi memukul orang!”
Aksi Protes oleh Pemilik Properti Mewah
Selain tuntutan oleh pekerja, Shanghai juga menjadi saksi aksi protes para pemilik properti mewah. Pada 18 November, penghuni kawasan elite Suhewan No. 1 melakukan aksi setelah pengembang properti terus menunda serah terima rumah. Aksi ini memicu kehadiran polisi dalam jumlah besar yang melakukan penindasan dan menangkap beberapa penghuni.
Seorang warga Shanghai berkomentar: “Rumah ini harganya RMB.dua hingga tiga puluh juta , dan setiap penghuni setidaknya memiliki kekayaan lebih dari RMB.100 juta . Tidak terduga bahwa kejadian seperti ini bisa terjadi di Shanghai.”
Pengamat politik Li Linyi menyatakan: “Ini menunjukkan bahwa kini rezim Partai Komunis Tiongkok membuat marah kelompok masyarakat lapisan atas. Dengan ekonomi yang semakin memburuk, kesadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak mereka pun semakin meningkat.”
Lonjakan Aksi Protes
Pada Kamis (21 November), Freedom House melaporkan melalui China Dissent Monitor 2024 bahwa terjadi 302 aksi protes di Tiongkok sepanjang Oktober. Pada kuartal ketiga 2024, terdapat 937 aksi protes, meningkat 27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, data sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.
Sebagian besar aksi protes terkait masalah ekonomi. Berdasarkan kelompok pelakunya, pekerja mencakup 41%, pemilik properti 28%, petani 12%, sisanya adalah orang tua, investor, dan aktivis.
Ketua Asosiasi Akademi Demokrasi Tiongkok Taiwan, Zeng Jianyuan, mengatakan: “Jaminan kesejahteraan mereka mudah dieksploitasi oleh kapitalis atau pengusaha. Namun, situasi di Tiongkok kini sangat unik karena bahkan kapitalis kecil, kelas menengah, atau pengusaha kecil pun ikut angkat suara.”
Dampak pada Stabilitas Rezim
Analisis menunjukkan bahwa meluasnya aksi protes ini pada akhirnya akan berdampak pada stabilitas rezim Partai Komunis Tiongkok.
“Akhirnya, ini akan memicu efek domino, di mana masyarakat merasa ketidakadilan semakin meluas dan kehidupan menjadi tidak tertahankan. Stabilitas rezim Partai Komunis Tiongkok pun akan berada dalam ancaman serius,” kata Li Linyi. (Hui)
Sumber : Tang Rui dan Luo Ya, New Tang Dynasty Television (NTD)