EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali menggemparkan dunia pada 4 April dengan mengumumkan kebijakan “tarif timbal balik” terhadap berbagai negara. Yang paling menyita perhatian: Taiwan dikenai tarif setinggi 32%, sebuah angka mengejutkan yang segera menjadi sorotan global.
Pemerintah Taiwan segera menggelar respons darurat. Berbekal serangkaian simulasi kebijakan dan skenario “sand table” yang telah disiapkan sebelumnya, jajaran tinggi negara langsung menggelar rapat tengah malam, membahas langkah-langkah konkret untuk menghadapi tarif yang di luar perkiraan ini.
Lai Ching-te dan Pemerintah Taiwan Bereaksi Cepat
Presiden Lai Ching-te bersama Perdana Menteri Cho Jung-tai sehari sebelumnya, pada 3 April, telah lebih dulu menyampaikan pernyataan kepada publik melalui media sosial, menegaskan posisi tegas Taiwan dalam menghadapi perubahan kebijakan perdagangan dari AS.
Namun di tengah upaya pemerintah yang sigap ini, muncul gelombang rumor liar di media sosial. Sebagian pengguna menyebarkan kabar bohong yang menyebut bahwa “Presiden Lai meninggalkan komentar menantang di akun X milik Trump.”
Lebih ironis, juru bicara Partai Kuomintang (KMT) malah memanfaatkan situasi ini untuk menyindir Lai, dengan mengatakan bahwa “satu-satunya cara Lai bernegosiasi adalah menjadi netizen di media sosial.”
Tanggapan Tegas dari Politikus dan Istana Kepresidenan
Anggota Dewan Kota Taipei, Lin Liang-jun, mengecam keras tindakan oposisi, menyebut KMT “benar-benar tidak punya etika politik.” Dia menegaskan bahwa sangat wajar bagi presiden menyuarakan posisi Taiwan lewat akun resminya, dan menyayangkan saat negara menghadapi tantangan besar, KMT malah sibuk menyebar hoaks dan mencibir tanpa kontribusi nyata.
Juru Bicara Istana Kepresidenan, Kuo Ya-hui, pun segera mengeluarkan klarifikasi resmi, menyatakan: “Presiden Lai tidak pernah meninggalkan komentar atau membalas unggahan siapa pun di media sosial. Mohon masyarakat jangan mudah percaya kabar palsu!”
Pernyataan Tegas Presiden Lai di Media Sosial
Dalam pernyataannya di Facebook dan platform X (dulu Twitter), Presiden Lai Ching-te mengeluarkan respons keras terhadap kebijakan tarif Trump. Dia menyatakan bahwa tarif 32% yang diberlakukan AS terhadap Taiwan “melampaui ekspektasi banyak negara”, dan menegaskan bahwa Taiwan akan berdiri bersama industri dalam negeri dan melakukan negosiasi serius dengan pihak AS.
Dalam unggahannya di X, Lai dengan tegas menyampaikan: “Surplus perdagangan Taiwan terhadap AS disebabkan oleh dinamika kebijakan dan bukan karena praktik perdagangan yang tidak adil.”
Dia menyerukan kerja sama erat dengan AS, dengan landasan keadilan dan saling menguntungkan, guna memperkuat kemakmuran bersama. Nada bicara yang tegas namun diplomatis ini menunjukkan sikap pantang mundur dari pihak Taiwan.
Isu Hoaks Jadi Sorotan, Kubu Oposisi Dikecam
Namun rumor seputar “komentar langsung Lai di akun X Trump” terus menyebar. **Juru bicara Istana Kepresidenan Kuo Ya-hui kembali menegaskan bahwa rumor tersebut **“sepenuhnya tidak berdasar dan murni rekayasa.”
Sementara itu, juru bicara Partai KMT justru memperkeruh suasana, mengejek Lai dengan komentar sinis: “Tak bisa menemukan jalur diplomasi, akhirnya hanya bisa jadi netizen di X.”
Lin Liang-jun pun merespons dengan keras: “Pertama, presiden hanya menyampaikan pendapat melalui akun resmi miliknya. Kedua, membela kepentingan Taiwan adalah tugas seorang pemimpin, apa salahnya dengan itu?”
Dia menyesalkan bahwa di tengah krisis perdagangan yang serius, oposisi bukannya bersatu dan memberi solusi, malah mempermainkan isu dan menyebarkan kebohongan. Dia bertanya tajam: “Di mana jiwa kepemimpinan kalian?”
Ajakan Bersatu dan Fokus pada Negosiasi
Lin menyerukan agar seluruh spektrum politik di Taiwan, baik pemerintah maupun oposisi, menghentikan perpecahan dan bersatu menghadapi dampak serius dari kebijakan tarif 32% ini. Dia menekankan pentingnya melanjutkan negosiasi intensif dengan Pemerintah AS.
Istana Kepresidenan juga menegaskan bahwa fokus pemerintah adalah mendukung industri, menjaga stabilitas ekonomi, dan melindungi kesejahteraan rakyat. Pemerintah akan bergandengan tangan dengan pelaku industri dan terus melobi AS secara aktif.
Di tengah krisis perdagangan global ini, Taiwan sangat membutuhkan konsensus dan solidaritas nasional.
Kuo Ya-hui pun menyampaikan seruan terakhir: “Kami berharap semua pihak menyampaikan informasi yang benar dan bersama-sama menghadapi badai ekonomi ini.” (jhn/yn)