Trump Kritik Zelenskyy: Apakah Ukraina Akan Kehilangan Dukungan AS?

Pertemuan antara delegasi  Amerika Serikat dan Rusia di Arab Saudi pada Selasa (18 Februari) mendapat respons positif dari Presiden Trump. Ia menyatakan kemungkinan bertemu langsung dengan Presiden Putin pada akhir bulan ini. Sementara itu, hubungan Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memanas setelah Ukraina tidak diundang ke pertemuan tersebut. Trump menyebut Zelensky sebagai seorang “diktator,” dan Zelensky pun memberikan tanggapan yang terdengar seperti ultimatum. Ketegangan ini memicu perhatian luas dari berbagai kalangan

EtIndonesia. Para diplomat tinggi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi dan mencapai kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik serta mendorong gencatan senjata di Ukraina. Hasil ini memuaskan kedua pemimpin negara tersebut.

Presiden AS Donald Trump: “Saya semakin yakin dengan kemungkinan tercapainya gencatan senjata. Delegasi mereka luar biasa. Rusia bersedia melakukan sesuatu.”

Sementara itu, Putin menggambarkan pertemuan tersebut sebagai “sangat bersahabat,” dengan perwakilan AS yang dinilai tidak memihak dan menunjukkan sikap terbuka.

Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang tidak diundang ke pertemuan tersebut, secara terbuka menyuarakan kekecewaannya dan menegaskan bahwa tidak akan ada kesepakatan tanpa keterlibatan Ukraina. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari Trump.

Trump berkata: “Saya yakin saya bisa mengakhiri perang ini. Menurut saya, prosesnya berjalan cukup baik. Tapi hari ini, saya mendengar seseorang mengatakan, ‘Kami tidak diundang.’ Kalian sudah berada di sana selama tiga tahun. Kalian seharusnya bisa mengakhiri perang ini sejak lama. Perang ini seharusnya tidak pernah dimulai. Kalian bisa saja mencapai kesepakatan.” 

“Saya bisa membantu Ukraina mendapatkan kembali hampir seluruh wilayah mereka—tanpa ada yang tewas, tanpa kota yang hancur, dan tanpa gereja yang runtuh. Tapi mereka memilih untuk tidak melakukannya… Sekarang, situasinya adalah Ukraina belum mengadakan pemilu, dan mereka menerapkan darurat militer. Maksud saya, saya tidak ingin mengatakan ini, tetapi dukungan terhadap pemimpin Ukraina hanya tinggal 4%.”

Zelenskyy yang menjabat sejak 2019, seharusnya mengakhiri masa jabatannya pada 20 Mei 2024 sesuai konstitusi Ukraina. Namun, akibat perang, pemerintah memberlakukan hukum darurat militer yang membekukan proses pemilu dan memperpanjang masa jabatan Zelensky.

Menanggapi pernyataan Trump soal rendahnya dukungan publik terhadapnya, Zelenskyy memberikan jawaban berikut:

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky: “Terkait angka 4% itu, kami tahu bahwa informasi palsu semacam ini berasal dari Rusia. Kami sadar bahwa AS dan Rusia sedang membahas angka-angka tersebut. Sayangnya, Presiden Trump—yang sangat kami hormati, dan yang selama ini mendapat dukungan dari rakyat Amerika—telah dikelilingi oleh informasi palsu seperti ini.”

Komentar Zelenskyy yang menuding Trump terpengaruh propaganda Rusia memperparah ketegangan. Pada 19 Februari pagi, Trump membalas melalui media sosial dengan kritik yang lebih keras:

“Zelenskyy menolak mengadakan pemilu, dukungannya di Ukraina sangat rendah. Satu-satunya hal yang dia kuasai hanyalah memanipulasi Biden. Sebagai seorang diktator yang memerintah tanpa pemilu, sebaiknya dia segera bertindak, atau dia akan kehilangan negaranya.”

Pernyataan ini segera menuai kritik dari anggota parlemen Partai Demokrat. Sebaliknya, anggota Partai Republik menghindari komentar tentang hubungan Trump dan Zelenskyy, tetapi menyatakan keyakinan bahwa Trump mampu mewujudkan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Ketua Parlemen Ukraina, Ruslan Stefanchuk, menanggapi komentar Trump melalui unggahan di Facebook: “Yang dibutuhkan Ukraina saat ini adalah peluru, bukan surat suara…”

Di sisi lain, Duta Besar Rusia untuk Inggris, Andrei Kelin, mengatakan bahwa meskipun legitimasi Zelensky dipertanyakan, Putin bersedia berunding dengannya jika diperlukan.

Dalam video yang dirilis pada larut malam, Zelenskyy mengatakan bahwa dunia hanya memiliki dua pilihan: memilih Putin atau memilih perdamaian. Bagaimana pernyataan ini akan mempengaruhi perkembangan situasi masih harus diamati. Namun, Zelensky dijadwalkan bertemu dengan utusan khusus AS untuk konflik Rusia-Ukraina pada 20 Februari.

Utusan Khusus AS untuk Konflik Rusia-Ukraina, Kellogg: “Kami sangat memahami pentingnya kedaulatan dan kemerdekaan negara ini. Salah satu tugas utama saya adalah duduk bersama mereka dan mendengarkan langsung.”

Kellogg menegaskan bahwa ia akan melaporkan semua hasil kunjungan ini kepada Presiden Trump dan Senator Marco Rubio.

Pengamat Politik, Du Wen: “Ukraina adalah korban perang—seperti korban kekerasan yang seharusnya memiliki hak untuk bersuara dan menentukan nasibnya sendiri, bukan dipaksa untuk patuh atau diam. Amerika Serikat dan Barat harus memprioritaskan kepentingan Ukraina, bukan memaksakan rekonsiliasi yang tidak adil. Jika Ukraina, sebagai pihak yang dirugikan, tidak diizinkan berpartisipasi langsung dalam negosiasi awal, bahkan tidak boleh mengungkapkan kekecewaannya, maka keadilan dari perundingan semacam itu patut dipertanyakan. Amerika adalah negara yang menjunjung keadilan. Saya tidak percaya Amerika akan mengabaikan prinsip tersebut demi tunduk pada kejahatan.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS