Pertemuan Rahasia di Riyadh : Negosiasi Gencatan Senjata Rusia-Ukraina, AS Tetapkan Garis Merah

EtIndonesia. Pada 24 Maret, perwakilan dari Amerika Serikat, Rusia, dan Ukraina berkumpul di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, untuk menggelar serangkaian negosiasi guna mencapai kesepakatan gencatan senjata parsial.

Negosiasi berlangsung di hotel mewah Ritz-Carlton di Riyadh, yang menarik perhatian media Amerika karena desainnya yang megah dengan gaya Islam, pohon palem berjejer, air mancur besar, aula tinggi, lampu gantung kristal, serta lantai marmer.

 Arab Saudi, sebagai tuan rumah, berupaya memainkan peran sebagai mediator netral, meskipun kerjasamanya yang erat dengan Rusia dalam sektor energi menimbulkan kecurigaan.

Pada 23 Maret, delegasi AS lebih dulu bertemu dengan tim Ukraina untuk pembicaraan panjang. Fokus utama negosiasi mencakup:

  • Gencatan senjata di Laut Hitam untuk menjamin keamanan jalur perdagangan maritim.
  • Perlindungan terhadap infrastruktur energi dan fasilitas penting Ukraina dari serangan.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut pertemuan ini sebagai “konstruktif.”

Keesokan harinya, delegasi AS bertemu dengan perwakilan Rusia di tempat yang sama. Media Rusia melaporkan bahwa tujuan utama perundingan ini adalah merumuskan perjanjian gencatan senjata sementara selama 30 hari, yang berpotensi membuka jalan bagi gencatan senjata penuh.

Sikap AS dan Rusia

Utusan khusus AS, Steve Witkoff, menyatakan dalam wawancara dengan Fox News bahwa dirinya optimis dengan hasil perundingan. Ia menekankan bahwa kesepakatan gencatan senjata di Laut Hitam adalah prioritas AS, yang digambarkan sebagai “garis merah” dalam negosiasi.

Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin mengajukan syarat tambahan untuk gencatan senjata penuh, termasuk:

  1. Ukraina harus menghentikan mobilisasi militernya.
  2. Barat harus menghentikan bantuan militer ke Ukraina.

Syarat-syarat ini ditolak oleh Ukraina dan sekutunya.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah menghubungi pemimpin Rusia dan Ukraina, yang pada 20 Maret sepakat secara prinsip untuk gencatan senjata terbatas. Namun, ada perbedaan pandangan:

  • Gedung Putih ingin gencatan senjata mencakup perlindungan terhadap “energi dan infrastruktur” Ukraina.
  • Kremlin ingin membatasi gencatan senjata hanya pada “infrastruktur energi” saja.
  • Zelenskyy menuntut agar jalur kereta api dan pelabuhan juga dimasukkan dalam perjanjian perlindungan.

Beberapa jam setelah pertemuan antara AS dan Ukraina pada 24 Maret, Rusia kembali melancarkan serangan drone ke wilayah Ukraina, menyebabkan kerusakan bangunan dan korban jiwa. Sementara itu, Rusia menuduh Ukraina menyerang fasilitas gas alam di wilayah Kursk. Ukraina membantah dan menyebut tuduhan itu sebagai rekayasa Rusia.

Washington berharap dapat mencapai kesepakatan gencatan senjata sebelum 20 April. Namun, Gedung Putih mengakui bahwa perbedaan sikap antara Rusia dan Ukraina masih terlalu besar, sehingga tenggat waktu ini kemungkinan akan tertunda. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS