EtIndonesia. Rusia, untuk kali pertamanya menyerang Ukraina dengan rudal hipersonik jenis baru “Oreshnik”, setelah Ukraina menggunakan rudal yang disediakan oleh Inggris dan Amerika untuk membombardir wilayah di Rusia, suhu perang semakin panas dalam perang Rusia-Ukraina.
Calon Penasihat Keamanan Nasional dari pemerintahan baru Presiden terpilih AS, Donald Trump, Michael Waltz, pada tanggal 24 mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan eskalasi perang dan mendesak mereka untuk duduk bersama di meja perundingan.
Calon Penasihat Keamanan Nasional Trump Menyerukan Pengakhiran Perang Rusia-Ukraina
Michael Waltz, calon Penasihat Keamanan Nasional AS, mengatakan kepada Fox News pada tanggal 24 November: “Kita perlu mengakhiri ini secara bertanggung jawab. Kita harus mengembalikan deterensi, mengembalikan perdamaian, dan ini harus dicapai sebelum keadaan semakin memburuk, bukan sebagai reaksi terhadap eskalasi.”
Baru-baru ini Washington menyetujui Kyiv menggunakan rudal yang disediakan oleh Amerika untuk menargetkan lokasi di wilayah Rusia, dan juga setuju untuk menyediakan ranjau darat untuk Ukraina, yang memicu Moskow untuk meluncurkan rudal balistik jarak menengah “Oreshnik” sebagai tanda peringatan balasan.
Mike Waltz, seorang tokoh kebijakan luar negeri garis keras dan mantan kolonel Pasukan Khusus Angkatan Darat AS, selalu mengambil sikap kritis terhadap Rusia, tetapi dia, seperti Trump, juga menentang bantuan tambahan untuk Ukraina.
Waltz juga menyatakan: “Presiden Trump sangat jelas tentang posisinya bahwa konflik ini harus diakhiri… harus dibicarakan siapa yang duduk di meja perundingan, dalam bentuk kesepakatan atau gencatan senjata, bagaimana mendapatkan kedua belah pihak untuk duduk bersama, dan apa kerangka kesepakatan yang akan dibuat?”
Waltz menyebutkan bahwa dia telah bertemu dengan Penasihat Keamanan Nasional Presiden Biden, Jake Sullivan, dan dia memperingatkan bahwa para musuh asing tidak boleh menganggap mereka dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan keuntungan di antara dua pemerintahan di Washington.
“Bagi musuh kita yang jauh dan dekat, jika mereka mengira ini adalah waktu mereka untuk memetik keuntungan di antara dua pemerintahan, mereka salah… kami bekerja sama dengan erat,” ujar Waltz.
Zelenskyy Menyerukan Barat untuk Memperkuat Sistem Pertahanan Udara Ukraina
Pada tanggal 24 November, pasukan pertahanan udara Ukraina mengklaim telah menembak jatuh 50 dari 73 drone Rusia yang diluncurkan semalam.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, pada tanggal 24 meminta para mitra Barat untuk memusatkan usaha membantu menyediakan sistem pertahanan udara yang dapat melindungi rakyatnya.
Menurut laporan Reuters, terkait penggunaan rudal balistik jarak menengah baru “Oreshnik” oleh Rusia minggu lalu, Zelenskyy menyatakan bahwa Ukraina dan sekutunya sedang mencari cara untuk menanggapi. Dalam pembicaraan video malam itu, Zelenskyy mengatakan: “Di dunia ini juga ada sistem pertahanan udara yang dapat melindungi dari ancaman semacam ini… ini adalah area yang harus kita fokuskan.”
Sementara presiden Rusia Vladimir Putin pada tanggal 21 menyatakan bahwa Rusia telah menggunakan rudal hipersonik “Oreshnik” terhadap Kota Dnipro di tengah Ukraina, sebagai tanggapan atas serangan Ukraina dengan rudal Barat terhadap target Rusia minggu lalu.
Putin juga menyatakan, saat ini tidak ada sistem anti-rudal yang cukup untuk mencegat “Oreshnik.”
Menteri Luar Negeri Prancis: Ukraina Dapat Menggunakan Rudal Jarak Jauh Prancis untuk Menyerang Sasaran di wilayah Rusia
Selain itu, Financial Times melaporkan pada tanggal 24 bahwa Moskow telah mulai merekrut tentara bayaran dari Yaman untuk bertempur di Ukraina sejak Juli. Seorang tentara bayaran Yaman yang menggunakan nama samaran Abdullah mengatakan bahwa dia awalnya diperkenalkan bekerja di Rusia oleh “perusahaan penyalur tenaga kerja,” dengan janji bonus pendaftaran 10,000 dan gaji bulanan 2,000 dolar, serta kewarganegaraan Rusia, dan baru sadar bahwa dia dikirim sebagai tentara bayaran ke garis depan.
Seorang diplomat AS menyatakan bahwa kontak Rusia dengan gerakan pemuda mencerminkan niat Kremlin untuk memperluas konflik ini ke medan perang baru, termasuk Timur Tengah.
Menteri Urusan Eropa dan Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, dalam wawancara eksklusif dengan BBC baru-baru ini, menyatakan bahwa sekutu Barat tidak seharusnya menetapkan atau mengungkapkan garis merah apa pun dalam mendukung Ukraina melawan invasi Rusia.
Ditanya apakah Prancis mungkin mengirim pasukan untuk berperang, Barrot menuturkan: “Kami tidak menutup kemungkinan apa pun.”
Dia mengulangi posisi Prancis bahwa Ukraina memiliki hak untuk membela diri dan menggunakan rudal jarak jauh Prancis untuk menyerang target di wilayah Rusia.
Sebelumnya, banyak media asing telah melaporkan bahwa Presiden AS yang akan segera meninggalkan jabatan, Joe Biden, telah menyetujui penggunaan rudal ATACMS buatan AS oleh Ukraina untuk menyerang target di dalam wilayah Rusia.
Inggris dan Prancis sebelumnya juga telah menyediakan senjata dengan jangkauan lebih jauh untuk Ukraina, tetapi mereka juga tidak setuju Ukraina menggunakan senjata tersebut untuk menyerang target di dalam wilayah Rusia.
ATACMS adalah rudal jarak pendek yang diproduksi oleh perusahaan senjata Amerika, Lockheed Martin. Rudal ini pertama kali digunakan oleh militer AS pada tahun 1990-an, juga pernah digunakan dalam pertempuran di Irak dan Afghanistan dan telah diperbarui serta ditingkatkan setelah itu. (jhn/yn)