Pemberontak Meluncurkan Serangan Besar di Suriah, Bentrok dengan Pasukan Pemerintahan Bashar al-Assad

Menurut seorang pejabat tinggi, pasukan Suriah yang didukung oleh pesawat militer Rusia menewaskan ratusan pemberontak bersenjata di Aleppo dan Idlib.

ETIndonesia. Pemberontak memasuki kota terbesar kedua di Suriah, Aleppo, pada 29 November dan terlibat bentrokan dengan pasukan pemerintah di bagian barat kota, menurut laporan pengamat perang Suriah dan petempur.

Warga melarikan diri dari lingkungan di pinggiran kota karena serangan misil dan tembakan, menurut saksi mata di Aleppo.

Diluncurkan dari Provinsi Idlib yang berbatasan dengan Suriah, serangan ini dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat, Rusia, dan Turkiye.

Namun, beberapa kelompok anti-Assad “moderat” yang juga berbasis di Idlib mendapat dukungan dari Ankara, yang mana memutuskan hubungan dengan pemerintah Suriah pada 2011.

Damaskus dan sekutunya—termasuk Rusia, Iran, dan Hizbullah—menganggap semua kelompok ini sebagai “teroris” dan sering bentrok dengan mereka di masa lalu.

Selama lima tahun terakhir, kelompok-kelompok ini sebagian besar terkonsentrasi di Idlib, di mana zona “de-eskalasi” didirikan pada 2019 berdasarkan kesepakatan antara Rusia, Turkiye, dan Iran.

Oleg Ignasyuk, seorang pejabat tinggi Rusia, mengatakan bahwa pasukan Suriah, bekerja sama dengan pesawat militer Rusia, telah menewaskan lebih dari 400 pemberontak yang menyerang posisi tentara Suriah di Idlib dan Aleppo.

“Angkatan Darat Suriah, didukung oleh Pasukan Dirgantara Rusia, sedang terlibat dalam pertempuran sengit,” kata Ignasyuk kepada kantor berita TASS Rusia pada 28 November.

“Unit-unit teroris mengalami kerugian besar dalam hal personel dan peralatan dalam 24 jam terakhir.”

Moskow mendesak Damaskus untuk “memulihkan ketertiban.”

“Kami mendukung pihak berwenang Suriah untuk memulihkan ketertiban di wilayah tersebut dan mengembalikan tatanan konstitusional sesegera mungkin,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan pada 29 November.

Ia menyebut serangan tersebut sebagai “pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah.”

Sejak 2015, Rusia telah mempertahankan kehadiran militer besar di Suriah untuk mendukung pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dari apa yang dianggap oleh kedua negara sebagai “teroris yang didukung asing.”

Menurut saksi mata yang dikutip oleh Reuters, jalan raya utama yang menghubungkan kota Aleppo ke Damaskus tetap ditutup akibat pertempuran tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, tentara Suriah mengklaim telah menyebabkan “kerugian besar” pada pemberontak dengan bantuan Rusia dan pasukan “sekutu lainnya”—merujuk pada Iran dan Hizbullah.

Namun demikian, pada 29 November, kantor berita Anadolu Turkiye melaporkan bahwa pemberontak telah merebut puluhan desa di Idlib dan Aleppo.

Menurut Anadolu, pemberontak juga menewaskan tentara Suriah—tidak disebutkan jumlahnya—dan merebut kendaraan serta peralatan militer Suriah.

The Epoch Times tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.

Pernyataan yang disampaikan oleh media Iran, Korps Pengawal Revolusi Iran, yang aktif di Suriah, mengonfirmasi bahwa salah satu penasihat militer seniornya tewas dalam pertempuran tersebut.

Menurut David Carden, wakil koordinator kemanusiaan regional PBB untuk Suriah, puluhan warga sipil juga tewas.

“Kami sangat prihatin dengan situasi yang berkembang di barat laut Suriah,” kata Carden kepada Reuters pada 29 November.

Ia menambahkan bahwa “serangan tanpa henti” selama tiga hari terakhir telah merenggut nyawa setidaknya 27 warga sipil, termasuk anak-anak.

Sementara itu, seorang juru bicara kementerian luar negeri Iran memperingatkan tentang apa yang disebutnya sebagai “reaktivasi” kelompok “teroris” di Suriah.

Dikutip oleh kantor berita IRNA Iran pada 29 November, ia mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan “pelanggaran besar” terhadap kesepakatan tripartit 2019 yang mendirikan zona de-eskalasi Idlib.

Dalam 24 jam terakhir, muncul laporan yang belum terkonfirmasi di media bahwa Assad telah tiba di Moskow untuk berbicara secara mendesak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Ketika ditanya tentang laporan tersebut, Peskov, juru bicara Kremlin, menolak berkomentar adanya pertemuan tersebut.

Reuters berkontribusi pada laporan ini.

Sumber : The Epoch Times

FOKUS DUNIA

NEWS