Israel Lancarkan Serangan Udara Besar-besaran ke Gaza, Alasan Pembatalan Perjanjian Gencatan Senjata Terungkap

EtIndonesia. Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas gagal. Pada hari Selasa (18/3), Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza. Otoritas kesehatan Palestina melaporkan bahwa jumlah korban tewas saat ini telah meningkat menjadi 413 orang. Serangan mendadak ini mengakhiri gencatan senjata yang berlaku sejak Januari, serta berpotensi memicu kembali konflik secara penuh.

Pada 18 Maret waktu setempat, militer Israel menyerang puluhan target Hamas di Jalur Gaza dalam operasi militer besar-besaran. Ini merupakan serangan udara paling sengit sejak gencatan senjata pada 19 Januari, dengan kemungkinan bahwa pasukan darat Israel juga akan kembali melancarkan operasi tempur.

Melalui unggahan di platform komunikasi Telegram, militer Israel mengumumkan: “Saat ini kami melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap sasaran teroris Hamas di Jalur Gaza. Detail lebih lanjut akan diumumkan kemudian.”

Pemerintah Israel juga mengeluarkan pernyataan bahwa Hamas terus-menerus menolak membebaskan para sandera, serta menolak semua proposal yang diajukan oleh utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, dan mediator lainnya. Oleh karena itu, Israel memutuskan untuk “meningkatkan operasi militer terhadap Hamas”.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengonfirmasi bahwa mereka menerima perintah dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz untuk melakukan tindakan militer besar-besaran terhadap Hamas di Jalur Gaza, sebagai respons atas penolakan Hamas untuk membebaskan para sandera Israel.

Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa serangan udara hari ini menghantam beberapa wilayah utama, termasuk:

  • Deir al-Balah (kota di Gaza bagian tengah)
  • Gaza City (kota di bagian utara)
  • Khan Younis dan Rafah (kota besar di bagian selatan)

Serangan ini telah menyebabkan setidaknya 232 orang tewas, mayoritas adalah anak-anak, perempuan, dan lansia, serta lebih dari 150 orang mengalami luka-luka.

Dalam pernyataan resmi, kantor Perdana Menteri Netanyahu menegaskan bahwa perintah serangan diberikan karena tidak ada kemajuan dalam negosiasi perpanjangan gencatan senjata. Pemerintah Israel menuduh Hamas berulang kali menolak mengembalikan para sandera Israel, serta menolak proposal yang diajukan oleh utusan AS Steve Witkoff dan mediator lainnya. Oleh karena itu, Netanyahu memerintahkan serangan besar terhadap Hamas.

Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi militer ini tidak memiliki batas waktu tertentu dan akan terus berlanjut selama diperlukan, serta tidak terbatas hanya pada serangan udara.

Menurut Reuters, seorang pejabat senior Hamas menuduh bahwa Israel telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari, dan bahwa tindakan ini membahayakan keselamatan para sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.

Sementara itu, pihak Israel menuduh bahwa Hamas telah secara brutal membunuh beberapa sandera, termasuk anak-anak. Saat ini, masih ada lebih dari 20 sandera yang masih hidup di Gaza, termasuk satu warga Thailand dan satu warga Nepal.

Alasan Israel Membatalkan Gencatan Senjata Terungkap, Hamas: Pemimpin Pemerintahan Gaza Tewas

Menurut Kantor Media Hamas di Gaza, beberapa pemimpin senior Hamas yang tewas akibat serangan udara Israel termasuk:

  • Tawfiq Abu Naim (pemimpin pemerintahan Hamas di Gaza)
  • Ahmad al-Khatta (Menteri Kehakiman Hamas)
  • Mahmoud Abu Watfa (Menteri Dalam Negeri Hamas)
  • Bahjat Abu Sultan (Kepala Keamanan Domestik Hamas)

Dalam pernyataannya, Hamas menuduh Israel melakukan serangan udara langsung terhadap para pemimpin tersebut beserta keluarga mereka, yang menyebabkan mereka gugur.

Menurut laporan CNN, akar penyebab serangan udara besar-besaran Israel kali ini adalah perbedaan interpretasi antara Israel dan Hamas mengenai tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata.

Dalam perjanjian awal, Israel seharusnya menarik seluruh pasukannya dari Gaza pada tahap kedua, dan Hamas harus membebaskan semua sandera yang masih hidup, serta bernegosiasi untuk mengakhiri perang.

Namun, Israel menuntut perpanjangan gencatan senjata tahap pertama, tanpa komitmen untuk mengakhiri perang atau menarik pasukannya dari Gaza.

Menurut laporan Politico, setelah Israel kembali melancarkan serangan militer, Menteri Pertahanan Israel Katz dan Perdana Menteri Netanyahu menyalahkan Hamas karena “menolak membebaskan sandera”.

Dalam pernyataannya, Menteri Pertahanan Katz mengatakan: “Jika Hamas tidak membebaskan para sandera, maka pintu neraka akan terbuka kembali di Gaza.”

Netanyahu juga menuding Hamas menolak proposal dari utusan AS, Steve Witkoff, yang tidak mengharuskan gencatan senjata permanen. 

Kantor Perdana Menteri Netanyahu menyatakan: “Mulai saat ini, Israel akan meningkatkan tekanan militer terhadap Hamas.”

Tahap Pertama Perjanjian Gencatan Senjata Israel-Hamas Berakhir

Sebelum Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS, Washington telah berusaha mendorong perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang mulai berlaku pada 19 Januari dan berakhir pada 1 Maret. Namun, setelah berminggu-minggu negosiasi, kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan untuk memperpanjang gencatan senjata.

Serangan udara Israel pada 18 Maret jauh lebih besar dibandingkan serangan drone sebelumnya yang hanya menargetkan individu atau kelompok kecil militan.

Hamas menuduh bahwa Israel telah mengingkari perjanjian gencatan senjata, sehingga nasib 59 sandera yang masih ditahan di Gaza menjadi tidak pasti.

Sementara itu, militer Israel menyatakan bahwa serangan ini menargetkan komandan tingkat menengah Hamas, serta fasilitas infrastruktur milik Hamas.

Menurut laporan Reuters, wilayah Gaza mengalami kerusakan parah akibat serangan ini, dengan ribuan warga Palestina terpaksa mengungsi di kamp-kamp darurat atau tinggal di gedung-gedung yang hancur.

Di Gaza City, sebuah gedung apartemen menjadi sasaran serangan udara. Di Deir al-Balah, setidaknya tiga rumah warga terkena serangan.

Menurut para tenaga medis dan saksi mata, serangan udara juga menghantam target di Khan Younis dan Rafah, wilayah selatan Gaza.

Menurut Gedung Putih, sebelum Israel melancarkan serangan udara ini, pihak Israel telah berkonsultasi dengan Washington. Militer Israel menyatakan bahwa serangan ini difokuskan pada komando tertinggi Hamas dan fasilitas-fasilitas utama mereka. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS