ETIndonesia. Pemberontak Suriah baru-baru ini melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah, merebut bandara sipil Aleppo, serta puluhan kota strategis di provinsi Idlib dan Hama. Ini adalah pertama kalinya pemberontak berhasil menguasai fasilitas bandara. Selain itu, Iran, dengan alasan serangan terhadap konsulatnya di Aleppo, mengumumkan bahwa Menteri Luar Negeri mereka akan mengunjungi Suriah pada 1 Desember untuk membahas situasi perang dengan pemerintah Damaskus.
Menurut laporan dari organisasi Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang dikutip oleh AFP melalui kantor berita sentral, setelah pasukan pemerintah mundur, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan sekutunya menguasai sebagian besar wilayah Aleppo, termasuk lembaga pemerintah dan penjara. Mereka bahkan mengontrol bandara internasional di pinggiran tenggara kota tersebut.
SOHR menyebut pemberontak maju di provinsi Idlib dan Hama, merebut puluhan kota strategis tanpa menghadapi perlawanan berarti.
Dalam bentrokan terbaru antara pemberontak dan pasukan pemerintah, sedikitnya 327 orang tewas, kebanyakan dari mereka adalah kombatan, tetapi termasuk juga 44 warga sipil.
Militer Suriah mengonfirmasi bahwa pemberontak telah memasuki “sebagian besar wilayah” Aleppo. Selain itu, puluhan tentara pemerintah tewas, sementara lainnya terluka.
Iran: Konsulat di Aleppo Diserang, Menlu Akan Kunjungi Suriah
Kementerian Luar Negeri Iran pada 30 November mengeluarkan pernyataan bahwa Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi akan mengunjungi Suriah pada 1 Desember untuk berdiskusi dengan pemerintah Damaskus mengenai perang terbaru. Mereka juga mengutuk “teroris” atas serangan terhadap konsulat Iran di Aleppo.
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, Araghchi akan bertemu dengan pihak berwenang Suriah di Damaskus sebelum menuju Ankara untuk membahas situasi Suriah dengan pejabat Turkiye.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran dan Turkiye, menyatakan keprihatinan atas eskalasi perang di Suriah yang semakin berbahaya. Lavrov menekankan perlunya “tindakan bersama untuk menstabilkan situasi.”
Sebagai sekutu pemerintah Suriah, Rusia untuk pertama kalinya sejak tahun 2016 melakukan serangan udara di Aleppo baru-baru ini.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Amerika Serikat sedang memantau situasi dengan cermat.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengeluarkan pernyataan yang menyerukan semua pihak dalam perang saudara Suriah untuk melindungi warga sipil di Aleppo, sambil menegaskan bahwa mereka “mengamati perkembangan situasi di Aleppo dengan saksama.”
Perang Saudara Suriah Dikhawatirkan Berkobar Lagi
Delapan tahun lalu, pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan susah payah merebut kembali Aleppo setelah pengepungan panjang.
Namun demikian, serangan kilat pemberontak dalam dua hari terakhir di kota tersebut mengguncang pemerintah Damaskus serta sekutu mereka seperti Rusia dan Iran. Hal ini juga memicu kekhawatiran bahwa perang saudara yang telah lama mereda akan berkobar kembali.
Serangan pemberontak kali ini mengubah keseimbangan internal Suriah secara signifikan. Sebelumnya, perang saudara Suriah melibatkan banyak kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat, Turkiye, Israel, dan pihak lainnya.
Serangan ini dilancarkan saat situasi internasional sedang bergejolak. Sekutu Assad seperti Rusia sedang sibuk dengan perang di Ukraina, sementara Iran melemah akibat konflik Israel di Lebanon. Di sisi lain, Amerika Serikat akan segera dipimpin oleh mantan Presiden Donald Trump, yang selama masa jabatan pertamanya memberikan tekanan besar terhadap Iran dan melancarkan serangan udara terhadap target militer Suriah.
Menurut Dareen Khalifa, penasihat senior di International Crisis Group (ICG), situasi geopolitik global seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah menjadi alasan utama pemberontak memilih waktu ini untuk menyerang. “Dalam arti tertentu, ini adalah badai yang sempurna. Jika bukan sekarang, kapan lagi?”
Siapa Saja Kelompok Pemberontak Ini?
Serangan kali ini mengumpulkan kembali berbagai kelompok pemberontak. Namun demikian, siapa saja kelompok-kelompok ini?
Dipicu oleh gelombang protes Arab Spring dan ketidakpuasan terhadap pemerintah, pemberontak memulai perang saudara Suriah pada 2011 dengan tujuan menggulingkan Assad. Pada satu titik, mereka berhasil menguasai sebagian besar wilayah negara itu.
Kelompok terbesar di antara mereka adalah Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya memiliki hubungan dengan organisasi teroris Al-Qaeda. Saat ini, HTS menguasai sebagian besar wilayah di daerah pemberontak di barat laut Suriah. Menurut SOHR, beberapa kelompok pemberontak lainnya, yang didukung oleh Turkiye, juga terlibat dalam serangan ini.
Meskipun memiliki musuh bersama yaitu pemerintah Assad, kelompok-kelompok pemberontak ini sering kali berselisih di antara mereka sendiri, melemahkan kesatuan mereka saat menghadapi pasukan pemerintah Suriah.
HTS, yang sebelumnya dikenal sebagai Front al-Nusra, telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Rusia, Turkiye, dan negara-negara lainnya. (Hui)
Sumber : NTDTV.com