EtIndonesia. Presiden AS, Donald Trump kembali menunjukkan kekhawatirannya terhadap posisi strategis Greenland — wilayah otonomi di bawah Denmark — yang berpotensi jatuh ke tangan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Trump bahkan beberapa kali menyatakan minatnya untuk membeli pulau tersebut. Dalam perkembangan terbaru, Gedung Putih pada 23 Maret mengumumkan bahwa istri Wakil Presiden AS, Usha Vance, akan memimpin kunjungan delegasi tingkat tinggi ke Greenland pekan ini.
Delegasi AS Dipimpin Ibu Wakil Presiden, Akan Kunjungi Pangkalan Militer dan Acara Budaya
Pada pagi hari 24 Maret waktu Denmark, Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz, Menteri Energi Chris Wright, serta Usha Vance akan melakukan kunjungan resmi ke Greenland.
Delegasi ini dijadwalkan meninjau Pangkalan Antariksa Pituffik, salah satu instalasi militer AS yang paling penting di kawasan Arktik. Gedung Putih menyebut bahwa mereka akan menerima paparan dari militer AS yang bertugas di sana, kemudian bersama Ibu Wakil Presiden mengunjungi situs-situs bersejarah serta menghadiri lomba balap kereta luncur anjing, acara budaya paling bergengsi di Greenland.
Namun, Penjabat Perdana Menteri Greenland, Múte B. Egede, menyatakan melalui Facebook pada malam 23 Maret bahwa para tamu dari AS tersebut tidak akan bertemu dengan Pemerintah Greenland.
Sementara itu, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menyampaikan bahwa dia “sangat serius” menanggapi kunjungan ini, mencerminkan sensitivitas geopolitik kunjungan tersebut.
Gedung Putih: Kunjungan Ini untuk Memperluas Kemitraan dan Hormati Otonomi Greenland
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menyatakan bahwa kunjungan ini merupakan kesempatan untuk membangun kemitraan yang menghormati hak Greenland untuk menentukan nasib sendiri, sekaligus mendorong kerja sama ekonomi.
Hughes menambahkan bahwa kunjungan ini juga untuk memahami budaya, sejarah, dan masyarakat Greenland, serta menghadiri acara balap kereta luncur anjing yang disponsori oleh AS.
Ketertarikan AS pada Greenland: Dari Wacana Pembelian Hingga Persaingan Global
Perhatian Presiden Trump terhadap Greenland bukan tanpa alasan. Greenland bukan hanya wilayah strategis di antara Amerika Utara dan Eropa, namun juga menyimpan kekayaan sumber daya alam yang besar, termasuk logam tanah jarang, uranium, litium, dan kobalt. Semua komoditas ini sangat penting dalam industri teknologi modern, mulai dari ponsel pintar hingga mobil listrik.
Greenland juga terletak pada jalur terpendek antara Amerika Utara dan Eropa, yang menjadikannya krusial dalam sistem peringatan dini rudal balistik AS.
Pada tahun 2019, Trump sempat mengajukan wacana pembelian Greenland — sebuah ide yang dianggap aneh oleh banyak orang, namun sesungguhnya memiliki preseden historis. AS pernah membeli Louisiana dari Prancis, Alaska dari Rusia, dan Kepulauan Virgin dari Denmark. Nilai Greenland saat ini diperkirakan antara 12,5 hingga 77 miliar dolar AS.
Namun baik Denmark maupun pemerintah Greenland menolak gagasan penjualan pulau tersebut. Meski Greenland bukan negara merdeka, pulau itu memiliki otonomi yang luas dan mampu menentukan kebijakan internalnya tanpa campur tangan dari Kopenhagen, seperti saat Greenland keluar dari Uni Eropa pada tahun 1985, sementara Denmark tetap menjadi anggota.
Dukungan AS pada Budaya Lokal: Sponsor Lomba Kereta Luncur Anjing
Acara balap kereta luncur anjing di Sisimiut, yang akan dihadiri delegasi AS pada 29 Maret, merupakan salah satu acara budaya terbesar di Greenland.
Menurut laporan jurnalis Arktik dari DR Denmark, Martin Breum, panitia lomba sempat kehabisan dana sebelum akhirnya menerima bantuan besar dari Konsulat AS di Nuuk. Breum mengatakan bahwa secara resmi kehadiran AS dalam acara ini merupakan bentuk dukungan budaya.
“Tak ada yang benar-benar percaya itu satu-satunya alasan,” ujarnya. “Ini sebenarnya cara halus untuk mempererat hubungan Greenland dan Amerika Serikat.”
Greenland dan Arktik: Kunci Baru dalam Perebutan Pengaruh Global
Menurut peneliti senior dari Program Arktik Universitas Harvard dan Wilson Center, Andreas Østhagen, pentingnya Greenland bagi AS dapat dilihat dari tiga aspek:
- Keamanan Nasional – Greenland sangat penting bagi pertahanan wilayah Amerika Utara, terutama karena posisinya dekat dengan Alaska dan perbatasan udara Rusia di Selat Bering.
- Militerisasi Rusia di Arktik – Rusia telah meningkatkan aktivitas militer di sepanjang pantai Arktiknya, dari Norwegia hingga Kepulauan Aleut. Dengan mencairnya es Arktik, wilayah ini menjadi jalur strategis baru untuk perdagangan dan operasi militer.
- Peluang Jalur Perdagangan Baru – Rute Laut Utara (NSR) yang melintasi pantai Rusia bisa memangkas waktu pelayaran antara Asia dan Eropa hingga 40%, mengurangi ketergantungan pada Terusan Suez dan Terusan Panama.
Aktivitas Tiongkok di Arktik: Tantangan Serius bagi AS
Meski Tiongkok bukan negara Arktik, dalam kebijakan Arktik resminya pada tahun 2018, Beijing menyebut dirinya sebagai “negara dekat-Arktik”. Tiongkok telah berinvestasi besar dalam proyek eksplorasi sumber daya dan pengembangan rute perdagangan Arktik, yang menjadi bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan versi kutub, atau “Jalur Sutra Es.”
Bahkan pada tahun 2016, sebuah perusahaan Tiongkok sempat menjadi salah satu penawar dalam pelelangan bekas pangkalan angkatan laut di Greenland. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius di Washington.
Presiden Trump pun menyadari bahwa Greenland adalah medan strategis penting dalam kompetisi kekuatan besar abad ke-21, terutama melawan pengaruh Tiongkok yang semakin ekspansif di kawasan kutub utara.
Seperti yang diungkapkan analis strategi Thomas Fazi, perebutan pengaruh di Arktik saat ini telah menjadi bagian dari “The Great Game” baru di abad ke-21 — dan babak baru dari permainan itu sudah dimulai.(jhn/yn)