Kasus Pemakzulan Yoon Suk-yeol Memicu Gelombang “Pemusnahan Komunis”, Mempengaruhi Kunjungan Xi Jinping ke Korea Selatan pada Oktober Mendatang


EtIndonesia.
Persidangan pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol memasuki tahap akhir, dan Mahkamah Konstitusi diperkirakan akan mengeluarkan putusan paling cepat pada awal Maret. Dalam waktu dua bulan yang singkat ini, semakin banyak masyarakat Korea yang mulai memahami alasan Yoon Suk-yeol mengumumkan darurat militer. Setiap akhir pekan, dukungan terhadap Yoon Suk-yeol semakin meningkat, dan gelombang “pemusnahan komunis” semakin besar.

Kasus Pemakzulan Yoon Suk-yeol Memicu Gelombang “Pemusnahan Komunis”

Menurut prediksi, putusan persidangan pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol kemungkinan akan dikeluarkan lebih awal, yakni pada awal Maret. Hal ini disebabkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi pada sidang ketujuh tanggal 11 Februari yang menolak permohonan pihak Yoon Suk-yeol untuk memanggil mantan Perdana Menteri Han Duck-soo dan Komandan Intelijen Militer Sementara Lee Kyung-min sebagai saksi. Selain itu, dalam sidang kedelapan pada 13 Februari, tidak ada jadwal sidang tambahan yang ditetapkan. Partai berkuasa, People Power Party, memprotes bahwa percepatan persidangan pemakzulan ini menunjukkan adanya bias politik di Mahkamah Konstitusi.

Presiden Yoon Suk-yeol dimakzulkan karena mengumumkan darurat militer, dan kelompok konservatif yang menentang pemakzulan ini akan mengadakan unjuk rasa pada 22 Februari di alun-alun Stasiun kereta di Mokpo, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan.

Menurut kepolisian Jeolla Selatan dan Dewan Kota Mokpo pada 19 Februari, kelompok agama konservatif Save Korea dan satu organisasi masyarakat telah mengajukan izin untuk mengadakan unjuk rasa menentang pemakzulan pada 22 Februari, dari pukul 14.00 hingga 16.00 di alun-alun stasiun kereta Mokpo.

Presiden Yoon Suk-yeol, yang saat ini diskors oleh Dewan Perwakilan Rakyat Korea Selatan, bersikeras bahwa alasan dia mengumumkan darurat militer pada Desember tahun lalu adalah karena adanya dugaan campur tangan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dalam pemilu Korea Selatan. 

The Korea Times sebelumnya melaporkan bahwa pernyataan Yoon Suk-yeol telah memicu gelombang “pemusnahan komunis” di Korea Selatan, yang bahkan berpotensi mempengaruhi kunjungan Presiden Tiongkok Xi Jinping ke Korea Selatan pada Oktober untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

Dalam beberapa minggu terakhir, terjadi aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Tiongkok di Seoul, yang disebut sebagai “Festival Pemusnahan Komunis”. Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan seperti “Xi Jinping turun!”

Laporan menyebutkan bahwa unjuk rasa anti-komunis ini dipicu oleh klaim Yoon Suk-yeol dan tim hukumnya.

Dalam berbagai dokumen pengadilan dan pernyataan publik, Yoon Suk-yeol menyebut bahwa sistem jaringan Komisi Pemilihan Umum Korea Selatan rentan terhadap serangan siber. Dia mengisyaratkan bahwa PKT, yang sebelumnya dituduh melakukan manipulasi politik di negara lain, mungkin telah memanfaatkan kelemahan sistem ini.

Tim hukum Yoon Suk-yeol juga mengajukan pernyataan tertulis ke pengadilan pada 14 Januari, menuduh bahwa partai oposisi Korea berupaya “mengubah negara ini menjadi koloni Tiongkok dan Korea Utara”.

Pada 15 Januari, Yoon Suk-yeol menulis surat terbuka yang mendorong para pemuda Korea Selatan untuk memprotes “kekuatan pro-Komunis” di negara itu. 

Dia mengatakan: “Saya sangat terharu mendengar suara generasi muda yang menentang kekuatan pro-Tiongkok.”

Para anggota parlemen konservatif Korea Selatan menduga bahwa PKT berada di balik rencana pemakzulan ini. Mereka juga mengklaim bahwa warga Tiongkok yang tinggal di Korea Selatan berperan besar dalam aksi unjuk rasa mendukung pemakzulan Yoon Suk-yeol.

Laporan menyebut bahwa Kedutaan Besar Tiongkok di Korea Selatan telah menyampaikan keprihatinannya kepada pemerintah Korea Selatan melalui jalur diplomatik. Para pejabat Korea Selatan yang berupaya menjaga hubungan baik dengan Tiongkok merasa situasi ini menjadi masalah besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok semakin tidak senang dengan hubungan keamanan yang semakin erat antara Korea Selatan dan Amerika Serikat, yang menyebabkan ketegangan dalam hubungan bilateral.

Ketika bertemu dengan Ketua Parlemen Korea Selatan Woo Won-shik di Harbin baru-baru ini, Presiden Xi Jinping menyatakan bahwa dia “sedang mempertimbangkan secara serius” untuk menghadiri Konferensi APEC di Gyeongju, Provinsi Gyeongsang Utara. Jika kunjungan ini terlaksana, maka ini akan menjadi kunjungan pertama pemimpin Tiongkok ke Korea Selatan dalam lebih dari satu dekade.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan kini bertindak hati-hati agar tidak merusak hubungan bilateral. 

Seorang pejabat kabinet mengatakan: “Kami tidak dapat mengomentari pernyataan yang muncul selama proses pemakzulan di Mahkamah Konstitusi, tetapi kami tetap berkomunikasi dengan Tiongkok secara erat untuk memastikan bahwa pernyataan tertentu tidak berdampak negatif pada hubungan bilateral.”

Sidang Pemakzulan Yoon Suk-yeol Diperkirakan Diputuskan pada Awal Maret

Pada sidang ketujuh, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan menolak permohonan pihak Yoon Suk-yeol untuk memanggil Han Duck-soo sebagai saksi dengan alasan “tidak diperlukan”.

Setelah pemeriksaan saksi selesai, akan diadakan satu atau dua sidang akhir untuk mendengarkan pernyataan akhir dari tim pemakzulan dan pihak Yoon Suk-yeol.

Biasanya, putusan pengadilan diumumkan dalam waktu dua minggu setelah sidang akhir. Berdasarkan preseden sebelumnya, mantan Presiden Park Geun-hye dan Roh Moo-hyun masing-masing menerima putusan dalam 11 dan 14 hari setelah sidang akhir mereka. Mengingat pola jadwal persidangan pemakzulan Yoon Suk-yeol, putusan diperkirakan akan diumumkan pada awal Maret.

Unjuk Rasa Menentang Pemakzulan Semakin Besar

Pada 15 Februari, terjadi unjuk rasa di Universitas Nasional Seoul, di mana dua kelompok berbeda—pendukung dan penentang pemakzulan—menggelar aksi mereka.

Menurut laporan NTD Korea, karena kelompok pendukung pemakzulan tidak membubarkan diri sesuai jadwal dan tetap meneriakkan slogan di tempat aksi yang sama, suasana di lokasi menjadi tegang. Polisi pun dikerahkan untuk menjaga ketertiban.

Ketua Forum Kebenaran Universitas Seoul, Kim Eun-kyu, mengatakan: “Kami berkumpul untuk mengungkapkan keberatan kami terhadap pemakzulan yang didasarkan pada kebohongan dan agitasi. Saat ini, Korea Selatan sedang berjuang antara kebenaran dan kebohongan.”

Seorang warga bernama Kim Yeong menambahkan: “Jika kami tidak angkat suara sekarang, maka kami diam saja terhadap mereka yang ingin merampas kedaulatan negara ini. Demi masa depan Korea, lebih banyak orang harus berdiri melawan ini.” (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS