EtIndonesia. Amerika Serikat dan Rusia memulai pembicaraan terkait perang Rusia-Ukraina, namun Ukraina tidak diikutsertakan. Pada Rabu (19 Februari), hubungan antara AS dan Ukraina memanas setelah kedua pemimpinnya saling melontarkan kritik. Sementara itu, pemimpin Inggris dan Prancis dijadwalkan bertemu dengan Donald Trump minggu depan untuk membahas situasi Ukraina.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Inggris dan Prancis sedabg merencanakan pengerahan hingga 30.000 pasukan darat ke Ukraina untuk mendukung implementasi kemungkinan perjanjian “gencatan senjata” antara Rusia dan Ukraina.
Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, dalam wawancara dengan Fox News pada 19 Februari mengatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer akan mengunjungi Washington minggu depan.
Ketika ditanya apakah Rusia dan Ukraina dapat mencapai kesepakatan damai, Waltz menjawab, “Kami sedang berkoordinasi dengan semua pihak terkait, dan selanjutnya kami akan mengirim tim teknis untuk membahas lebih banyak detail.”
Baru-baru ini, para pejabat Eropa merasa terkejut dan bingung dengan sikap pemerintahan Trump terhadap isu Ukraina.
Trump Mengkritik Zelensky — Apakah Ukraina Akan Kehilangan Dukungan AS?
Menurut laporan media asing, dalam pertemuan darurat kedua para pemimpin Eropa yang diadakan oleh Macron baru-baru ini, mereka kembali menyerukan tindakan segera untuk mendukung Ukraina dan memperkuat kemampuan pertahanan Eropa. Namun, keputusan konkret yang diambil masih sangat terbatas.
Kantor Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan pada 19 Februari bahwa Starmer menyatakan dukungannya kepada Volodymyr Zelenskyy sebagai pemimpin sah Ukraina yang dipilih secara demokratis. Starmer juga menilai bahwa penangguhan pemilu selama masa perang adalah keputusan yang “sepenuhnya wajar”.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menegaskan bahwa Zelenskyy telah terpilih melalui pemilu yang sah. Ketika ditanya siapa yang memulai perang, Dujarric menjawab bahwa “Rusia telah menginvasi Ukraina”.
Menurut laporan majalah Jerman Der Spiegel, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan bahwa pernyataan Trump yang menyebut Zelenskyy sebagai “diktator” adalah “keliru dan berbahaya”.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte bersama Macron dan Starmer membahas jalur penyelesaian damai, termasuk pentingnya jaminan keamanan bagi Ukraina.
Inggris dan Prancis Rencanakan Kirim 30.000 Pasukan ke Ukraina
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Inggris dan Prancis sedang merencanakan pengerahan hingga 30.000 pasukan darat ke Ukraina untuk mendukung implementasi kemungkinan perjanjian “gencatan senjata” antara Rusia dan Ukraina.
Kehadiran pasukan ini bertujuan untuk mencegah Rusia melanggar kesepakatan dan, jika perlu, siap melakukan tindakan militer untuk menanggapi pelanggaran tersebut.
Namun, negara-negara seperti Inggris dan Prancis saat ini tidak berencana untuk menempatkan pasukan mereka di garis depan Ukraina timur guna menghindari konfrontasi langsung dengan militer Rusia.
Meskipun Zelenskyy sebelumnya memperkirakan bahwa Barat perlu mengirim setidaknya 100.000 pasukan darat untuk menghalangi Rusia, penilaian pihak Barat menunjukkan bahwa bahkan jika AS menghentikan bantuan militernya, Ukraina masih memiliki cukup persediaan senjata untuk melanjutkan pertempuran selama beberapa bulan ke depan. (Hui)
Sumber : NTDTV.com