Dampak Tarif Resiprokal Trump : Lebih dari 50 Negara Ingin Berunding dengan AS, India dan Indonesia Tegaskan Tidak Akan Membalas

EtIndonesia. Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April yang mengumumkan tarif resiprokal atau imbal balik secara global  memicu gejolak dalam pasar keuangan internasional. Negara-negara merespons secara berbeda. Tidak seperti Tiongkok dan Uni Eropa yang mengumumkan tindakan balasan, lebih dari 50 negara telah menghubungi Gedung Putih untuk mencari jalur perundingan. 

Dua kekuatan ekonomi besar Asia, India dan Indonesia, serta Taiwan, memilih untuk tidak membalas dan mencari penyelesaian melalui jalur diplomatik. Presiden Taiwan Lai Ching-te bahkan menyatakan ingin memulai negosiasi dari tarif nol dengan AS, mencontoh perjanjian USMCA (AS-Meksiko-Kanada), serta berencana meningkatkan pembelian dari AS.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih (NEC), Kevin Hassett, dalam wawancara dengan acara politik ABC “This Week”, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif Presiden Trump telah mendorong lebih dari 50 negara untuk memulai perundingan dagang dengan AS. Ia juga mengatakan bahwa karena para eksportir mungkin akan menurunkan harga, konsumen diperkirakan tidak akan terlalu terdampak.

“Ini bukan strategi untuk menghancurkan pasar, tapi untuk menciptakan masa keemasan bagi rakyat Amerika,” tambahnya. 

Setelah pengumuman tarif global oleh Trump pada 2 April, pasar keuangan AS anjlok sekitar 10%, menjadi pekan terburuk sejak pandemi COVID-19.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam sebuah acara NBC pada  Minggu, meremehkan kekhawatiran terhadap guncangan pasar, dan mengatakan bahwa pasar sering meremehkan Trump. Ia menegaskan bahwa ekonomi AS tidak akan terjerumus ke resesi karena tarif tersebut, dan menunjuk pada data pekerjaan yang kuat minggu lalu sebagai buktinya. 

“Data pekerjaan jauh melampaui ekspektasi, menunjukkan ekonomi kita masih tumbuh,” katanya.

India dan Indonesia Pilih Jalur Diplomatik

Dua kekuatan ekonomi besar Asia, India dan Indonesia, memilih tidak membalas tarif AS dan lebih memilih negosiasi diplomatik.

Seorang pejabat India mengungkapkan bahwa meskipun menghadapi tarif 26% dari AS, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi tidak berencana untuk membalas. Pemerintah India sedang mempelajari klausul pengecualian dalam perintah tarif tersebut dan merasa bahwa negosiasi dagang yang lebih awal dengan AS membuat India berada dalam posisi lebih unggul dibanding negara Asia lainnya. Kedua negara menargetkan tercapainya perjanjian dagang awal sebelum musim gugur 2025.

Sebelumnya, India telah menunjukkan itikad baik dengan menawarkan pengurangan tarif atas lebih dari setengah dari barang impor AS senilai USD 23 miliar. India juga telah menurunkan tarif atas motor premium dan wiski asal AS, serta berencana untuk menghapus pajak layanan iklan digital sebesar 6% untuk perusahaan teknologi besar AS seperti Google, Meta, dan Amazon mulai April 2025.

Sementara itu, Indonesia juga secara tegas menyatakan tidak akan membalas tarif 32% dari AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 6 April menegaskan bahwa Indonesia akan mencari solusi yang saling menguntungkan melalui jalur diplomatik dan negosiasi.

Ia mengatakan, “Pendekatan ini mempertimbangkan kepentingan jangka panjang hubungan perdagangan bilateral, serta menjaga stabilitas investasi dan ekonomi nasional.”

Airlangga juga menambahkan bahwa Indonesia akan mendukung sektor yang terdampak seperti industri pakaian dan alas kaki. Indonesia juga akan mengirim delegasi tingkat tinggi ke AS untuk melakukan perundingan langsung dengan pemerintah AS.

Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, sebelumnya menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengambil langkah balasan seperti Kanada dan Uni Eropa, melainkan ingin menjaga hubungan dagang dengan AS.

 “Kami tidak ingin mengambil langkah balasan terhadap mereka (AS), melainkan ingin tetap menjadi teman agar mereka tetap menerima produk kami,” kata Budi Pada 25 Maret. 

Menurut data pemerintah Indonesia, AS adalah pasar ekspor ketiga terbesar bagi Indonesia, dengan ekspor senilai USD 26,3 miliar pada tahun 2024, terutama berupa barang elektronik, pakaian jadi, dan sepatu.

Zimbabwe Hapus Tarif Impor Produk AS

Selain itu, Wakil Presiden Brasil, Geraldo Alckmin, menyatakan bahwa tarif Trump mungkin akan mempercepat pengesahan perjanjian dagang antara Amerika Selatan dan Uni Eropa. Ia menyebut bahwa Brasil tidak berencana segera mengambil langkah balasan, tetapi berharap melalui dialog dapat “menghindari eskalasi konflik antara Utara dan Selatan.”

Secara mengejutkan, Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa, yang negaranya dikenai sanksi oleh AS, mengumumkan bahwa semua tarif impor untuk produk AS akan dihapus sementara, demi “mendorong perdagangan dengan AS dan mencari pembebasan dari sanksi.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

FOKUS DUNIA

NEWS