Konstipasi atau Sembelit pada pasien dengan hipertensi meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke sekitar 1,7 kali lipat, menurut penelitian baru
George Citroner
Penelitian terbaru mengungkap hubungan antara konstipasi dan peningkatan major adverse cardiac events (MACE) atau risiko kejadian kardiovaskular besar , seperti serangan jantung dan stroke. Hubungan ini terutama kuat pada individu yang juga mengalami tekanan darah tinggi.
Temuan ini menyoroti pentingnya pengelolaan kesehatan secara proaktif dan modifikasi gaya hidup, mengingat tingginya prevalensi kedua kondisi tersebut.
MACE dan Konstipasi
Tim peneliti menganalisis data dari lebih dari 400.000 peserta di UK Biobank. Analisis mereka menunjukkan bahwa orang yang mengalami konstipasi memiliki risiko MACE yang mana jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang memiliki kebiasaan buang air besar secara teratur.
Secara spesifik, individu dengan konstipasi menunjukkan:
- Peningkatan risiko MACE sebesar 115 persen.
- Peningkatan risiko gagal jantung sebesar 172 persen.
- Peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 136 persen.
- Peningkatan risiko sindrom koroner akut sebesar 62 persen, yang dapat menyebabkan kerusakan jantung dan kematian.
Peran Hipertensi
Para peneliti mencatat bahwa hipertensi adalah faktor yang, bila dikombinasikan dengan konstipasi, secara signifikan meningkatkan risiko MACE.
Penelitian menunjukkan bahwa konstipasi pada pasien hipertensi meningkatkan risiko MACE sekitar 1,7 kali lipat dan meningkatkan risiko MACE berikutnya sebesar 34 persen, menyoroti interaksi signifikan antara kedua masalah kesehatan ini.
Risiko yang Tetap Ada
Dari para peserta, lebih dari 157.400 orang memiliki tekanan darah tinggi, dengan 8,6 persen di antaranya juga mengalami konstipasi.
Peningkatan risiko MACE tetap ada bahkan setelah mempertimbangkan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi, seperti penghambat saluran kalsium yang digunakan untuk mengontrol tekanan darah.
Para peneliti juga menemukan bahwa faktor genetik berperan dalam konstipasi dan MACE. Hingga 27 persen faktor genetik yang memengaruhi konstipasi juga terkait dengan kondisi jantung.
“Hubungan antara konstipasi dan penyakit jantung dapat membantu ilmuwan menemukan intervensi terapi baru dan menerapkan strategi manajemen yang lebih efektif berdasarkan penilaian risiko individu sesuai dengan prinsip pengobatan presisi,” tulis para peneliti.
Faktor “Langsung” dan “Tidak Langsung”
Dr. Alexander Lee, Direktur Laboratorium Kateterisasi Jantung di Long Island Jewish Medical Center, menjelaskan perbedaan antara faktor risiko jantung “langsung” dan “tidak langsung”.
- Faktor langsung, seperti kolesterol tinggi dan merokok, langsung berkontribusi pada pembentukan plak di arteri, penyebab utama penyakit jantung.
- Faktor tidak langsung, seperti konstipasi, tidak langsung menyebabkan plak, tetapi dapat memicu kondisi yang meningkatkan risiko kardiovaskular.
Lee menjelaskan bahwa sembeliti kronis dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah sementara akibat mengejan, yang dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan jantung.
Sembelit kronis juga dapat mengganggu fungsi saraf vagus, yang bertanggung jawab mengatur detak jantung dan mengelola peradangan.
Gangguan aktivitas saraf vagus dapat menyebabkan irama jantung abnormal dan respons stres yang meningkat, sehingga berkontribusi pada hipertensi.
Selain itu, ketidakseimbangan bakteri usus yang terkait dengan konstipasi dapat memicu respons peradangan yang akhirnya menyebabkan kekakuan arteri dan pembentukan plak.
“Konstipasi dan mengejan dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 20 hingga 80 mmHg, meskipun bersifat sementara,” kata Lee. “Namun, konstipasi kronis yang menyebabkan mengejan terus-menerus dapat memiliki efek jangka panjang pada kesehatan kardiovaskular.”
Pencegahan adalah Kunci
Para ahli merekomendasikan kebiasaan makan sehat, termasuk asupan serat yang cukup, menjaga hidrasi, dan melakukan aktivitas fisik secara teratur untuk menjaga kesehatan pencernaan. Pemeriksaan medis rutin juga membantu mengelola tekanan darah dan memungkinkan diskusi mengenai kesehatan usus dengan penyedia layanan kesehatan.
Lee menekankan pentingnya pendekatan proaktif terhadap pengelolaan kesehatan:
“Lebih baik mengelola kesehatan secara proaktif daripada reaktif.”
Konsultasi rutin dengan penyedia layanan kesehatan dapat membantu individu mengembangkan strategi pengurangan risiko yang disesuaikan untuk meningkatkan kesehatan kardiovaskular dan pencernaan.