EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka mengumumkan kebijakan tarif baru di Taman Mawar Gedung Putih, sambil memegang papan grafik yang merinci besaran tarif impor yang dikenakan AS terhadap berbagai negara. Namun, media internasional segera menyoroti satu detail sensitif: Taiwan secara terpisah dicantumkan sebagai sebuah “negara” dalam daftar tersebut.
Pada sore hari tanggal 2 waktu Timur AS, Trump tampil percaya diri saat mengumumkan putaran baru tarif perdagangan. Dalam pernyataannya, dia menegaskan bahwa AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain sebesar setengah dari tarif yang negara tersebut kenakan terhadap AS, sebagai langkah balasan yang disebutnya “adil dan sepadan”.
Namun, yang memicu kontroversi besar adalah ketika papan tarif yang ditunjukkan Trump menunjukkan Taiwan secara eksplisit terdaftar sebagai sebuah “negara”, terpisah dari Tiongkok. Langkah ini dipandang sangat mungkin memicu kemarahan Beijing, dan berpotensi menyalakan kembali ketegangan diplomatik antara kedua negara adidaya tersebut.
Menurut analisis dari The Wall Street Journal, Tiongkok saat ini bukan hanya merasa tertekan akibat dikenakannya tarif tinggi hingga 34%, tetapi juga karena Trump menempatkan Tiongkok sebagai “pelaku buruk utama” dalam pernyataannya, sehingga semakin memperuncing ketegangan. Namun yang paling menyulut kemarahan Beijing adalah fakta bahwa dalam kategori “Country (Negara)”, Taiwan dan Tiongkok tercantum secara sejajar sebagai dua entitas yang berbeda, secara implisit mengindikasikan bahwa Trump menganggap Taiwan sebagai negara yang terpisah dari Tiongkok.
Respons Keras dari Beijing: “Taiwan Adalah Taiwan-nya Tiongkok”
Meski pemerintah Tiongkok belum mengeluarkan pernyataan resmi menyeluruh, namun Duta Besar Tiongkok untuk AS, Xie Feng, segera memberikan reaksi tajam di platform X (dulu Twitter).
Dalam cuitannya, Feng mengatakan: “Taiwan adalah Taiwan-nya Tiongkok. Kami akan mengejar reunifikasi damai dengan semangat dan usaha terbaik, tetapi kami tidak akan mentoleransi sedikit pun ruang bagi kekuatan ‘kemerdekaan Taiwan’ untuk berkembang.”
Pernyataan ini mencerminkan kemarahan mendalam dari pihak Tiongkok, terutama terhadap pelabelan Taiwan sebagai “negara”, yang dianggap sebagai pelanggaran prinsip “Satu Tiongkok”.
Dampak Strategis: Ketegangan AS–Tiongkok Bisa Memuncak
Kebijakan tarif yang diumumkan Trump kali ini bukan sekadar persoalan ekonomi, namun juga mengandung muatan politik dan diplomatik yang sangat sensitif. Menampilkan Taiwan sebagai “negara” bukan hanya melanggar norma diplomatik yang dijaga selama puluhan tahun, tetapi juga secara langsung menantang klaim kedaulatan Tiongkok.
Dengan situasi Taiwan yang sejak lama menjadi titik sensitif dalam hubungan AS–Tiongkok, insiden ini bisa menjadi pemicu baru yang mendorong hubungan bilateral menuju ketegangan baru. Apalagi dalam konteks kampanye pemilu, Trump tampaknya kembali menggunakan retorika keras terhadap Tiongkok sebagai alat politik, yang dapat memperkeruh situasi lebih jauh. (jhn/yn)