Konferensi Keamanan Munich Sudah Tidak Diperlukan Lagi? Ketua Sayap Kiri Menangis di Panggung: Nilai-Nilai Eropa dan AS Tidak Lagi Sejalan

Etindonesia. Konferensi Keamanan Munich 2025 yang berlangsung selama tiga hari secara resmi berakhir pada tanggal 16 waktu setempat. Selama pertemuan ini, dunia, khususnya Eropa, mengalami perubahan besar dalam dinamika geopolitiknya. Ketua konferensi, Christoph Heusgen, bahkan menangis dalam pidato penutupnya, mengungkapkan kesedihannya atas perbedaan yang semakin melebar antara nilai-nilai yang dianut oleh Amerika Serikat dan Eropa.

Banyak netizen juga menyatakan keprihatinan bahwa dalam satu bulan sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, lanskap politik global telah berubah secara drastis.

Seorang pengguna X dengan akun rainbow7852 membagikan video pidato Heusgen dalam acara penutupan Konferensi Keamanan Munich 2025. Dalam pidato tersebut, Heusgen mengingatkan bahwa tujuan awal konferensi ini adalah untuk mempererat hubungan antara AS dan negara-negara Eropa. Namun, sejak Wakil Presiden AS JD. Vance menyampaikan pidatonya dalam forum tersebut, Heusgen mengaku telah menyadari bahwa nilai-nilai bersama yang dulu menyatukan negara-negara peserta kini telah berubah secara signifikan dan hampir tidak lagi kompatibel.

“Nilai-nilai ini tidak lagi sekental dulu,” ujar Heusgen dalam pidatonya.

Menurut rainbow7852, selama pidato penutupan, Heusgen begitu emosional hingga meneteskan air mata karena merasa marah, tak berdaya, dan sedih. Bahkan, pidatonya sempat terganggu karena suaranya tersendat. Namun demikian, pandangannya mengenai masa depan dunia tetap mendapat dukungan dari para delegasi Eropa yang hadir. Banyak dari mereka memberikan tepuk tangan sambil berdiri sebagai tanda penghormatan kepadanya.

Setelah konferensi berakhir, Heusgen juga menyampaikan pandangan kerasnya dalam wawancara dengan wartawan. Dia menyebut AS tampaknya “hidup di planet yang berbeda” dibandingkan dengan negara-negara lain dan menyebut hasil konferensi ini sebagai “sebuah mimpi buruk.”

Meskipun banyak yang mendukung pernyataan Heusgen, beberapa netizen justru memiliki pandangan yang bertolak belakang.

Beberapa pengguna media sosial mengkritik respons emosional Heusgen, dengan menyebut bahwa sejak awal perang Rusia-Ukraina, banyak negara Eropa tetap berbisnis dengan Rusia sambil berpura-pura mendukung AS.

“Selama hampir tiga tahun, Eropa tetap diam-diam membeli gas alam dari Rusia meskipun mereka mengklaim mendukung Ukraina. Sekarang, ketika AS berubah sikap dengan cepat, mereka baru menangis. Di mana tangisan mereka ketika membeli gas dari Rusia?” komentar salah satu netizen.

Selain itu, beberapa orang juga mengkritik kebijakan Eropa di masa lalu, terutama terkait Perjanjian Minsk 2014 yang disaksikan oleh mantan Kanselir Jerman Angela Merkel. Mereka mengklaim bahwa perjanjian tersebut adalah tindakan “akomodatif” terhadap Rusia yang mengorbankan kepentingan Ukraina.

“Air mata Heusgen hanyalah air mata buaya,” tulis salah satu pengguna media sosial, menuduh bahwa kesedihan yang ditunjukkan dalam pidatonya hanyalah sebuah sandiwara politik.

Dengan semakin lebarnya jurang perbedaan antara AS dan Eropa dalam kebijakan luar negeri serta geopolitik, banyak pihak mulai mempertanyakan apakah Konferensi Keamanan Munich masih memiliki relevansi atau tidak. Apakah konferensi ini masih bisa menjadi wadah efektif untuk menyatukan Barat, atau justru menjadi panggung perpecahan yang semakin nyata? (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS