Kerugian Vanke Mencapai Rekor Tertinggi,  Mengapa Krisis Real Estate di Tiongkok Begitu Sulit Diatasi?

EtIndonesia. Menurut data terbaru, perusahaan pengembang properti Tiongkok Vanke, yang memiliki latar belakang modal negara, mencatat kerugian besar hingga ratusan miliar yuan pada tahun lalu. Mengapa krisis properti di Tiongkok begitu sulit untuk diatasi? 

Seorang konten kreator Tiongkok mengatakan, “Harga rumah akan terus anjlok dan sulit dihentikan. Era kejayaan properti di Tiongkok telah berakhir, ditandai dengan krisis yang dialami Vanke kali ini.”

Baru-baru ini, Vanke merilis pengumuman yang memperkirakan kerugian bersih perusahaan pada tahun lalu mencapai RMB..45 miliar , memecahkan rekor sejak perusahaan tersebut go public.

Selain itu, data terbaru dari “China Real Estate Research (CRIC)” menunjukkan bahwa pada Januari tahun ini, penjualan dari 100 perusahaan properti terbesar di Tiongkok turun 3,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, raksasa properti Tiongkok, Country Garden, juga melaporkan penurunan penjualan pada Januari, hanya mencapai RMB.2,26 miliar , turun drastis sebesar 58,83% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pakar masalah Tiongkok, Wang He, mengatakan, “Saat ini, sektor properti sedang mengalami penurunan, baik itu properti industri, komersial, maupun residensial. Semuanya sedang lesu.”

Pada tahun 2020, pemerintah PKT memperkenalkan kebijakan “Tiga Garis Merah” yang bertujuan untuk memperketat regulasi di sektor properti dan membatasi akses pembiayaan bagi pengembang. Akibatnya, banyak pengembang mengalami krisis likuiditas hingga bangkrut. Menurut data dari Standard & Poor’s (S&P), sejak tahun 2021 hingga 2023, setidaknya 50 perusahaan properti Tiongkok gagal membayar utang atau mengalami wanprestasi.

Wang He menjelaskan, “Ada dua alasan utama mengapa gelembung properti di Tiongkok bertahan begitu lama. Pertama, pemerintah tidak membiarkan gelembung ini pecah secara alami. Kedua, ekonomi Tiongkok secara keseluruhan sedang mengalami penurunan struktural.”

Para analis berpendapat bahwa kebijakan pemerintah justru menjadi pemicu utama krisis di pasar properti Tiongkok. Prospek pasar properti pada tahun 2025 diperkirakan masih akan suram.

Ekonom Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat, Zheng Xuguang, mengatakan, “Kontribusi sektor properti terhadap ekonomi nasional dan Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus menurun hingga mencapai titik keseimbangan baru.”

Sementara itu, Wang He menambahkan, “Setelah gelembung properti pecah, pemerintah tidak membiarkan harga properti menyesuaikan diri secara alami di pasar. Sebaliknya, mereka berusaha mempertahankan harga agar tidak turun. Akibatnya, gelembung ini tidak dapat dibersihkan dari pasar, yang menyebabkan sektor properti terus terjebak dalam krisis berkepanjangan.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

FOKUS DUNIA

NEWS