Industri Perbankan Tiongkok Menghadapi Krisis: 307 Bank “Menghilang” dalam Tiga Tahun Terakhir

EtIndonesia. Ekonomi Tiongkok terus memburuk, berbagai sektor mengalami kemerosotan, dan industri perbankan di daratan pun dilanda krisis serius. Menurut statistik, pada tahun 2024, terdapat 195 entitas hukum perbankan yang “menghilang”, dan dalam tiga tahun terakhir, sebanyak 307 lembaga perbankan telah keluar dari pasar.

Pada pagi hari tanggal 17 Maret tahun ini, Administrasi Regulasi Keuangan Nasional Tiongkok mengumumkan data terbaru yang menunjukkan bahwa hingga 31 Desember 2024, jumlah lembaga keuangan perbankan yang masih ada di dalam negeri adalah 4.295.

Laporan dari Cailian Press di Tiongkok menyebutkan bahwa data resmi menunjukkan jumlah lembaga keuangan perbankan pada akhir 2021 adalah 4.602, pada akhir 2022 menjadi 4.567, dan pada akhir 2023 turun lagi menjadi 4.490.

Artinya, antara tahun 2022 hingga 2024, sebanyak 307 lembaga perbankan telah menghilang. Dari jumlah tersebut, 195 entitas hukum perbankan keluar dari pasar pada tahun 2024, mencatatkan angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa bank-bank yang “menghilang” ini sebagian besar adalah bank komersial pertanian (農商行), koperasi kredit pertanian (農信社), dan bank pedesaan (村鎮銀行). Berdasarkan data yang tidak lengkap, pada tahun 2024, lebih dari 75 bank pedesaan telah digabung atau diserap, sementara lebih dari 55 bank pedesaan diakuisisi (dan kemungkinan besar juga akan dimerger di kemudian hari).

Seorang analis industri perbankan dari sebuah perusahaan sekuritas mengatakan: “Saya percaya bahwa tahun ini akan ada lebih banyak lagi bank kecil yang akan diserap atau dimerger.”

Menurut pengumuman yang dikeluarkan oleh Henan Rural Commercial Bank, Henan Rural Commercial United Bank serta empat bank komersial pertanian di kota Zhengzhou, Xinxiang, Puyang, dan Jiyuan (termasuk koperasi kredit pertanian), serta Yingyang Lifeng Rural Bank, semuanya berjumlah 25 lembaga, telah bergabung untuk membentuk Henan Rural Commercial Bank melalui mekanisme merger baru. Hal ini berarti 24 lembaga keuangan perbankan akan kehilangan status badan hukum mereka.

Selain itu, pembentukan Inner Mongolia Rural Commercial Bank yang telah disetujui menunjukkan bahwa sebanyak 119 bank lainnya juga akan kehilangan status badan hukum mereka.

Hingga 26 Februari tahun ini, sebanyak 37 bank telah digabung atau dibubarkan pada tahun 2025, jauh lebih banyak dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana hanya dua bank yang mengalami nasib serupa.

Pada akhir Desember 2024, Bank Sentral Tiongkok menerbitkan “Laporan Stabilitas Keuangan (2024)”, yang menunjukkan bahwa pada akhir 2023, Bank Sentral telah melakukan evaluasi terhadap 3.936 lembaga perbankan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat 357 bank yang masuk kategori “zona merah”, dengan sebagian besar berasal dari koperasi pertanian (termasuk bank komersial pedesaan, bank koperasi pertanian, dan koperasi kredit pertanian), serta bank pedesaan. Bank-bank yang dikategorikan sebagai “zona merah” berarti memiliki risiko keuangan yang sangat tinggi.

Dari segi distribusi wilayah, Liaoning telah membatalkan 41 bank, Hebei membatalkan 36 bank, Xinjiang membatalkan 25 bank, dan Hainan membatalkan 20 bank.

Karena data yang dirilis oleh otoritas Tiongkok sering kali tidak sepenuhnya transparan, jumlah bank berisiko tinggi yang sebenarnya mungkin jauh lebih banyak daripada yang diumumkan secara resmi.

Menurut Wang Zhisheng, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertukaran Elit Asia-Pasifik, yang diwawancarai oleh New Tang Dynasty Television (NTD) pada Januari tahun ini, restrukturisasi dan pembubaran bank-bank kecil ini merupakan bagian dari upaya Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk menyerap dampak krisis sistem keuangan akibat anjloknya sektor properti. Dalam skala yang lebih luas, fenomena ini menggambarkan bagaimana tekanan ekonomi Tiongkok telah mencapai titik kritis, di mana pemerintah terpaksa mengambil tindakan ekstrem dengan merestrukturisasi atau membubarkan bank-bank kecil secara cepat.

Wang Zhisheng menambahkan bahwa utang pemerintah daerah yang tidak terlihat (utang terselubung), gelembung properti, serta kredit macet yang tidak dapat ditagih merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap meningkatnya risiko kegagalan bank. Akibatnya, restrukturisasi atau pembubaran bank-bank kecil hanyalah sebuah proses “eutanasia lambat” bagi industri perbankan Tiongkok.

Sementara itu, Xie Tian, seorang profesor di University of South Carolina, Amerika Serikat, menyatakan bahwa penutupan sejumlah besar bank merupakan masalah yang sangat serius. Dia menjelaskan bahwa penyebab utama dari fenomena ini adalah resesi ekonomi Tiongkok yang semakin dalam, yang berdampak pada berkurangnya aktivitas pembiayaan dan transaksi keuangan di sektor bisnis, sehingga laba bank menyusut, jumlah kredit macet meningkat, aliran dana menjadi tidak stabil, atau bahkan mengalami kekurangan modal, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian besar bagi bank-bank tersebut.

Majalah The Economist sebelumnya telah memprediksi bahwa PKT akan mempercepat proses penyerapan dan penggabungan bank-bank kecil. Menurut perkiraan lembaga pemeringkat S&P Global, proyek merger bank ini akan membutuhkan setidaknya satu dekade untuk diselesaikan.

Di satu sisi, para pendukung kebijakan penggabungan bank kecil berargumen bahwa semakin sedikit jumlah bank kecil, semakin mudah bagi regulator untuk melakukan pengawasan. Namun, di sisi lain, para pengkritik menyebut langkah ini tidak lebih dari sekadar akal-akalan belaka. Mereka berpendapat bahwa menggabungkan puluhan bank bermasalah hanya akan menciptakan bank yang lebih besar tetapi dengan masalah yang lebih serius.

Hal yang paling membuat Pemerintah Tiongkok khawatir adalah kemungkinan bangkrutnya bank-bank kecil yang berkinerja buruk dapat mengancam stabilitas sosial. Pada tahun 2022, skandal penipuan besar-besaran yang terjadi di Henan Rural Bank, menyebabkan beberapa bank membekukan rekening para deposan, sehingga mereka terpaksa turun ke jalan untuk menuntut keadilan. Sebagai respons, pemerintah mengerahkan aparat keamanan untuk membubarkan dan menangkap para demonstran.

Karena ekonomi Tiongkok sedang mengalami kesulitan serius, sektor keuangan di daratan Tiongkok juga dilanda gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji. Menurut data yang dirilis oleh empat bank terbesar di Tiongkok tahun lalu, dalam lima tahun terakhir, jumlah karyawan yang dikurangi mencapai 67.000 orang.

Dari keempat bank tersebut, Agricultural Bank of China mencatatkan jumlah PHK tertinggi, dengan pemangkasan lebih dari 35.000 karyawan sejak tahun 2017. Yang lebih mengejutkan, saat ini, lebih dari 54% tenaga kerja di Agricultural Bank of China berusia di atas 40 tahun, sementara pegawai di bawah usia 30 tahun hanya berjumlah 21%. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS