Vance: Hentikan Omong Kosong Moral, Hadapi Realitas – Senjata Eropa Habis, Industri Pertahanan Lumpuh

EtIndonesia. Pada Kamis (20/2), Wakil Presiden AS JD Vance menulis di media sosial X untuk mengkritik pernyataan sejarawan Inggris ternama dan peneliti senior di Hoover Institution, Universitas Stanford, Niall Ferguson. Vance menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak membutuhkan retorika moral kosong, melainkan strategi yang realistis dalam menghadapi perang Rusia-Ukraina. Dia juga mengecam Ferguson karena tidak memahami realitas di medan perang, di mana Rusia memiliki keunggulan jumlah pasukan, sementara stok senjata Eropa telah habis dan industri pertahanan mereka semakin lemah.

 Ferguson Sindir Trump, Vance Balik Serang

Dalam pernyataannya, Niall Ferguson mengutip ucapan Presiden AS ke-41, George H.W. Bush, saat Irak menginvasi Kuwait pada 1990, sebagai sindiran terhadap kebijakan Trump. Ferguson menulis:  “Sejarawan di masa depan mungkin akan bertanya: Mengapa presiden dari Partai Republik tidak lagi merespons invasi oleh seorang diktator ke negara berdaulat seperti ini?”

Bush pernah mengatakan pada 5 Agustus 1990: “Ini tidak bisa dibiarkan terjadi. Invasi ke Kuwait ini tidak dapat diterima.”

Komentar Ferguson ini langsung menuai kritik tajam dari Vance. Dia menyebut pernyataan Ferguson hanya sebatas omong kosong moral yang selama ini menjadi senjata retoris kelompok globalis, karena mereka tidak memiliki argumen lain.

Vance: Perang Ukraina Tidak Bisa Dimenangkan oleh Barat

Vance menegaskan bahwa selama tiga tahun terakhir, baik dia maupun Trump selalu mengingatkan dunia akan dua fakta sederhana:

  1. Jika Trump masih menjadi presiden, perang ini tidak akan pernah terjadi.
  2. Baik Eropa, pemerintahan Biden, maupun Ukraina tidak memiliki jalan menuju kemenangan.

“Tiga tahun lalu itu begitu, dua tahun lalu itu juga begitu, tahun lalu itu begitu juga, dan hari ini pun tetap demikian,” ujar Vance.

Namun, menurutnya, orang-orang yang sebenarnya telah benar dalam memprediksi situasi ini justru terus diabaikan.

Dia mempertanyakan apakah Ferguson benar-benar memahami rencana nyata untuk Ukraina: “Apakah dia hanya ingin menambah bantuan lagi? Apakah dia memahami realitas di medan perang? Apakah dia tahu bahwa Rusia memiliki keunggulan jumlah pasukan yang besar, sementara stok senjata Eropa semakin habis dan industri pertahanannya semakin lumpuh?”

Vance juga mengkritik Ferguson karena mengandalkan sejarah Perang Teluk untuk membahas konflik yang sama sekali berbeda, hanya untuk menghindari menghadapi realitas saat ini.

Trump Berpikir Berdasarkan Fakta, Bukan Ilusi

Vance menyebut bahwa Trump memahami realitas, dan itulah sebabnya dia membangun kebijakan berdasarkan fakta, bukan retorika. Dia kemudian menguraikan lima fakta utama tentang situasi perang Ukraina:

1.  Keamanan negara-negara Eropa Barat selama ini bergantung pada kemurahan hati Amerika Serikat, tetapi mereka malah menerapkan kebijakan dalam negeri—terutama soal imigrasi dan kebebasan berbicara—yang bertentangan dengan kepentingan rakyat AS. Kebijakan pertahanan mereka juga selalu mengandalkan dukungan tak terbatas dari Washington.

2.  Rusia memiliki keunggulan besar dalam jumlah pasukan dan persenjataan di Ukraina. Keunggulan ini tidak akan berubah hanya karena bantuan militer terus dikirim dari Barat. Faktanya, pengiriman bantuan masih terus berlangsung, tetapi tidak mengubah situasi di lapangan.

3.  Amerika Serikat masih memiliki pengaruh besar terhadap kedua pihak yang berkonflik dan bisa menggunakannya sebagai modal dalam negosiasi damai.

4.  Untuk mengakhiri perang, AS harus berdialog langsung dengan pihak yang memulai dan memperpanjang konflik ini.

5.  Perang ini telah menguras aset strategis Amerika Serikat di hampir semua aspek, mulai dari persediaan militer hingga mekanisme sanksi ekonomi. Segala sumber daya telah terkuras, tetapi konflik masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Menurut Vance, perang ini tidak hanya merugikan Rusia, Ukraina, dan Eropa, tetapi yang lebih penting, sangat merugikan Amerika Serikat.

Vance: AS Harus Segera Dorong Perdamaian

Berdasarkan fakta-fakta di atas, Vance menegaskan bahwa pemerintah AS harus segera mengambil langkah untuk mendorong perdamaian.

Dia juga menyatakan bahwa kampanye Trump telah berkomitmen untuk mengakhiri perang ini, dan bahwa semua serangan yang menyebut strategi “mengutamakan kepentingan AS” sebagai “tindakan kompromi dengan Rusia” hanyalah retorika omong kosong dan tidak berdasarkan sejarah.Vance menyimpulkan: “Kami tahu bahwa perang ini buruk bagi semua pihak yang terlibat. Tetapi yang paling penting adalah: perang ini sangat buruk bagi Amerika Serikat. Maka dari itu, kami harus segera mencari solusi damai.” (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS