EtIndonesia. Presiden AS, Donald Trump dengan tegas menyatakan bahwa jika Rusia dan Ukraina tidak bisa mencapai kesepakatan damai, dia akan memberlakukan tarif impor tingkat dua yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekspor minyak Rusia, dengan besaran hingga 50%. Dia juga mengkritik pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang mempertanyakan legitimasi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dan memperingatkan bahwa semua negara yang membeli minyak Rusia tidak akan diizinkan berdagang di Amerika Serikat.
Trump Siap Bertindak Tegas Jika Perang Tak Berakhir
Dalam wawancara eksklusif dengan pembawa acara Kristen Welker dari NBC pada tanggal 30 Desember 2024, Trump menegaskan bahwa jika perang Rusia–Ukraina terus berlanjut, dan dirinya kembali menjabat, ia akan mengenakan tarif sebesar 25% hingga 50% terhadap seluruh produk, termasuk minyak, yang dijual oleh negara-negara yang membeli dari Rusia dan menjual di pasar Amerika.
“Kalau kamu membeli minyak dari Rusia, maka kamu tidak bisa berdagang di Amerika Serikat,” ujar Trump.
Dia juga menegaskan bahwa jika tidak ada kesepakatan gencatan senjata, maka kebijakan tarif tersebut akan mulai berlaku dalam waktu satu bulan setelah dia menjabat.
Marah Tapi Masih Punya Hubungan Baik dengan Putin
Trump mengaku bahwa meskipun hubungannya dengan Putin cukup baik, dia merasa marah dengan komentar Putin yang baru-baru ini mempertanyakan legitimasi Presiden Zelenskyy.
“Kalau dia (Putin) melakukan hal yang benar, kemarahan saya akan segera reda,” kata Trump, menunjukkan bahwa dia masih membuka ruang diplomasi.
Putin Usulkan “Pemerintahan Sementara” di Ukraina, Ditolak PBB
Pada 28 Maret lalu, Putin mengusulkan agar PBB membentuk pemerintahan sementara di Ukraina untuk mengadakan pemilu baru dan menyusun perjanjian damai yang diakui secara global—sebuah usulan yang secara tidak langsung bertujuan untuk menyingkirkan Zelenskyy dari kekuasaan.
Namun, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres secara tegas menolak proposal Putin, dan menyatakan bahwa Ukraina sudah memiliki pemerintahan yang sah, sehingga tidak ada alasan untuk membuat pemerintahan sementara ataupun menggelar pemilu ulang.
Juru bicara kantor kepresidenan Ukraina juga mengecam usulan Rusia tersebut sebagai upaya menghancurkan jalan damai melalui perang, dan menegaskan bahwa pemerintahan Ukraina hanya dapat diputuskan oleh rakyat Ukraina melalui konstitusi.
Pernyataan Putin Diubah oleh Juru Bicaranya
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kemudian mencoba meredakan ketegangan dengan mengatakan bahwa gagasan tentang “pemerintahan sementara” hanya merupakan sebuah hipotesis yang diajukan presiden, dan terlalu dini untuk membicarakan detailnya.
Trump Prioritaskan Perdamaian Rusia–Ukraina setelah Menjabat
Diplomasi yang memanas ini semakin menunjukkan bahwa Trump akan menjadikan perdamaian Rusia–Ukraina sebagai salah satu prioritas utamanya setelah kembali ke Gedung Putih. Namun, perbedaan pandangan antara Putin, Zelenskyy, dan PBB menandakan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh rintangan. (jhn/yn)