EtIndonesia. Dalam berbagai catatan sejarah Tiongkok kuno, tercatat cukup banyak peristiwa luar biasa di mana seseorang yang telah meninggal karena wabah penyakit, secara misterius hidup kembali. Mengapa ada orang yang mati karena terinfeksi, tetapi ada pula yang bisa bangkit kembali dari kematian? Ternyata, perbedaan ini seringkali dikaitkan dengan niat baik dan perbuatan mulia mereka semasa hidup—yang memunculkan keajaiban di luar nalar manusia.
Terserang Wabah, Mati, dan Hidup Kembali
Pada masa Dinasti Ming, di daerah Wu (sekarang sekitar Suzhou), hiduplah seorang cendekiawan bernama Liu Yongqing. Saat berusia 60 tahun, dia tertular wabah dan dinyatakan meninggal. Namun sembilan hari kemudian, dia hidup kembali. Setelah sadar, dia menceritakan bahwa pada saat kematiannya, dia melihat dua petugas dunia bawah membawa surat perintah penangkapan dan membawanya ke sebuah kantor pengadilan di alam baka.
Di sana, dia diperintahkan untuk berlutut di hadapan seorang pejabat berpakaian mewah dan mengenakan mahkota upacara, yang tampaknya adalah Raja Neraka seperti yang disebut-sebut dalam kepercayaan rakyat. Di sekelilingnya berdiri banyak asisten, suasananya mirip dengan gambaran kuil-kuil mistik seperti Guan Xuanmiao atau Kuil Dongyue.
Tak lama kemudian, seorang petugas dunia bawah memanggil nama-nama sesuai daftar. Saat giliran Liu Yongqing, dia dikatakan tidak memiliki kejahatan besar, sehingga akan diserahkan ke departemen wabah untuk penanganan lebih lanjut. Dia pun dipindahkan ke kantor lain, di mana dua pejabat dunia bawah memeriksa catatan hidupnya.
Salah satu pejabat berkata: “Meskipun kamu tidak berbuat jahat besar, kamu sering menyebarkan ucapan yang menyakitkan. Hukumannya: kamu akan menderita borok beracun selama tiga tahun.”
Namun pejabat lain berkomentar bahwa hukuman itu terlalu ringan. Pejabat pertama menjawab: “Karena kebajikan nenek moyangnya, kali ini kita beri pengampunan.”
Setelah putusan itu, dua petugas mengantarnya keluar dari pengadilan. Saat itu pula, Liu Yongqing terbangun di dunia manusia—seolah bangun dari mimpi. Anehnya, setelah kejadian itu, dia benar-benar menderita borok selama tiga tahun seperti yang diputuskan di alam baka.
Karena Berbuat Baik, Bisa Kembali Hidup
Masih pada masa Dinasti Ming, di wilayah Wuxian (sekarang termasuk wilayah Suzhou), hiduplah seorang pelajar bernama Huang Jiayu. Dia terserang wabah dan meninggal dengan cepat. Namun tidak lama kemudian, dia kembali hidup.
Setelah sadar, dia menceritakan pengalaman aneh setelah kematiannya. Dia merasa seperti berada di sebuah kota besar yang megah, mirip dengan dunia nyata namun tanpa cahaya dan gelap gulita. Saat masih kebingungan, dia melihat iring-iringan pejabat dengan barisan pengiring yang megah. Ternyata, pemimpinnya adalah mendiang Gu Wenkang—nama aslinya Gu Dingchen, seorang juara ujian kekaisaran pada tahun ke-18 masa pemerintahan Kaisar Hongzhi, yang mendapat gelar anumerta “Wenkang”.
Gu Wenkang adalah teman lama ayah Huang Jiayu, dan Huang mengenalinya dari pertemuan masa kecil. Dia pun segera menyapa Gu Wenkang, yang kemudian memintanya untuk ikut dalam tandu.
Mereka pun tiba di sebuah kantor pengadilan megah. Di sana, Gu duduk bersama seorang pejabat dunia bawah. Huang Jiayu melihat banyak orang di hadapan mereka menangis dan memohon ampunan. Pejabat tersebut memeriksa satu per satu rekam jejak kehidupan mereka dan menjatuhkan vonis. Bagi yang dinyatakan pantas terlahir kembali sebagai binatang, seperti anjing atau sapi, kulit hewan tersebut langsung dikenakan pada tubuh mereka, dan mereka pun seketika berubah menjadi binatang.
Saat Huang bertanya kepada seorang petugas mengapa mereka mendapatkan hukuman itu, dijawab bahwa itu adalah buah dari perbuatan jahat mereka semasa hidup—dan kini harus terlahir kembali di “jalan binatang”.
Tiba-tiba, pejabat utama bertanya: “Siapa yang membawa hawa manusia ke sini?” dan segera memerintahkan agar Huang dibawa keluar. Gu Wenkang menjelaskan bahwa dia telah memeriksa Buku Kehidupan dan Kematian, dan walaupun usia Huang telah habis, karena perbuatan baiknya akhir-akhir ini, dia diberi kesempatan untuk kembali ke dunia.
Saat itu, tubuh Huang Jiayu di dunia nyata basah oleh keringat dingin, lalu dia tersadar kembali.
Menyelamatkan Orang Lewat Bubur, Diselamatkan Dewa
Masih di masa Dinasti Ming, di daerah Kunshan hiduplah seorang sarjana bernama Jia Ding. Suatu ketika terjadi bencana kelaparan, dan Jia Ding dikenal sebagai orang yang sering membagikan bubur kepada warga untuk menyelamatkan mereka dari kelaparan.
Namun pada suatu musim panas, wabah mematikan melanda Kunshan, dan Jia Ding pun terinfeksi parah hingga meninggal. Setelah “mati”, dia merasa berada di tengah lautan luas yang terus menyeretnya ke bawah. Ketakutan luar biasa menguasainya. Tiba-tiba terdengar suara badai, petir, dan angin besar. Ribuan prajurit langit muncul bersama seorang dewa yang memiliki wujud kepala manusia dengan tubuh naga.
Dengan penuh ketakutan, Jia Ding memohon pertolongan kepada sang dewa. Dewa itu menjawab: “Kamu tak memiliki dosa besar dalam hidupmu. Jangan takut. Aku akan menolongmu.”
Dewa itu menggetarkan tubuhnya yang bersisik, dan arus air pun menjadi tenang. Jia pun mulai merasa sadar kembali dan menceritakan kisah kebaikannya membagikan bubur semasa hidup.
Dewa itu menjawab: “Perbuatanmu sudah tercatat dan telah dilaporkan kepada Kaisar Langit.”
Tak lama kemudian, seorang pengiring dewa membuka catatan dan berkata: “Namamu tercatat di dalamnya.”
Artinya, Jia Ding telah memperoleh pengampunan dari langit. Dia kemudian diantar ke sebuah tempat bernama Jembatan Batu Baru (Xin Dashiqiao), dan dari sana dia bisa kembali ke rumah.
Setelah bangun, Jia mendengar tangisan keluarganya yang tengah meratapi kematiannya. Ternyata dia telah dinyatakan meninggal selama satu hari satu malam. Tidak hanya Jia yang sembuh dari wabah, tetapi istri dan anaknya yang juga sakit parah ikut pulih setelah itu.
Penutup
Bagi sebagian orang modern, kisah tentang seseorang yang mati karena wabah lalu hidup kembali terdengar tak masuk akal. Namun catatan sejarah yang memuat pengalaman semacam ini tampaknya bukanlah hasil rekaan semata. Cerita-cerita ini menyampaikan pesan penting: bahwa keberadaan makhluk ilahi, dunia roh, reinkarnasi, serta hukum sebab-akibat (karma) adalah nyata. Mereka juga mengingatkan bahwa semua perbuatan manusia tercatat, dan langit (Tuhan) tidak akan menutup mata. Orang yang menebar kebaikan akan mendapatkan perlindungan dari langit , sementara mereka yang berbuat jahat akan menuai hukuman sesuai dosanya.(jhn/yn)