Beijing “Mencuri Teknologi Segenerasi”? AS Berencana Larang Warga Tiongkok Masuk Laboratorium Nasional

EtIndonesia. Baru-baru ini, anggota Kongres AS dan para ahli dalam sidang Komite Senat untuk  Energi dan Sumber Daya Alam mengajukan usulan untuk memperketat pembatasan terhadap warga negara Tiongkok yang memasuki laboratorium nasional AS, dengan alasan “Tiongkok telah mencuri terlalu banyak teknologi canggih AS.” Usulan ini juga mencerminkan penguatan lebih lanjut oleh Pemerintah AS atas perlindungan dan pengawasan terhadap perkembangan riset ilmiah.

Menurut laporan media asing, pada tanggal 20 lalu, mantan Wakil Menteri Energi AS, yang sekarang menjabat sebagai CEO perusahaan teknologi kuantum Borealis Quantum, Paul Dabbar, dalam sidang tersebut menyatakan bahwa Tiongkok telah berhasil mencuri teknologi dari seluruh generasi ilmuwan AS, termasuk hak kekayaan intelektual dalam bidang baterai, mobil listrik, dan semikonduktor. Bahkan, mereka mencoba mencuri teknologi kuantum dan nuklir yang sedang berkembang. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar warga negara Tiongkok dilarang sepenuhnya memasuki laboratorium nasional AS, kecuali mereka mendapatkan pengecualian khusus dari Departemen Energi.

Senator Arkansas, Tom Cotton, juga mendukung usulan tersebut, dan mengutip data dari tahun anggaran 2023 yang menyatakan bahwa pada tahun tersebut, 8.000 warga negara Tiongkok dan Rusia diberikan izin untuk memasuki laboratorium nasional AS. Dia menyerukan agar larangan ini diperluas hingga mencakup warga negara Kuba, Iran, Korea Utara, dan Rusia, kecuali mereka dapat membuktikan bahwa manfaat memasuki laboratorium melebihi mudaratnya.

Ketua Komite Senat untuk Energi dan Sumber Daya Alam, Senator Mike Lee dari Utah, juga mengungkapkan bahwa Tiongkok telah secara sistematis merekrut ilmuwan elit melalui program “Rencana Ribuan Bakat atau Program Ribuan Bakat ” untuk dilatih di AS dan bekerja di laboratorium AS guna memanfaatkan teknologi yang dikembangkan dengan dana AS, yang pada akhirnya akan menguntungkan militer Tiongkok. Program ini telah dilaksanakan sejak 2008 dan menjadi salah satu cara utama bagi Beijing untuk menarik ilmuwan top dunia.

Mengutip wikipedia, Rencana Ribuan Bakat atau Program Ribuan Bakat, atau Program Prekrutan Bakat Tingkat Tinggi Luar Negeri didirikan pada 2008 oleh pemerintahan pusat Tiongkok untuk mengakui dan merekrut para pakar internasional utama dalam riset saintifik, inovasi dan kewirausahaan

Meskipun mayoritas peserta sidang mendukung pembatasan yang lebih ketat terhadap peneliti asing, beberapa juga mengakui kontribusi yang diberikan oleh peneliti asal Tiongkok dalam perkembangan teknologi AS. Laporan dari Yayasan Sains Nasional AS menyebutkan bahwa tenaga kerja yang lahir di luar negeri menyumbang 19% dari total tenaga kerja STEM (ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa, dan matematika) di AS.

” Program Ribuan Bakat ” Terungkap di Kanada

Pada Desember 2020, laporan dari Global News Kanada mengungkapkan bahwa seorang eksekutif tinggi dari perusahaan Tiongkok, CanSino Biologics adalah bagian dari ” Program Ribuan Bakat ” Tiongkok, yang bertujuan untuk mentransfer riset dan pengetahuan dari Barat ke Tiongkok dengan menawarkan gaji, dana, atau keuntungan lainnya. Diketahui bahwa eksekutif tersebut juga terlibat dalam pengembangan vaksin COVID-19 di Kanada. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa beberapa mantan pejabat keamanan nasional Kanada menyebut ilmuwan dari CanSino Biologics sebagai aset potensial bagi pemerintah Beijing yang mengumpulkan informasi.

Salah satu mantan pejabat keamanan mengatakan bahwa lembaga yang bertanggung jawab atas kerja sama dengan CanSino Biologics, yaitu Komite Penelitian Nasional (NRC), sudah menyadari sinyal bahaya terkait dan telah mengumumkan penghentian kerja sama tersebut pada Agustus 2020 karena pejabat Tiongkok tidak mengirimkan vaksin CanSino Biologics untuk diuji di Kanada.

Laporan tersebut menegaskan bahwa pendiri CanSino Biologics, Yu Xuefeng dan Zhu Tao, telah terdaftar sebagai anggota ” Program Ribuan Bakat ” Tiongkok. Rencana ini secara terbuka bertujuan untuk menarik talenta tingkat tinggi untuk Beijing, namun AS sangat curiga bahwa mereka mungkin terlibat dalam aktivitas mata-mata dan infiltrasi, serta telah mengajukan laporan terkait dugaan pencurian informasi.

Jepang Disusupi oleh “Program Ribuan Bakat” Beijing, Beijing Menarik 44 Akademisi dengan Uang

Pada 1 Januari 2021, surat kabar Yomiuri Shimbun Jepang mengungkapkan bahwa ” Program Ribuan Bakat ” Tiongkok telah merasuk ke Jepang, dengan setidaknya 44 akademisi Jepang terlibat. Beberapa dari mereka menerima dana riset besar dari Pemerintah Jepang, namun mereka mengajar di universitas-universitas milik militer Tiongkok. Pemerintah Jepang kini berencana memperketat pengawasan untuk mencegah kebocoran teknologi penting terkait keamanan dan intelijen.

Dalam penyelidikan Yomiuri, 24 akademisi di Jepang mengakui telah bergabung dengan ” Program Ribuan Bakat ” atau mendapatkan pengakuan terkait; 20 orang teridentifikasi melalui profil publik di situs universitas mereka. Di antara 44 akademisi ini, terdapat profesor pensiun dari Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto, yang mayoritas fokus pada bidang robotika, kecerdasan buatan (AI), dan proyek-proyek yang terkait langsung dengan militer. Banyak juga ilmuwan yang terlibat dalam bidang dasar sains seperti fisika, matematika, dan kimia.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa alasan akademisi Jepang bergabung dengan ” Program Ribuan Bakat ” adalah karena mereka menjanjikan dana riset yang sangat besar dan lingkungan riset yang lebih menarik dibandingkan di Jepang. Seorang akademisi pria Jepang yang diundang mengajar di Beijing University of Aeronautics and Astronautics pada 2010 mengungkapkan bahwa ” Program Ribuan Bakat ” memberinya dana riset 200 juta yen selama lima tahun, ditambah dengan dana riset dari Tiongkok sebesar 48 juta yen. Laboratoriumnya memiliki 10 mahasiswa Tiongkok, dan dia bekerja sama dengan universitas tempatnya mengajar di Jepang. Dia menghabiskan setengah waktunya di Tiongkok, dan setelah masa tugasnya berakhir, dia dapat melanjutkan penelitiannya di universitas Beijing.

Di antara 44 orang tersebut, 13 di antaranya menerima dana dari “Program Dana Riset Ilmiah” Jepang, dengan masing-masing menerima lebih dari 100 juta yen. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Sains Jepang, total dana riset yang diberikan kepada 13 orang tersebut mencapai 4,5 miliar yen, dengan salah satu akademisi menerima dana sebesar 767,9 juta yen, yang sebelumnya mengajar di universitas pesisir Tiongkok.

Di antara 44 akademisi tersebut, 8 orang bekerja di “Tujuh Sekolah Pertahanan” di sistem militer Tiongkok, dengan 5 orang di antaranya sebelumnya merupakan anggota atau anggota yang berafiliasi dengan ” Akademi Sains Jepang”. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS